TIPS

MEMBUAT MAKALAH ESSAY

Tulisan ini akan memaparkan sisi penulisan makalah essay yang digali berdasarkan pengalaman dalam penulisan makalah di berbagai instansi, dan berbagai lomba penulisan yang pernah diikuti. Penulisan makalah essay memang mempunyai banyak versi, apabila terjadi perbedaan pendapat, maka hal tersebut lebih cenderung sebagai perbedaan pemahaman. Dalam penulisan makalah essay mempunyai kajian yang hampir sama secara umum, namun apabila terdapat aturan yang lebih khusus, maka yang dipatuhi adalah aturan yang khusus tersebut (misalnya terdapat aturan lomba yang harus dipatuhi).

Sisi Menarik Makalah Essay

Makalah Essay merupakan bentuk karya tulis yang lebih mengedepankan penggalian ide dan analisis permasalahan lebih mendalam. Dalam penulisannya makalah essay tidak tergantung pada aturan formal yang terdapat dalam Karya Tulis Ilmiah seperti pemilihan kata, sistematika penulisan yang harus dibagi dalam bab-bab, maupun dalam pengemasan tulisan.

Isi makalah essay sebenarnya alurnya sama dengan makalah formal, hanya saja sistematika penulisannya lebih cenderung mengutamakan keringkasan dan analisis mendalam. Penulis lebih dapat mengeksplorasi kemampuannya dalam menganalisis suatu permasalahan dengan karakter bahasa yang dikuasainya, tanpa terikat oleh aturan-aturan formal. Berdasar pada karakteristik tersebut maka makalah essay mempunyai point lebih dalam segi penulisannya, karena memerlukan kemampuan dalam bidang pengemasan, eksplorasi, analisis, maupun pemilihan kata yang lebih kontemporer.

Karangan essay akan lebih maksimal bila kontent nya memberikan beberapa alternatif ide-ide yang baru untuk diterapkan. Konsep-konsep yang ditawarkan bisa telah dilaksanakan atau belum terlaksanakan. Konsep tersebut memberikan point lebih kepada tulisan essay, tidak hanya memberikan paparan deskriptif namun juga pada ide-ide pemikiran.

Beberapa kelebihan penulisan essay dibandingkan dengan karya tulis formal:

  • Pengemasan makalah essay lebih menarik
  • Cover makalah essay lebih banyak menarik pembaca untuk melihat isinya
  • Makalah essay lebih bervariatif sehingga tidak membuat pembaca menjadi jenuh atau bosan.
  • Makalah essay simpel, singkat namun mempunyai bobot yang lebih dalam analisisnya
  • Isi makalah essay lebih menarik dan nyaman untuk dibaca.
  • Makalah essay tidak banyak aturan seperti pada makalah formal, namun tetap menjaga alur dan sistematika secara ilmiah
  • Makalah essay dapat meningkatkan kemampuan dalam hal pengemasan media, maupun kreativitas penulis dalam menata tata letak dalam penulisan, baik penyajian gambar, grafik maupun berbagai media pendukung.
  • Makalah essay kebanyakan tidak menggunakan kata pengantar dan daftar isi.

Sistematika Makalah Essay

Makalah essay tidak banyak terikat oleh aturan-aturan dalam penulisan seperti karya tulis ilmiah. Essay lebih mengedepankan pada sisi pengemasan karya dan analisis karya yang lebih mendalam, dengan gaya bahasa yang khas sesuai karakteristik penulis. Secara garis besar sistematika makalah essay adalah:

  • Cover
  • Halaman depan
  • Isi makalah yang berisi judul, penulis, pendahuluan, analisis, dan kesimpulan
  • Daftar pustaka
  • Lampiran (bila diperlukan)

Cover

Cover merupakan hal yang penting dalam merancang makalah essay, karena dengan pengemasan cover yang menarik akan menjadikan banyak orang yang ingin membacanya. Apabila makalah essay dijadikan pilihan untuk mengerjakan tugas-tugas dosen, maka cover makalah essay secara psikologis lebih menarik dosen untuk membacanya. Ketertarikan tersebut apabila diikuti oleh tata letak dan isi makalah yang baik, maka akan dapat menaikkan point nilai. Apabila kesan tentang makalah essay tersebut menarik perhatian dosen maka cenderung mahasiswa yang mengemas makalah secara baik tersebut dikategorikan mahasiswa yang cerdas. Makalah dalam kuliah saat ini cenderung memiliki potensi untuk menjadi instrumen penilaian untuk menentukan nilai akhir, bahkan dapat memberi kontribusi penilaian sampai 50%.

Cover makalah essay menekankan pada pengemasan, sehingga banyak point-point yang harus diperhatikan dalam pembuatan cover yaitu:

  • Pilihlah warna cover yang tidak terlalu menyolok. Warna-warna muda lebih direkomendasikan. Pemilihan warna yang kurang tepat akan menjadikan cover redup dan tidak menarik. Hindari warna-warna tua seperti merah tua, biru tua, coklat tua (selain dalam makalah nanti dirancang untuk menggunakan tinta emas atau  perak).
  • Gunakan teknik  penjilidan yang rapi. Semakin rapi dan kreatif penjilitannya maka semakin menarik. Hindari penjilidan yang sederhana seperti menggunakan lakban karena terkesan kurang profesional. Lebih baik menggunakan jilid langsung, spiral, maupun jilid laminating.

 Pemilihan Gambar:

  • Gabungkanlah gambar dan tulisan yang saling mendukung.
  • Dalam pemilihan gambar, pilihlah gambar yang beresolusi tinggi (bila gambar dibesarkan tidak mengalami  penurunan kualitas)
  • Pilihlah gambar yang belum pernah dilihat pembaca, karena gambar yang sering/pernah dilihat pembaca akan menjadi gambar yang menjemukan.
  • Pilihlah gambar yang berdesign bagus, jangan gambar-gambar yang sederhana boleh juga menggunakan foto yang relevan bila dirasa mendukung tema cover.
  • Perhatikan bentuk gambar dan letakkanlah pada sisi yang tepat, baik atas, bawah, sisi kanan, sisi kiri sehingga gambar akan menentukan posisi tulisan yang akan dibuat.
  • Lebih baik lagi carilah gambar yang tidak dibatasi oleh bingkai sehingga antara gambar dengan cover menyatu. Apabila gambar telah berbingkai maka lebih baik dimanipulasi agar ada kesatuan dengan tulisan. Manipulasi bisa menggunakan photoshop maupun program lainnya.

Pemilihan Huruf untuk pada Cover

  • Pemilihan judul pada huruf jangan menggunakan yang miring atau italic (seperti latin) sehingga tidak dapat dibaca.
  • Gunakan huruf-huruf yang solid (tegas, tebal) untuk membuat judul. Contoh huruf yang dapat digunakan Impact, Arial Black, Bernard, Ahoni
  • Tata letak huruf pada cover disesuaikan dengan tata letak gambar agar keduanya saling mendukung
  • Tata letak dan pemenggalan judul tidak ada aturannya, tidak harus menggunakan teknik piramida terbalik seperti pada makalah formal.
  • Huruf pada judul harus lebih besar dari yang lainnya.
  • Semakin mudah dibaca dan mendominasi cover semakin bagus sehingga serasi dengan cover secara keseluruhan

Pemilihan Huruf pada Isi Cover

  • Setelah judul, keterangan lain dalam cover adalah keterangan tujuan makalah, penyusun dan identitas instansi.
  • Keterangan tujuan makalah biasanya berbunyi :

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penulisan Karya Ilmiah

Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ahmad Sanusi

  • Keterangan ini penting untuk dituliskan sebagai identitas bahwa makalah yang dibuat sesuai dengan mata kuliah yang dimaksud, dan sebagai penghargaan kepada dosen yang telah memberikan tugas/pembimbing.
  • Jenis huruf pada keterangan ini bebas, boleh juga menggunakan italic (miring) namun jangan sampai mendominasi ukurannya sehingga mengganggu yang lainnya. Keterangan ini sebagai pelengkap saja.
  • Nama penyusun dan keterangan instansi lebih baik menggunakan huruf yang mudah dibaca. Nama penyusun menggunakan huruf yang biasa (tidak terlalu tebal), sedangkan keterangan instansi lebih baik menggunakan huruf yang tebal.
  • Nama instansi biasanya diurutkan berdasarkan tingkat yang paling rendah, kemudian di bawahnya lebih tinggi, misalnya:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS  PGRI YOGYAKARTA

2013

  • Instansi sedapat mungkin jangan disingkat.

Ornamen Tambahan

  • Dalam cover dapat boleh menggunakan ornamen tambahan bila diperlukan. Ornamen tambahan tersebut seperti garis, bidang-bidang background atau yang lainnya sehingga menjadikan cover lebih menarik

Pemilihan Judul Makalah yang Baik:

Dibawah ini disajikan trik membuat judul makalah yang baik dalam essay:

  • Judul sesuai dengan tema yang diberikan oleh dosen pembimbing
  • Judul sebaiknya membahas permasalahan yang aktual dan banyak diperbincangkan masyarakat (atau dengan kasus-kasus yang kontroversial).
  • Judul menghubungkan dua komponen (X – Y).

Tema: Belajar

X   : Play Station

Y   : Prestasi Belajar

XY : Pengaruh Play Station terhadap Penurunan Prestasi Belajar Anak

  • Gunakan kata serapan (ilmiah populer)

Judul : Pengaruh Play Station terhadap Penurunan Prestasi Belajar Anak

Diubah menjadi:

Studi Deskriptif Intensitas Penggunaan Play Station terhadap Degradasi Prestasi Belajar

Isi Makalah Essay

Isi makalah essay lebih simpel. Terdiri dari judul, penyusun, pendahuluan, analisis, kesimpulan dan daftar pustaka.

1.   Judul

Judul sama dengan judul di dalam cover. Betuk hurufnya dapat sama dengan depan, asalkan ukurannya diperkecil. Boleh juga diberi ilustrasi gambar yang sesuai dengan halaman depan agar menarik perhatian.

2.   Penyusun

Penyusun dicantumkan setelah judul misalnya:

Oleh: Ahmad Pribadi*­­)

Tanda *) untuk memberi keterangan di bagian footnote di bawah kertas dengan keterangan pribadi.

*) Ahmad Pribadi, Mahasiswa Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta.

3.   Isi makalah essay

      Isi Pendahuluan:

Isi makalah essay sebenarnya alurnya sama dengan makalah formal, seperti latarbelakang masalah, batasan, rumusan masalah, manfaat dan tujuan. Perbedaannya semua sub tersebut dikemas dalam satu kesatuan dengan beberapa paragraf. Jadi semua sub tersebut digabung menjadi satu sub saja.

Judul sub dari pendahuluan tidak usah diberi notasi. Gunakan kata yang dapat mewakili persepsi bahwa yang akan dibaca adalah pendahuluan yang mengantarkan pembaca untuk menganalisis permasalahan yang akan dibahas. Contohnya bila menggunakan judul:

Studi Deskriptif Intensitas Penggunaan Play Station terhadap Degradasi Prestasi Belajar

Pendahuluan bisa menggunakan:

Fenomena Play Station  antara Teknologi dan Dampak Negatif

Wacana Awal tentang Fenomena Play Station

Dualisme Play Station antara Hiburan dan Dampak Negatif

Trik penulisan pendahuluan:

  • Sedapat mungkin gunakanlah kalimat-kalimat sendiri, karena hal tersebut dapat menjadikan naskah lebih dapat mengantarkan pembaca untuk memahami isi yang akan disajikan (penting !).
  • Alur latar belakang tetap mengacu pada penulisan ilmiah yaitu:

Tekhnik 1: Das Solen – Das Sein

Pada  penulisan pendahuluan pada paragraf-paragraf awal dituliskan kondisi yang ideal. Teori-teori yang mendukung yang bersifat positif. Pada paragraf-paragraf selanjutnya uraikanlah kenyataan di lapangan, hal-hal yang mengganggu, dampak negatif, halangan dan sebagainya.

Bila menggunakan kasus play station maka pada paragraf awal ditulis kondisi bahwa peningkatan prestasi belajar perlu terus dikembangkan. (Das Solen)

Kehadiran play station kadang menyita waktu belajar anak sehingga prestasi anak menurun karena sering bermain play station. (Das Sein)

Uraian selanjutnya menyatakan tentang batasan, rumusan, tujuan, namun komponen tersebut sebisa mungkin dapat menyatu dengan kalimat-kalimat sehingga tidak begitu terlihat secara mencolok.

Misal:

Dampak negatif dari intensitas penggunaan play station merupakan permasalahan yang perlu dikaji agar pengaruh tersebut tidak mempengaruhi prestasi belajar anak.

 Pada teknik piramida terbalik maka permasalahan dibahas dari hal yang luas seperti pendidikan di Indonesia. Kemudian menyempit ke kabupaten, dan ke sekolah.

Bila menggunakan kasus play station maka pada kajian yang luas membahas masalah Prestasi belajar merupakan salah satu komponen yang dikembangkan di sekolah (luas), berbagai strategi pembelajaran telah dilakukan (lebih sempit), banyak pengaruh lingkungan (menyempit lagi), terdapat play station yang mengganggu peningkatan prestasi (permasalahan).

       Isi Analisis:

Alur isi dari analisis tetap berpegang pada sistematika pembahasan yaitu uraian tentang Faktor X, Faktor Y, kemudian Faktor X dan Y.

Faktor X adalah Play Station.

Kajian dari faktor X hanya menguraikan tentang play station. Judul sub dapat berupa;

Fenomena Play Station

Play Station  sebuah Permainan Virtual tanpa Basis Usia

 Faktor Y adalah Prestasi Belajar

Kajian tentang Prestasi Belajar dapat menggunakan sub judul

Urgensi Prestasi Belajar

Prestasi Belajar dan Berbagai Faktor yang Mempengaruhinya

 Faktor X dan Y adalah Studi Deskriptif Intensitas Penggunaan Play Station terhadap Degradasi Prestasi Belajar

Sub Judul yang dapat digunakan:

Play Station dan Degradasi Prestasi Belajar

Korelasi Play Station dan Degradasi Prestasi Belajar

Merefleksi Dampak Play Station terhadap Degradasi Prestasi Belajar

Trik penulisan isi dari makalah essay:

  • Hindari penggunaan kata ganti orang. Ia, Dia, Mereka, Anda, Saya dan sebagainya
  • Hindari penggunaan kalimat-kalimat percakapan. Misalnya: Saya akan membahas tentang permasalahan yang sering kita alami. (bukan kalimat ilmiah)

Diganti: Pada kajian ini pembahasan akan terfokus pada masalah prestasi belajar anak.

  • Hindari kata sambung di dekan kata. Karena, walaupun, dan, hingga, dan sebagainya.
  • Hindari penggunaan kata berulang.
  • Apabila mengambil kata asing atau daerah, dicetak miring.
  • Paragraf dibuat seimbang. Jangan sampai paragraf 1 banyak sekali paragraf 2 sedikit sekali.
  • Dalam 1 paragraf minimal 2 kalimat. Jangan 1 paragraf hanya 1 kalimat.
  • Diupayakan semua paragraf mempunyai jarak spasi sama baik di dalam paragraf maupun antar paragraf.
  • Bila dalam paragraf ada angka atau keterangan yang perlu dipertanggungjawabkan maka wajib mencantumkan cuplikan misalnya (Ratno, 2011: 3). Artinya buku yang ditulis Ratno, tahun 2011 halaman 3. Semua buku untuk cuplikan ditulis di Daftar Pustaka.

Trik mencari data di internet:

  • Cari data yang terdapat orang yang menulisnya sehingga dapat dimasukkan ke dalam daftar pustaka. Artikel yang tidak ada nama pengarangnya kurang ilmiah untuk dicantumkan.
  • Cari data  yang tidak berbahasa percakapan, namun berbahasa ilmiah atau deskriptif, sehingga tidak terlalu lama untuk mengedit.
  • Jangan semua data di internet dimasukkan. Pilih data-data yang relevan. Semakin banyak data semakin bagus.
  • Carilah data yang mengkaji bahasan secara tuntas. Biasanya berekstensi .PDF.
  • Setiap mengambil data di internet jangan lupa sumbernya (penting !)

      Isi Kesimpulan:

Kesimpulan merupakan resume dari kajian yang telah dipaparkan. Kesimpulan awal harus menjawab judul (penting !). Kesimpulan pada paragraf berikutnya menyimpulkan hal yang perlu disimpulkan. Apabila perlu ditambahkan saran, maka dapat ditambahkan saran-saran kepada berbagai pihak.

Kalimat yang bisa digunakan sebagai Kesimpulan antara lain:

Wacana Akhir

Refleksi Ulang Play Station bagi Prestasi Belajar

Akhir Wacana yang Perlu Dikaji tentang Play Station

 

4. Daftar Pustaka

Daftar pustaka adalah semua buku dan artikel internet yang digunakan dalam membahas kajian yang telah diambil. Makalah yang tidak mempunyai daftar pustaka merupakan makalah yang tidak ilmiah.

 Trik Penulisan Daftar Pustaka:

  • Semakin banyak daftar pustaka semakin bagus
  • Jangan menulis daftar pustaka hanya alamat web di internet saja, tapi juga harus nama penulis dan tahun sesuai dengan tata penulisan daftar pustaka.
  • Bila mengambil di internet pastikan bernama, bertahun.

Penulisan:

Buku:

Nama. Tahun. Judul (miring). Kota: Penerbit.

Anton. 2011. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: Citra Media.

Internet:

Anton. 2011. Pentantar Pendidikan. (Online) (htpp://www.pengantarpendidikan.com, diakses tanggal 10 Februari 2011)

Koran:

Anton. 2011. Sebuah Kajian Pendidikan di Era Global. Artikel dalam Kedaulatan Rakyat, Edisi XXX, tanggal 10 Februari 2011, halaman 2.

Jurnal:

Anton. 2011. Sebuah Kajian Pendidikan di Era Global. Artikel jurnal Kartika Bangsa, Edisi XXX, tanggal 10 Februari 2011, halaman 32.

Makalah:

Anton. 2011. Sebuah Kajian Pendidikan di Era Global. Makalah disampaikan dalam Seminar Paradigma Pendidikan di Era Global, di Hotel Santika tanggal 11 Februari 2011.

Daftar pustaka di setiap instansi berbeda-beda jika timbul perbedaan, lebih baik melihat pedoman penulisan karya tulis ilmiah. Banyak pembimbing yang tidak begitu mempermasalahkan teknik penulisan daftar pustaka standard, yang terpenting adalah daftar pustaka menganut pada satu peraturan penulisan dan sisi pertanggungjawabannya ada dalam daftar pustaka.

MATERI S2

TUJUH TEORI SOSIAL

ARISTOTELES (Komunitas Sosial)

Landasan Teori
Aristoteles memandang masyarakat manusia sebagai sebuah usaha etis, yang berakar dalam kemampuan sosial manusia yang bersifat kodrati, yang terarah pada perwujudan kebaikan moral dan keunggulan intelektual dalam sebuah masyarakat politis.

Pendekatan Aristoteles
Pendekatan Aristoteles bertolak pada dua sifat filsafatnya yaitu; bersifat naturalis dan teologis. Filsafatnya naturalis karena pertama-tama bersifat empiris dan didasarkan pada pandangan yang bernuansa biologis. Sedangkan bersifat teologis karena analisisnya memusatkan semua kejadian maupun masing-masing jenis pengada ke arah tujuan-tujuan.

Teori Aristoteles tentang Manusia
Pendekatan biologis dari Aristotels mencakup analisis kenyataan-kenyataan menjadi bagian-bagiannya dan mengelompokkannya menurut spesis dan genus. Jadi manusia adalah seekor binatang dengan unsur-unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan tuturan. Keduanya penting karena memberinya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar etis.

Teori Aristoteles tentang Masyarakat
Konsep Aristoteles tentang masyarakat dan negara saling berkait sehingga lebih baik memakai istilahnya sendiri, ‘piolis’, untuk mengartikan komunitas sipil yang ia yakini sebagai latar sosial kodrati dari manusia. Negara-kota yang kecil dengan hubungan temu-mukanya dan bercampurnya persahabatan pribadi dengan kewajiban-kewajiban warga negara, jauh berlainan dari negara kebangsaan modern, atau kerajaan-kerajaan kekaisaran kuno pada zaman Aristoteles sendiri, walaupun polis menyatukan sebuah gagasan yang dikembangkan dengan baik dan terlembaga mengenai peraturan hukum, yaitu gagasan tentang pemerintah melalui peraturan-peraturan umum dan tidak dengan keputusan-keputusan para individu secara sewenang-wenang.

Implikasi-Implikasi Praktis
Kehidupan kodrati bagi manusia adalah di dalam sebuah polis, tetapi Aristoteles sadar bahwa ada macam-macam polis yang berbeda-beda dan tidak semuanya sama-sama cocok untuk perkembangan potensi manusia. Sebuah polis adalah sebuah komunitas atau koinonia yang para anggotanya adalah warga negara. Seorang warga negara memiliki hak tertentu untuk menduduki jabatan di dalam suatu negara atau kota itu.

Kritik dan Penilaian terhadap Aristoteles
Kritik yang paling pedas dan langsung atas teori Aristoteles tentang masyarakat adalah bahwa ia melakukan kesalahan naturalistis dengan bergerak tanpa argumen-argumen yang benar dari observasi-observasi faktual mengenai masyarakat-masyarakat aktual ke kesimpulan-kesimpulan normatif mengenai bentuk-bentuk ideal atau terbaik dari organisasi sosial.

THOMAS HOBBES (Individualisme Instrumental)

Landasan Teori
Rasio, bagi Hobbes, lebih daripada sebuah instrumen untuk memungkinkan individu untuk menemukan cara memperoleh dan mempertahankan apa yang ia inginkan. Hobbes menganggap masyarakat dan tatanan politis dan tempat masyarakat itu bergantung sebagai kondisi-kondisi yang secara intrinsik tidak menyenangkan tapi yang bagaimanapun perlu untuk kelangsungan hidup, piranti-piranti yang menyedihkan dari makhluk-makhluk egois yang terkejut panik yang tak bisa menemukan jalan lain untuk menghindari destruksi timbal-balik.

Pendekatan Hobbes
Pandangan Hobbes bersifat Deskriptif dan preskriptif yang anjurannya lebih menyeluruh dan dogmatis.Ia kadang-kadang mulai dengan menyatakan aksioma-aksiomanya atau definisi-definisinya dan kemudian menggabungkannya untuk menurunkan kebenaran-kebenaran baru tentang dunia. Di lain waktu dia mulai dengan pengamatan atas fenomena dan kembali pada proposisi-proposisi primer yang darinya fenomena ini dapat dideduksikan dengan proses sintetis.

Teori Hobbes tentang Manusia
Menurut Hobbes, manusia adalah sebuah mesin anti-sosial. Ke dalam mesin ini lewatlah masukan-masukan dari lingkungan melalui pancaindera. Masukan-masukan ini menghasilkan reaksi-reaksi fisik internal.

Teori Hobbes tentang Masyarakat

Berdasar pada analisisnya tentang kodrat manusia, Hobbes merumuskan masyarakat sebagai sebuah persekutuan yang terbentuk atas dasar “kontrak sosial” yang digunakan sebagai peranti untuk bertindak menurut keinginan instrumental akan hubungan-hubungan yang damai karena mereka yang ada di dalamnya memiliki jaminan keuntungan-keuntungan yang diinginkan dan atas dasar dorongan hasrat ketergantungan manusiawi.

Implikasi-Implikasi Praktis

Hobbes menuliskan teori sosial dan politisnya dalam sebuah kisah mengenai masa silam yang jauh dan memusatkan perhatian kita pada gagasan mengenai sebuah kontra historis, tetapi dalam kenyataan pemakaian pandangannya ini jauh lebih preskriptif daripada deskriptif. Implikasi yang jelas dari teorinya adalah bahw, dari mana pun asal-usul pemerintahan despotis yang aktual, manusia memiliki alasan yang baik untuk mendukungnya sekarang.

Kritik dan Penilaian terhadap Hobbes

Dalil-dalil psikologi Hobbes terlalu sederhana dan secara tidak memadai di sokong dengan bukti empiris, khususnya kalau dalil-dalil itu di klaim sebagai kebenaran-kebenaran universal mengenai semua manusia. Kontrak sosial Hobbes lebih radikal, yaitu ke-masuk akal-an seluruh gagasannya diragukan. Singkatnya Hobbes tidak membebaskan dirinya sendiri dari pengandaian Aristotelian bahwa mungkinlah memberi sebuah definisi atau deskripsi mengenai kodrat hakiki manusia dan membangun sebuah teori sosial di atasnya.

ADAM SMITH (Sistem Sosial)

Landasan Teori
Teori sosial Adam Smith berangkat dari sebuah kombinasi yang menari dari unsur-unsur Hobbesian dan Aristotelian. Seginya yang paling asli dan paling mencolok adalah gagasan bahwa masyarakat sebagaimana juga individu adalah sebuah sistem, atau mesin, yang bekerja bukan karena maksud-maksud manusia.

Pendekatan Smith
Adam Smith memakai model pendekatan astronomis untuk menerangkan sistem-sistem sosial sebagai mekanisme-mekanisme yang hidup yang bagian-bagiannya tanpa disadari mempengaruhi kehidupan dan kegiatan keseluruhan. Pendekatannya ini didasari oleh kemauannya untuk menjadi Isaac Newton dari ilmu-ilmu sosial.

Teori Smith tentang Manusia
Teori Smith mengenai kodrat manusia bersifat Hobbesian sejauh ia mendalilkan nafsu-nafsu dasar dan nafsu-nafsu asli tertentu. Kendati pun memiliki model sebab akibatnya untuk teori sosial, Smith, tak seperti Hobbes, tidak mengatakan bahwa manusia adalah sebuah mesin. Melalui pandangannya mengenai perkembangan ilmiah, Smith juga menunjukkan bahwa manusia juga memiliki kemampuan-kemampuan penalaran tertentu yang pada dasarnya bersifat psikologis.

Teori Smith tentang Masyarakat

Menurut Smith masyarakat adalah keseluruhan sebagai sebuah mekanisme yang ter-integrasi dengan sebuah tujuan menyeluruh, sebuah tema yang tercermin dalam pandangannya mengenai keluarga sebagai sesuatu yang berasal dari naluri seksual tetapi dipersatukan dengan kenyamanan identifikasi simpati dengan mereka yang terus berkontak dengan kita. Ia menyatakan bahwa syarat sebuah masyarakat adalah ‘keadilan’. Tanpa keadilan, kata Smith, sebuah masyarakat akan menghancurkan dirinya sendiri.

Implikasi-Implikasi Praktis
Sebuah sistem yang efisien yang tersusun sendiri seharusnya tidak dirusak, khususnya kalau proses-proses di dalamnya tidak sepenuhnya dimengerti. Pandangan Smith mengenai cara kerja ekonomi komersial membawa implikasi yang jelas bahwa pemerintah-pemerintah sebaiknya berdiam diri dan dengan demikian menghasilkan apa yang ia sebut ‘sistem kebebasan alamiah yang jelas dan sederhana’. Inilah gagasan liberal mengenai negara minimal, yang terwujud di dalam kebijakan laissez-faire.

Kritik dan Penilaian terhadap Smith

Smith tidak membawa ke studi tentang masyarakat semacam presisi matematis yang mungkin dalam studi mengenai gerakan-gerakan benda-benda angkasa yang bersifat fisik. Teorinya mengenai norma-norma sosial juga problematis, barangkali lebih dari itu, karena rumit-nya fenomena sentimen ‘alamiah’ dalam kenyataan empiris. Pandangan-pandangan Smith sebagian besar tak berlaku, dalam peranan yang dimainkan Allah baik dalam skema penjelasannya dan dalam etika normatif-nya.

KARL MARX  (Teori Konflik)

Landasan Teori
Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan meyudahi konflik melalui konflik. Ia mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan.

Pendekatan Marx
Pertama-tama Marx adalah seorang positivis. Versi positivisme khusus Marx dinamai ‘materialisme sejarah’. Positivisme-nya bersifat historis, dalam arti bahwa generalisasi-generalisasi ilmiah yang ingin ia tetapkan adalah mengenai arus sejarah manusia. Sejarah ia percayai sebagai proses evolusi di mana masyarakat melampaui berbagai tahap, masing-masing tahap menghancurkan dan setelahnya membangun di atas tahap sebelumnya. Marx menganggap bahwa mungkin meng-identifikasi-kan langkah-langkah evolusioner ini dan menjelaskan mengapa masyarakat melewati berbagai tahapnya.

Teori Marx tentang Manusia
Marx mengemukakan gagasan bahwa manusia tidak memiliki kodrat yang persis dan tetap dan ini merupakan pendekatan holistis-nya terhadap penjelasan sosial. Tindakan-tindakan, sikap-sikap dan kepercayaan-kepercayaan individu tergantung pada hubungan-hubungan sosialnya dan hubungan sosialnya tergantung pada situasi kelasnya dan struktur ekonomis masyarakatnya. Oleh karena itu, kodrat manusia bersifat sosial dalam arti bahwa manusia tak memiliki kodrat lepas dari apa yang diberikan oleh posisi sosialnya.

Teori Marx tentang Masyarakat
Dalam teori tentang masyarakat ini, Marx menyebut bahwa masyarakat ibarat sebuah kekuatan produksi. Dengan melihat kemampuan dan potensi manusia, ia menyimpulkan bahwa manusia merupakan suatu sumber tenaga untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.

Implikasi-Implikasi Praktis
Ilmplikasi-implikasi teori Marx tentang masyarakat pada dasarnya berhubungan sebab-akibat. Dengan menelanjangi mekanisme-mekanisme yang berlangsung di dalam ekonomi kapitalis Marx merasa mampu meramalkan keruntuhannya yang segera menyonsong. Selain itu, dilihat dari teorinya tentang produksi pabrik dan stabilitas sistem yang ada di dalamnya, maka dapat ditemukan bahwa ilmplikasi Marx juga merujuk pada revolusi proktarial.

Penilaian dan Kritik terhadap Marx
Teori Marxian kadang-kadang dikatakan tidak konsisten di dalam dirinya sendiri. Marx tidak berpikir bahwa sebab-sebab material dari tingkah-laku sosial melampaui kesadaran manusia. Ketidak konsisten-an dikatakan terjadi dalam kritik Marx atas moralitas sebagai ungkapan dari kepentingan-kepentingan kelas yang disembunyikan sebagai patokan-patokan hak yang bersifat universal dan dipakai oleh kelas-kelas lain sebagai hasil dari kesadaran palsu. Kelemahan Marx sebagai seorang filsuf moral barangkali adalah dia relatif kurang memberi persetujuan evaluatif mengenai prioritas moral dari kedamaian, kemakmuran, harmoni sosial dan kerja kreatif.

EMILE DURKHEIM  (Teori Konsensus)

Landasan Teori
Durkheim mengajukan pengakuan untuk gagasan sebuah ilmu pengetahuan tentang masyarakat yang bisa meyumbangkan pemecahan atas masalah-masalah moral dan intelektual masyarakat. Dia berusaha menjadikan pandangan ini sebuah kenyataan di dalam studi-studi pokok mengenai hakikat solidaritas sosial.

Pendekatan Durkheim
Dukheim dipengaruhi oleh Aguste Comte yang adalah perintis paham positisme. Filsafat positif, berakar kuat dalam kekaguman Durkheim. Sehingga ia menerapkan metode tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip keteraturan dan perubahan di dalam masyarakat, sehingga menghasilkan sebuah susunan pengetahuan baru yang bisa dipakai untuk mengorganisasikan masyarakat demi perbaikan umat manusia. Pendekatan ilmiah dan rasionalis, yang dikombinasikan dengan sebuah perspektif sejarah.

Teori Durkheim tentang Manusia
Durkheim berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang jelas bersifat manusiawi –seperti bahasa, moralitas, agama dan kegiatan ekonomi. Memang persis karena tekanan Durkheim bahwa betapa sedikitnya individu sebagai bahan mentah yang dapat dibentuk oleh pengaruh kehidupan kelompok dapat melampaui masyarakat. Durkheim memandang kodrat manusia sebagai sebuah abstraksi yang hampir total dari tingkah-laku manusia-manusia aktual dalam situasi-situasi rel.

Teori Durkheim tentang Masyarakat
Bagi Durkheim, masyarakat adalah sebuah tatanan moral, yaitu seperangkat tuntutan normatif lebih dengan kenyataan ideal daripada kenyataan material, yang ada dalam kesadaran individu dan meski demikian dalam cara tertentu berada di luar individu. Durkheim membagi dua konsep yang berhubungan tentang kenyataan sosial dalam masyarakat, yaitu: gambaran kolektif dan kesadaran kolektif. Gambaran kolektif adalah simbol-simbol yang memiliki makna yang sama bagi semua anggota dalam masyarakat. Sedangkan kesadaran kolektif adalah gagasan yang dimiliki bersama dalam sebuah masyarakat.

Implikasi-Implikasi Praktis
Telaah Durkheim terhadap tatanan sosial dan khususnya dengan disintegrasi masyarakat-masyarakat yang bercirikan pembagian kerja yang dipaksakan dilukiskan dengan pandangannya dalam Suicide tentang apa yang terjadi kalau kekuatan penata masyarakat hancur. Implikasi praktis dari Suicide searah dengan Division of Labour di mana ia persis mencapai kesimpulan yang sama mengenai kebutuhan akan penataan organis untuk membendung anomie.

Penilaian dan Kritis terhadap Durkheim
Durkheim merangsang penilaian kritis tidak semata-mata sebagai seorang filsuf yang merekomendasikan sebuah pendekatan metodologis khusus terhadap studi sosial, tetapi juga menurut standar-standar khusus terhadap studi sosial, tetapi juga menurut standar-standar empiris yang ditemukannya sendiri. sebagai seorang empiris praktis dia tak bisa menutup bahannya terhadap prosedur-prosedur pengujian ilmiah.

MAX WEBBER (Teori Tindakan)

Landasan Teori
Bagi Webber ciri yang mencolok dari hubungan-hubungan sosial adalah kenyataan bahwa hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi mereka yang mengambil bagi di dalamnya. Dia percaya bahwa kompleks hubungan-hubungan sosial yang menyusun sebuah masyarakat dapat dimengerti hanya dengan mencapai sebuah pemahaman mengenai segi-segi subjektif dari kegiatan-kegiatan antarpribadi dari para anggota masyarakat itu. Oleh karena itu, melalui analisis atas berbagai macam tindakan manusia lah, kita memperoleh pengetahuan mengenai ciri dan keanekaragaman masyarakat manusia.

Pendekatan Webber
Webber mendefinisikan sosiologi sebagai sebuah ilmu yang mengusahakan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan cara itu dapat menghasilkan sebuah penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya. Webber membedakan tindakan dari tingkah laku pada umumnya dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna subjektif untuk orang yang bersangkutan. Ini menunjukkan bahwa seorang pelaku memiliki sebuah kesadaran akan apa yang ia lakukan yang bisa dianalisis menurut maksud-maksud, motif-motif dan perasaan-perasaan sebagaimana mereka alami.

Teori Webber tentang Manusia.

Teori Weber tentang manusia didasarkan pada penciriannya ada empat jenis tindakan manusia yaitu: tindakan rasional tujuan, rasional nilai, tindakan emosional, dan tindakan tradisional. Keempat tindakan ini merupakan cara para individu memaknai tindakannya. Oleh karena itu manusia adalah suatu makhluk religius dalam arti bahwa bahkan kegiatan-kegiatan ekonomisnya mengandaikan pandangan dunia umum tertentu yang ia pakai untuk membuat kehidupan dapat dipahami.

Teori Webber tentang Masyarakat
Analisis Webber tentang masyarakat dapat diambil dari gagasan idealnya tentang tindakan individual. Setiap individu yang berusaha mewujudkan kehendaknya akan mengalami bentrokan dalam realisasi tindakannya. Sehingga sebagai keseluruhan dari individu tadi masyarakat adalah sebuah keseimbangan yang kompleks dari kelompok-kelompok yang bertentangan.

Implikasi-Implikasi Praktis
Webber mengusahakan penelusuran perkembangan kapitalisme modern melalui pengaruh gagasan-gagasan religius, pandangannya mengenai rutinisasi kharisma, pemusatan dirinya pada tipe ideal organisasi birokratis rasional yang khas bagi negara-negara kapitalis modern.

Kritik dan Penilaian terhadap Webber

Kritik evaluatif atas Webber cenderung berpusat pada tuduhan bahwa dengan menekankan peranan nilai-nilai yang sangat relativistis dari asal-usul kharismatis, ia membuka jalan untuk gerakan-gerakan yang khas politis modern, seperti fasisme, yang menyebarkaluaskan organisasi efisien yang menyebarkan ciri-ciri irasional.

ALFRED SCHUTZ (Pendekatan Fenomenologi)

Landasan Teori
Analisis-analisis Schutz bersifat radikal dalam arti menolak banyak pengandaian ortodoksi ‘fungsionalisme-struktural’ yang berkuasa, cap yang diberikan kepada sintesis Talcott Parsons atas organisme Durkheim dan teori tindakan sosial Weber.

Pendekatan Schutz
Schutz memakai apa yang ia anggap sebagai piranti-piranti filsafat fenomenologis Edmund Husserl. Metode ini adalah memeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah individu, yakni pengalaman-pengalamannya mengenai fenomena atau penampakan-penampakan sebagaimana terjadi dalam apa yang kadang disebut ‘arus kesadaran’.

Teori Schutz tentang Manusia
Schutz meletakkan hakikat kondisi manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak dan mengambil sikap terhadap ‘dunia-kehidupan’ sehari-hari. Baginya, inilah sebuah dunia kegiatan praktis.

Teori Schutz tentang Masyarakat
Sebuah masyarakat adalah sebuah komunitas linguistik. Masyarakat berada melalui simbol-simbol timbal-balik. Oleh karena itu kesadaraan sehari-hari adalah kesadaran sosial atau kesadaran yang diwariskan secara sosial mengenai masyarakat. Dinia-kehidupan individu lalu merupakan sebuah dunia ‘inter-subjektif’ dengan makna-makna bersama dan rasa ketermasukan ke dalam sebuah kelompok.

Implikasi-Implikasi Praktis
Implikasi-implikasi idelisme praktis Schutz terutama adalah pada tingkah-laku penyelidikan sosiologis yang, bagi Schutz, bukanlah sebuah bidang keprihatinan praktis langsung. Tetapi pendekatan Schutz yang lebih bersahaja dan klaim terbatas yang dibuatnya untuk kesahihan metode sosiologis memiliki implikasi-implikasinya sendiri bagi pemahaman kita tentang diri kita sendiri.

Kritik dan Penilaian Terhadap Schutz
Dalam teori Schutz tidak ditemukan pemikiran mengenai kesamaan situasi-situasi, melainkan pusat perhatiannya adalah menemukan perbedaan-perbedaan yang ada di antara makna-makna dalam konteks-konteks yang berbeda. Teori Schutz yang dikembangkan terlalu cepat bergerak dari soal yang jelas bahwa hubungan-hubungan sosial yang jauh dari kesimpulan yang jelas bahwa kenyataan gagasan-gagasan ini sama sekali tergantung pada apa yang mungkin dipikirkan manusia.

Sumber Utama : Resume Buku 7 Teori Sosial dan web:www.indoforum.org/showthread.php?t=113595

MAKALAH

FENOMENA PENINGKATAN CYBERSEX MENGGUNAKAN APLIKASI PROGRAM INTERNET

URGENSI KAJIAN CYBERSEX DALAM PERMASALAHAN SOSIAL AKTUAL

Pesatnya perkembangan teknologi di masyarakat berkorelasi dengan adanya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Komsumtivisme masyarakat meningkat tajam dengan hadirnya berbagai layananan teknologi yang mempermudah masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Masyarakat kini tidak saja disatukan dalam satu kesatuan wilayah nasional, namun saat ini masyarakat sudah disatukan dalam satu kawasan yang lebih luas lagi yaitu wilayah internasional. Masyarakat saat ini tidak perlu khawatir untuk berkomunikasi dengan keluarganya di negara lain karena telah ada layanan handphone maupun internet yang dapat berkomunikasi secara langsung dengan penggunanya. Masyarakat saat ini dapat mengakses berbagai informasi sampai pada detail data dengan menggunakan teknik searching di internet sehingga menjadi semakin cerdas memperoleh ilmu tanpa terbatas pada usia, tempat maupun waktu.

Internet tidak hanya sebatas pada aspek perangkat keras berupa seperangkat komputer, namun merupakan peralatan yang saling berhubungan satu sama lain dan memiliki kemampuan untuk mengirimkan data, baik berupa teks, pesan, grafis, maupun suara. Kemampuan internet tersebut dapat diinterpretasikan bahwa internet merupakan suatu jaringan komputer yang saling terkoneksi dengan jaringan lainnya ke seluruh penjuru dunia (Munir, 2010: 195).

Kemudahan-kemudahan yang telah disediakan oleh layanan internet kepada masyarakat pada satu sisi ternyata dapat digunakan oleh masyarakat dalam bentuk aktivitas negatif, sehingga menimbulkan permasalahan sosial di masyarakat. Kemajuan di bidang teknologi memang akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan (Soerjono Soekanto, 2005: 87), sehingga kehadiran internet dapat mengubah budaya dan kondisi sosial di masyarakat secara keseluruhan.

Kehadiran internet menjadikan masyarakat Indonesia banyak yang mengkonsumsi pornografi di usia dini. Kejahatan melalui internetpun saat ini bukan lagi melanda dalam satu wilayah, namun dapat dilakukan antar negara sehingga memerlukan kerjasama internasional dalam menanganinya. Dampak lain yang dapat dirasakan adalah penggunaan media internet yang bersingungan dengan beberapa tindak pidana seperti pencemaran nama baik, perjudian, pembobolan rekening, perusakan jaringan, penyerangan melalui virus dan sebagainya (Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2005: 5).

Indonesia merupakan negara yang rendah jumlah penguasaan teknologi internet, namun ternyata Indonesia justru merupakan negara kedua terbesar yang melakukan kejahatan internet setelah Ukraina hal ini disinyalir dari laporan Federasi Bureau of Investigation (FBI). Yogyakarta merupakan kota pertama tertinggi melakukan kejahatan internet (cyber crime) setelah itu kota kedua adalah Bandung (Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005: 127).

Penyimpangan penggunaan teknologi internet secara mikro ternyata dapat membuat sebuah komunitas baru yang hanya diketahui oleh masyarakat yang memahami tentang penggunaan teknologi internet. Cybersex merupakan salah satu istilah yang muncul untuk mewakili masyarakat yang gemar melakukan sex dengan menggunakan internet. Penggunaan aplikasi program internet untuk melakukan cybersex banyak macamnya, baik untuk transaksi sex, hedonisme sex, maupun membangun komunitas baru yang anggotanya terdiri dari masyarakat mempunyai kecenderungan sex yang sama (gay, lesbi, bisex, penyiksaan sex dan sebagainya).

Banyaknya permasalahan penggunaan internet sebagai media cybersex guna membatasi lingkup bahasan maka dalam wacana ini hanya akan dibahas tentang cybersex dengan menggunakan program aplikasi internet khususnya menggunakan moo Internet Relay Chat (mIRC), Yahoo Messenger (YM), yang didukung oleh Facebook, dan Debut. Bahasan akan berkisar masalah fenomena meningkatkanya kasus pornografi di internet yang dilakukan oleh masyarakat.

Bahasan tentang cybersex dengan menggunakan aplikasi program internet menjadi penting karena didasari oleh permasalahan (1) semakin maraknya kasus-kasus pornografi melalui media internet; (2) banyaknya jumlah video porno yang direkam dengan menggunakan program aplikasi internet yang dilakukan oleh masyarakat; (3) merebaknya penyakit seksual di masyarakat karena adanya sex bebas; serta (4) terancamnya generasi mudah karena dari degradasi moral.

CYBERSEX: PERMASALAHAN AKTUAL MASYARAKAT YANG BELUM TERUNGKAP

Cyber berasal dari kata cybernetics merupakan suatu bidang ilmu yang merupakan perpaduan antara robotik, matematika, elektro dan psikologi yang dikembangkan oleh Norbert Wiener di tahun 1948 (Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2005: 6). Bila cyber dihubungkan dengan sex maka pemahaman tersebut bergeser, yaitu hubungan erotik yang terjadi di alam maya (Kasandra, 2010: 1).

Cybersex merupakan sebuah permasalahan yang spesifik dan belum dipahami oleh masyarakat secara luas. Penyimpangan seksual tersebut menjadi sangat ekslusif, karena hanya diketahui oleh sebagian kecil masyarakat yang memahami tentang teknologi internet. Cybersex yaitu kondisi masyarakat yang menggunakan internet untuk melakukan berbagai aktivitas sexual. Perlilaku sexual yang sering dilakukan di internet antara lain transaksi seksual, freesex, melakukan sex melalui internet, berkumpulnya komunitas penyimpangan sex, melakukan perekaman aktivitas dan sebagainya.

Para pengguna Internet akan mengalami kecanduan cybersex melalui beberapa tahap. Pertama kecanduan, pengguna cybersex awalnya sebatas tertarik terhadap materi-materi pornografi. Lama kelamaan, ingin mendapat lebih banyak materi pornografi lainnya. Kedua eskalasi, seiring dengan waktu, untuk memuaskan kebutuhan seks pecandu cybersex akan mencari materi seks yang lebih hot. Akibat dari kecanduan adalah hidup menjadi tidak produktif. Para pecandu cybersex bisa merasa tidak berdaya untuk meninggalkan perilaku konsumtifnya. Hal ini membuat kehidupan mereka menjadi tidak teratur. Pada tahap lebih fatal, pecandu cybersex lebih senang masturbasi dengan komputer dibandingkan dengan berhubungan seksual nyata. Pada kondisi tertentu ingin merealisasikan seks maya ke dunia nyata (Kasandra, 2010: 3).

Cybersex, merupakan bagian dari penyakit masyarakat yang dapat merusak generasi muda melalui aktivitas sex bebas. Penanganan masalah cybersex mempunyai kendala tersendiri karena aktivitas sex tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, menggunakan teknologi internet mempunyai wilayah internasional, dan belum kuat dasar hukumnya. Batasan-batasans tentang cybersex juga belum jelas, apakah seseorang dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam konstitusi.

Cybersex merupakan salah satu bagian dari kejahatan karena tiap perbuatan yang bersifat tidak susila, melanggar norma, mengacaukan, dan banyak menimbulkan banyak ketidaktenangan dalam kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat berhak untuk mencela, mereaksi atau mengatakan penolakan atas perbuatan itu (Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005: vii).

Para pengguna internet untuk melakukan cybersex disinyalir semakin lama akan semakin meluas. Hal tersebut disebabkan para pelaku cybersex selalu mengajak orang lain untuk melakukan masuk ke cybersex melalui channel-channel umum seperti channel lokal. Channel cybersex juga akan memberi komunitas kepada orang-orang yang memang mempunyai kecenderungan melakukan cybersex untuk menemukan komunitasnya di internet sehingga hasratnya dapat terlampiaskan.

Penggunaan cybersex tentu saja akan menyebabkan pelaku freesex semakin meningkat. Hal lain yang akan muncul adalah banyaknya kasus-kasus aborsi, merebaknya penyakit kelamin, dan munculnya berbagai video porno di internet. Merebaknya video porno di internet yang dilakukan oleh orang Indonesia asli tentu saja menjadi fenomena baru dan bersinggungan dengan hukum. Memang diakui bahwa teknologi telah mengubah pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat (Syamsul Muarif, 2004: 3).

DISIMPLEMENTASI PROGRAM APLIKASI INTERNET DALAM CYBERSEX

Cybersex banyak menggunakan program-program umum yang dapat dipelajari dengan mudah oleh penggunanya. Program aplikasi komputer tersebut sebenarnya bukan diperuntukkan bagi masyarakat yang suka melakukan cybersex, namun program aplikasi tersebut dapat mendukung kelancaran masyarakat untuk melakukan cybersex. Program aplikasi tersebut antara lain:

1. Moo Internet Relay Chatt (mIRC)

mIRC merupakan singkatan dari moo Internet Relay Chat. Program ini banyak digunakan untuk berkomunikasi dengan pengguna komputer yang lainnya dengan bahasa tulisan. Program mIRC dapat didownload melalui internet dan dapat digunakan untuk berkomunikasi secara luas baik di dalam negeri maupun di luar negeri. mIRC sering disebut dengan chatting. Program ini sangat familier digunakan oleh berbagai kalangan baik siswa, mahasiswa maupun masyarakat karena penggunaannya yang mudah.

2. Facebook

Facebook merupakan salah satu program yang digunakan oleh masyarakat untuk mengenal satu-sama lain dengan cara melihat foto, identitas, saling mengomentari, saling berkomunikasi bahkan mengirimkan video. Facebook merupakan salah satu program aplikasi internet yang terkenal karena tidak memerlukan pengguasaan teknologi secara keahlian. Facebook mudah dibuat dan dijalakan sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk menggunakannya.

3. Yahoo Messenger (YM)

Yahoo Messenger fungsinya hampir sama dengan mIRC, namun dalam Yahoo Messenger pengguna berkomunikasi dalam jumlah terbatas karena setiap pengguna harus mengetahui kode (id) orang lain. Kelebihan dari progam Yahoo Messenger adalah pengguna dapat melihat langsung wajah orang lain dengan mengggunakan kamera (webcam) dan dapat berkomunikasi langsung dengan audio.

4. Debut

Debut merupakan salah satu program yang digunakan untuk merekam tampilan di monitor maupun  perekaman dari web cam. Segala proses yang berhubungan dengan proses yang ada di monitor dapat terekam secara maksimal dengan dukungan audio. Program ini merupakan program aplikasi yang tidak memerlukan jumlah kapasitas yang besar karena merupakan program aplikasi yang dapat dicopy di flasdisk.

PROSES CYBERSEX DI INTERNET

Pornografi di internet bukan suatu hal yang baru di Indonesia. Sejak kehadiran internet di Indonesia, banyak masyarakat kemudian mulai mengkonsumsi pornografi. Banyak situs-situs porno tidak dapat lagi dapat dibendung masuk di Indonesia. Apabila jaman dahulu orang jarang dapat melihat foto orang bugil, namun kini dalam hitungan menit orang dapat mengkoleksi foto dan film porno menggunakan media internet.

Keinginan untuk melihat gambar dan video porno tidak hanya konsumsi orang dewasa, anak-anak kini sangat mudah untuk mendapatkan foto dan video tersebut. Laptop maupun flashdisk yang dibawa oleh remaja maupun anak-anak kadang menyimpan foto dan video porno. Pornografi di internet kini bukan suatu pembicaraan yang tabu lagi, karena fenomena pornografi di internet sudah menggeser budaya Indonesia yang santu dan penuh dengan ajaran-ajaran moral.

Pencarian foto dan video porno melalui fasilitas searching engine merupakan hal yang biasa, karena terdapat hal yang lebih parah lagi yaitu aplikasi internet digunakan sebagai pemuas hasrat seks dengan istilah cybersex. Anak-anak muda maupun orang tua mulai menggemari melakukan seks dengan menggunakan program internet, baik untuk transaksi, hedonisme maupun untuk membangun komunitas seks yang menyimpang. Beberapa masyarakatpun tidak menyadari bahwa kegiatan seks yang dilakukan dapat terekam di webcam dan dapat dipublikasikan di internet. Saat inipun banyak sekali video-video baik sengaja maupun tidak sengaja terekam di camera dan menyebar di berbagai tempat.

Semakin canggih seseorang menguasai program-program internet, semakin leluasa melakukan berbagai cara untuk mendapatkan gambar dan video porno yang sengaja direkam dan dipublikasikan. Apabila hal tersebut terus berlangsung, maka video-video dan gambar-gambar porno masyarakat Indonesia banyak beredar di internet dan menjadi konsumsi pada tingkat internasional sehingga membuat citra bangsa Indonesia menurun.

Berdasarkan hasil observasi, ternyata perekaman video porno di internet secara tersembunyi mudah dilakukan di internet. Program yang sering digunakan adalah menggunakan program Debut. Program ini dapat merekam segala aktivitas masyarakat, baik menggunakan media internet atau merekam secara langsung. Hasil dari perekaman tersebut tidaklah mengecewakan, karena didukung oleh teknologi webcam yang standar.

Pelaku cybersex pada awalnya menggunakan program mIRC untuk berkomunikasi secara langsung dengan bahasa tulisan. Dalam program mIRC banyak sekali komunitas atau channel yang khusus diperuntukkan bagi masyarakat yang gemar melakukan cybersex dengan demikian mereka lebih leluasa untuk memilih pasangan untuk melakukan freesex. Saluran komunikasi yang ada di mIRC banyak ragamnya, sehingga akan memudahkan masyarakat untuk memilih tipikal kecenderungan seksual yang diinginkannya.

Komunikasi yang dilakukan dengan program mIRC biasanya berkisar tentang data diri, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan aplikasi Facebook atau Friendster untuk dapat melihat langsung wajah dari lawan bicaranya. Apabila saat melihat foto yang dipasang di Facebook orang tersebut saling adanya ketertarikan, maka mereka akan bertemu dan melakukan freesex.

Program yang lebih canggih lagi dengan menggunakan Yahoo Messenger untuk berkomunikasi dengan orang lain. Program Yahoo Messenger digunakan oleh para pencinta cybersex dengan melihat langsung orang lain dengan menggunakan webcam. Apabila dua orang sedang berkomunikasi dengan Yahoo Messenger maka keduanya dapat melihat secara langsung lawan bicaranya menggunakan webcam. Hal inilah yang sering digunakan para pencinta cybersex untuk melakukan hedonisme seks dengan melihat kamera dalam laptopnya.

Cybersex yang dilakukan oleh dua orang atau lebih biasanya dengan memperlihatkan alat vital, dan merangsangnya sehingga terjadi puncak seksual. Cybersex dengan menggunakan aplikasi internet, tidak saja dilakukan pada malam hari, namun juga di pagi dan di siang hari. Pelaku dapat memanfaatkan webcam yang disediakan di warung internet atau menggunakan laptop pribadi untuk melihat pasangan seksnya.

Pelaku cybersex dengan merangsang dirinya dalam permasalahan seks, kadang tidak sadar bahwa aktivitasnya bertelanjang, merangsang alat vitalnya serta aktivitas lainnya dapat terekam di webcam menjadi video mesum. Ketidaksadaran masyarakat tersebut karena masyarakat kurang menguasai materi dan ketidaksadaran dari masyarakat bahwa aktivitasnya dapat terekam di webcam.

DAMPAK PENYIMPANGAN PENGGUNAAN APLIKASI PROGRAM INTERNET TERHADAP KASUS PORNOGRAFI

Penggunaan aplikasi program internet khususnya mIRC, Yahoo Messenger, Facebook dan Debut, merupakan rangkaian dari program-program yang mengarah pada pornografi di internet. Banyak akibat yang dapat dirasakan oleh masyarakat maupun secara individu yaitu:

1.    Maraknya penggunaan aplikasi internet yang berbau pornografi baik pada tingkat anak-anak sampai dengan orang dewasa. Masyarakat akan lebih mudah untuk mendapatkan gambar-gambar pornografi yang jumlahnya berjuta-juta situs.

2.    Penggunaan aplikasi komputer dapat menyebabkan meningkatnya kasus freesex dalam artian kedua pasangan merasa puas melakukan seks tanpa adanya ikatan dan tanpa adanya pembayaran.

3.    Banyaknya bermunculan video porno karena sebagian masyarakat tidak sadar bahwa aktivitas cybersex (khususnya menggunakan Yahoo Messenger) karena aktivitas di internet dapat terekam secara jelas.

4.    Penyakit menular yang berhubungan dengan seks akan merebak karena pelaku cybersex dapat melakukan seks bebas setiap hari dan setiap waktu. Apabila mereka adalah para sexmania maka transaksi seks dapat terjadi setiap waktu. Apabila para sexmania merasa ingin melakukan seks maka dapat langsung berhubungan dengan channel di internet yang khusus menyediakan seks gratis.

5.    Turunnya tingkat moralitas para generasi muda, karena mereka banyak disuguhi pornografi di internet, bahkan ada beberapa orang yang telah masuk dalam cybersex masih SMP. Semakin lama dapat diprediksi para generasi muda telah mengenal seks sejak dini. Hal tersebut sukar untuk dihindari karena di satu sisi masyarakat membutuhkan internet untuk pembelajaran namun di sisi lain internet menyediakan pornografi dan cybersex.

WACANA AKHIR

Dalam wacana akhir ini dapat dipahami bahwa tidak dapat dipungkiri fenomena cybersex dengan menggunakan internet akan meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini disebabkan program-program internet semakin mendekatkan antara pengguna dengan pengguna, sehingga dapat berkomunikasi secara langsung dengan menggunakan video, audio dan teks. Para cybersex dengan leluasa menggunakan program-program tersebut untuk memuaskan hedonismenya.

Solusi dari permasalahan tersebut adalah perlu adanya batasan yang jelas melalui konstitusi untuk membendung para pelaku cybersex sehingga aktivitasnya terbatasi. Adanya sensor dengan sistem banned yaitu memutus hubungan langsung pelaku cybersex seperti yang dilakukan mIRC apabila disinyalir nick yang digunakan orang berbau pornografi. Perlunya sosialisasi kepada siswa, remaja dan masyarakat tentang bahaya dari cybersex bagi kelangsungan kehidupan serta turunnya moralitas bangsa.

 

PUSTAKA

Abdul Wahid dan Mohammad Labib. 2005. Kejahatan mayantara (cybercrime). Bandung: Refika Aditama.

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom. 2005. Cyber law aspek hukum teknologi informasi. Bandung: Refika Aditama.

Kasandra. 2010. Cyber sex, melepas libido seks di alam maya. (Online). (http://www.konseling.net/artikel_seks/libido_seks_alam_maya.htm, diakses tanggal 10 November 2010).

Munir. 2010. Kurikulum berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Soerjono Soekanto. 2005. Pokok-pokok sosiologi hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syamsul Muarif. 2004. Menunggu lahirnya cyber law. (Online). (http://www.cybernews.cbn.net.id, diakses tanggal 10 November 2010).


MATERI S2

RESUME: HUMANISASI PENDIDIK

(Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D)

I. KONSEPSI MORALITAS

Hill, mengidentifikasikan 4 konsepsi moralitas:

1.  Kepatuhan pada Hukum Moral

Yang terdiri dari 3 hal yaitu:

  1. Bidang moralitas berkisar pada tindakan manusia secara sukarela
  2. Tindakan tersebut selaras dengan keyakinan seseorang tenatang kewajiban yang diemban
  3. Kewajiban seseorang (yang benar dan baik) adalah yang tidak melanggar hukum, karena diatur oleh alam kehidupan manusia dalam masyarakat.

2.  Konformitas pada aturan Sosial

Cara manusia bertindak terhadap aturan-aturan sosial yang dipandang serius.

The morality of our time: sistem aturan untuk bertindak yang mengatur perilaku bersifat lokal.

3.  Otonomi Rasional dalam Hubungan Antarpribadi

Istilah moralitas merujuk pada bentuk wacana rasional tertentu dalam kehidupan manusia, digunakan untuk menentukan yang baik dan yang harus dikerjakan.

4.  Otonomi Eksistensial dalam Pilihan Seseorang

Mempertimbangkan persoalan pribadi dan menghargai keberadaan individu.

ALTERNATIF PENDIDIKAN NILAI

Pendidikan moral dapat disampaikan dalam bentuk metode langsung dan tidak langsung.

[]   Metode langsung: dimulai dengan menentukan perilaku yang dinilai baik, sebagai upaya indoktrinasi ajaran.

(Diskusi, ilustrasi, menghafal mengucapkan)

[]   Metode tidak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikan.

Indoktrinasi menghasilkan 2 kemungkinan:

1.  Nilai-nilai indoktrinasi diserap, bahkan dihafal, tetapi tidak terinternalisasi maupun diamalkan.

2.  Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari namun karena pengawasan pihak penguasa, bukan atas kesadaran diari sendiri.

KEPUTUSAN MORAL

[]   Kondisi saat subjek dapat menemukan alasan-alasan yang mendasari keputusa moral dengan mengembangkan kemampuan mengontrol tindakan, yaitu dengan mengidentifikasi alasan yang baik yang harus diterima dan alasan tidak baik yang harus ditolak atau diubah.

PEMIKIRAN MORAL

[]   Cara berpikir dengan mengembangkan dilema moral yaitu menuntut kemampuan subjek didik untuk mengambil keputusan dalam kondisi yang sangat dilematis.

TAHAP PEMIKIRAN MORAL

[]   Dari tingkat rendah yang berorientasi pada kepatuhan pada otoritas karena takut akan hukuman fisik ke tingkat orientasi pada pemenuhan keinginan pribadi, loyalitas kelompok, pelaksanaan tugas dalam masyarakat sesuai dengan peraturan, sampai mendukung kebenaran atau nilai-nilai hakiki yaitu kejujuran, keadilan, penghargaan ham dan kepedulian sosial.

TINDAKAN MORAL

[]   Hanya mungkin dicapai lewat kecerdasan emosional, spiritual dan pembiasaan.

ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF

[]   Komponen kognitif memungkinkan seseorang dapat menentukan pilihan moral secara tepat

[]   Komponen afektif menajamkan kepekaan hati nurani yang memberi dorongan untuk melakukan tindakan bermoral.

 

II. PENDEKATAN KLASIFIKASI NILAI

Pendekatan klasifikasi nilai digunakan untuk mengajarkan bentuk inkuiri nilai dengan proses

  1. Menghargai kepercayaan dan perilaku pribadi
  2. Memilih kepercayaan dan perilaku pribadi
  3. Bertindak sesuai dengan kepercayaan pribadi.

[]  Segi Positif

Seseorang menyadari kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain dan apa yang harus dianggap bernilai.

[]   Segi Negatif

  1. Tidak mampu menolong murid mengatasi pertentangan nilai.
  2. Klasifikasi nilai berimplikasi pada relativisme nilai, menganggap semua nilai sama.
  3. Guru menyedarhanakan kerumitan pendidikan moral, dan semau sendiri mengajarkan cara mengatasi pertentangan nilai

TEORI KOHLBERG

[] Cognitive-developmental theory of moralization

Kognisi (pikiran) dan afek (perasaan) berkembang secara hirarkhi dan keputusan moral merupakan proses perkembangan kognisi secara alami.

[]   Kesalahan pemikiran ahli psikologi

  1. Moral merupakan proses psikologi dan sosial
  2. Moralitas hasil pendidikan perasaan pada usia dini dan sedikit hubungan dengan cara berpikir rasional.
  3. Pemahaman moral harus dipelajari proses sosialisasi degan mematuhi aturan dan norma masyarakat

KONSEP KEPUTUSAN MORAL

Menurut Kohlberg:

[]   Moralitas bukan nilai-nilai yang diperoleh dari lingkungan sosial.

[]   Karena apabila seseorang menghadapi nilai-nilai yang bertentangan tidak mudah untuk memilih yang mana lingkungan sosial yang harus dianut

TAHAP PERKEMBANGAN MORAL

[]   Cara konsisten dalam bernalar untuk mengambil keputusan modal ketika menghadapi kondisi yang dilematis.

TAHAPAN HIERARKIS PERKEMBANGAN MORAL

–    Seseorang tidak mencapai tahap perkembangan moral tertentu tanpa lebih dahulu mencapai tahap perkembangan moral sebelumnya.

–    Siswa Jika seseorang meningkat ke tahap yang lebih tinggi, struktur berpikir pada tahap yang lebih tinggi terintegrasi kembali dengan struktur berpikir pada tahap yang lebih rendah.

WAWANCARA KEPUTUSAN (JUDGMENT) MORAL

[]   Seseorang dihadapkan pada dilema moral supaya muncul minatnya, lalu ditanya secara langsung bagiamana solusinya terhadap dilema tersebut dan mengapa mengambil keputusan seperti itu.

[]   Instrumen berisi 3 dilema hipotesis. Setiap dilema menghadapkan subjek pada sousi yang sulit dan harus memilih dua nilai yang bertentangan.

TAHAP-TAHAP KEPUTUSAN MORAL

Tingkat 1.  Prakonvensional

Tahap 1.   Moralitas Heteronomi

Taat pada hukuman karena takut dihukum dan ingin patuh.

Tahap 2.   Individualisme, Tujuan Instrumental dan Pertukaran

Mentaati peraturan sesuai dengan kepentingannya sendiri, kebutuhannya sendiri.

Tingkat 2. Konvensional

Tahap 3.   Harapan Bersama Antarpribadi, Hubungan dan Persesuaian Antarpribadi

Berbuat sesuai dengan orang-orang yang dekat dengan dirinya atau sesuai dengan harapan orang pada umumnya.

Tahap 4.   Melaksanakan tugas-tugas yang telah disetujui, hukum ditepati, kecuali dalam kasus yang ekstrim.

Tingkat 3. Pasca Konvensional

Tahap 5.   Kontrak Sosial dan Hak Milik dan Hak Individu

Menyadari bahwa masyarakat memiliki nilai dan pendapat.

Tahap 6.   Prinsip-prinsip Etis Universal

Mengikuti prinsip-prinsip etis pilihan pribadi. Bila undang-undang tidak valid maka orang akan mengikuti prinsip.

 

III. KARAKTERISTIK DAN KOMPETENSI AFEKTIF

KARAKTER AFEKTIF

[]   Yaitu kualitas yang menunjukkan cara-cara khusus dalam berpikir, bertindak dan merasakan dalam berbagai situasi.

[]   Kegiatan belajar dalam ranah afektif dapat diketahui dri tingkah lau murid yang menunjukkan adnaya kesenangan belajar. Perasaan, emosi, minat, sikap dan apresiasi positif menimbulkan tingkah laku yang konstruktif dalam diri pelajar.

KATEGORI KARAKTERISTIK

  1. Kognitif yang berhubungan dengan cara berpikir yang khas.
  2. Psikomotor yang berhubungan dengan cara berpikir yang khas.
  3. Karakteristik afektif, yaitu cara-cara yang khas dalam merasakan emosi.

KRITERIA KARAKTERISTIK AFEKTIF

  1. Harus melibatkan perasaan dan emosi seseorang
  2. Harus bersfiat khas
  3. Merupakan kritearia yang lebih spesifik, harus memiliki intensitas, arah dan terget.

HIERARKI KEBUTUHAN GRAVES

[]   Manusia memiliki tingkat-tingkat kebutuhan yang berbeda. Ada yang menunjukkan prilaku yang mengutamakan kebutuhan yang berada di tingat rendah maupun tinggi.

Teori Kebutuhan GravesTeori Kebutuhan MaslowKeterangan:

1. Kebutuhan Fisiologis

Kepuasan kebutuhan fisiologis (tempat tinggal, makanan, pakaian) biasanya berhubungan dengan uang.Fungsi sejumlah uang untuk memuaskan kebutuhan menjadi hilang jika seseorang meningkat dan mengutamakan kebutuhan fisiologi dan keselamatan ke hierarkii kebutuhan yang lebih tinggi.

2.  Kebutuhan Keamanan

Semua orang mengharapkan terhindar dari kecelakaan, perang, bencana alam, penyakit dan ketidakstabilan ekonomi.

3.  Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial biasanya sangat didominasi dalam kehidupan. Kebanyakan individu berhubungan dengan orang lain dan meras amenjadi anggota dan diterima dalam suatu kelompok sosial.

4.  Kebutuhan Harga Diri

Kebutuhan akan harga diri dapat berbentuk prestise dan kekuasaan. Prestise adalah suatu keadaan yang diharapkan dari orang lain dalam posisi tertentu. Kekuasaan merupakan sumber yang memungkinkan seseorang mempengaruhi orang lain.

5.  Kebutuhan Aktualisasi Diri

Dua motif yang berhubungan dengan aktualisasi diri adalah kompetensi dan capaian. Kompetensi adalah salah satu dasar tindakan dari mausia. Orang yang bermaksud mencapai sesuatu, lebih memperhatikan pada capaian pribadi daripada hadiah atas keberhasilannya.

TAHAP PERKEMBANGAN AFEKTIF

1.  Impersonal ; Pribadi yang tidak jelas

2.  Heteronomi; Pribadi yang jelas

3.  Antarpribadi; Pribadi-teman sejawat

4.  Psikologis-personal; Afek yang dapat dibedakan satu sama lain

5.  Pusat afek di sekitar konsep abstrak tentang otonomi diri dan orang lain

6.  Integritas; Pusat afek sekitar konsep abstrak inte4gritas diri dan orang lain.

PENEKANAN ASPEK AFEKTIF

[]   Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang dirasakan.

KOMPETENSI AFEKTIF ANAK

[]   Berwujud: sikap, nilai, kesadaran akan harga diri, motivasi, minat, dan sebagainya.

[]   Latar belakang murid: seks, umur, status sosial ekonomi, capaian belajar dan kepribadian.

[]   Suasana sekolah: guru, suasana kelas, materi kurikulum dan strategi instruksional.

KOMPETENSI AFEKTIF GURU

1.  Menunjukkan ketajamaman perhatian

2.  Menunjukkan sikap positif

3.  Menunjukkan keramahtamahan dan kegembiraan

4.  Dapat menjaga rahasia

5.  Mempraktekkan kerjasama

6.  Menunjukkan empati dan memahami kebutuhan murid.

7.  Menunjukkan empati dan memahami kebutuhan murid

8.  Mengakui kesalahan

9.  Menunjukkan keadilan

10. Menunjukkan kejujuran dan keikhlasan

11. Menunjukkan sifat rajin dan penuh inisiatif

12. Menunjukkan sifat kedudukan dan menerima ide-ide baru.

13. Menunjukkan pandangan yang optimistik

14. Menunjukkan kesadaran akan harga diri positif dan stabilitas

15. Menunjukkan sifat humor

16. Menunjukkan kesungguhan

17. Menunjukkan sifat bijaksana

18. Menunjukkan sifat toleran dan sabar

19. Menunjukkan pengaruh positif

20. Menunjukkan kemampuan memimpin

21. Responsif terhadap kebutuhan individual.

PENDIDIKAN NILAI

Komprehensif menyangkut pemahaman:

1.  Isi pendidikan nilai harus komprehensif, meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan nilai-nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai etika secara umum.

2.  Metode pendidikan nilai juga harus komprehensif. Termasuk di dalamnya inkulkasi (penanaman) nilai, pemberian teladan, dan menyiapkan generasi muda yang dapat mandiri.

3.  Pendidikan nilai hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan di kelas, dalam kegiatan ekstrakulikuler, dalam bimbingan dan penyuluhan, upacara, dan sebagainya.

PENDEKATAN PENDIDIKAN NILAI

1.  Realisasi Nilai

Semua pendekatan untuk menolong individu menentukan, menyadari, mengimplementasikan, bertindak dan mencapai nilai-nilai yang diyakini dalam kehidupan, termsduk pendekatan realisasi nilai.

2.  Pendidikan Watak

Tujuannya mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku.

3.  Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan nilai atau moral ditujukan untuk mengajarkan nilai-nilai yang menjadi dasar negara, yang menjadi dasr hukum dan politik.

4.  Pendidikan Moral

Pendidikan moral mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketrampilan dan perilaku yang baik, jujur penyayang yang dapat dinyatakan istilah bermoral.

PENDEKATAN KOMPREHENSIF

1.  Inkulkasi

Ciri-cirinya (1) mengkomunikasikan kepercayaan disertai alasan yang mendasarinya; (2) meperlakukan orang lain secara adil (3) menghargai pandangan orang lain; (4) mengemukakan keraegu-raguan atau permasalahan tidak percaya disertai dengan alasan dan dengan rasa hormat; (5) tidak sepenuhnya mengontrol lingkungan untuk meningkatkan kemungkinan penyampaian nilai-nilai yang dikehendaki dan mencegah kemungkinan penyampaian nilai-nilai yang atidk dikehendaki.

2.  Keteladanan Nilai

Dalam pendidikan nilai dan spiritualitas, pemodelan atau pemberian teladan merupakan strategi yang biasa digunakan baik guru maupun orang tua sebagai keteladanan.

3.  Fasilitasi

Fasilitasi melatih subjek didik mengatasi masalah-masalah tersebut. Kegiatan fasilitasi secara signifikan dapt meningkatkan hubungan pendidik dan subjek didik. Kegiatan fasilitasi menolong subjek didik memperjelas pemahaman.

4.  Pengembangan Ketrampilan Akademik dan Sosial

Ketrampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi secara jelas, menyimak, bertindak asertif dan menemukan resolusi konflik.

EVALUASI KOMPREHENSIF

Moral               Moral                Moral

Values ——> Values ——-> Value

Reasoning          Affect               Action

EVALUASI PENALARAN MORAL

Tujuan pendidiikan nilai yang berwujud perilaku yang diharapkan dapat tercapai. Subjek didik harus sudah memiliki kemampuan berpikir dalam permasalhan nilai sampai dapat membuat keputusan secara mandiri dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan.

3 TINGKAT PENALARAN PERMASALAHAN MORAL KOHLBERG

1.  Prakonvensional

Keyakinan bahwa benar berarti mengikuti aturan kongkret untuk menghindari hukuman penguasa. Perilaku yang benar adalah yang dapat memenuhi keinginan sendiri atau keinginan penguasa.

2.  Konvensional

Benar berarti memenuhi harapan masyarakat. Keinginan bertindak sesuai dengan harapan masyarakat mengarah seseorang untuk berperilaku yang baik. Pandangan sosial, loyalitas dan persetujuan oleh pihak lain merupakan perhatian utama orang yang penalarannya pada tingkat ini.

3.  Pascakonvensional

Kebenaran, nilai atau pirnsip-prinsip yang bersifat umum yang menjadi tanggungjawab, baik individu maupun masyarakat untuk mendukungnya.

EVALUASI KARAKTERISTIK AFEKTIF

[]   Dengan menggunakan tahap perkembangan afektif Dupon (lihat bab II) interpersonal, heteronomous, antarpribadi, psychological personal, autonomous, integritous.

[]   Dengan menggunakan pengukuran skala Likert atau Guttman dan semantic differential yang dikembangkan oleh Nuci.

Langkah Pembuatan Instrumen Linkert

1.  Membuat definisi operasional karakteristik yang akan diukur (misalnya sikap, nilai atau kesadaran akan harga diri)

2.  Menemukan indikatornya

3.  Menyusun sejumlah pernyataan/pertanyaan positif dan negatif yang seimbang dalam suatu kontinun mulai dari sangat setuju, sangat tidak setuju sampai tidak pernah.

EVALUASI PERILAKU

Perilaku moral (moral action) hanya mungkin dievaluasi secara akurat dengan melakukan observasi dalam jangka waktu yang relatif lama dan terus menerus.

 

ISTILAH-ISTILAH

Konsepsi moralitas naturalistik:  seseorang melakukan benar dan baik bila tidak melanggar hukum karena sudah diatur oleh manusia dalam masyarakat

The morality of our time: sistem aturan untuk bertindak yang mengatur perilaku bersifat lokal.

Emotivism: Kriteria yang dipakai dalam moral bukan berdasar pada kriteria logis, namun psikologis.

Formalisme: istilahmoralitas merujuk pada bentuk wacana rasional baik yang harus dikerjakan.

Self Directed : Manusia secara instrinsik baik hanya memerlukan dorongan agar ke jati diri tidak sekedar oleh lingkungan, tetapi harus bisa mengatur diri sendiri.

Voluntary action: Nilai moral yang pelaksanaannya harus bersifat sukarela.

To be in the color of his surrounding while retaining his own bent. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, tetapi tidak mengorbankan nilai-nilai posisif yang harus dipertahankan. Apabila kondisi lingkungan diwarnai kekejaman, penuh eksploitasi, subjek harus memiliki kemampuan mengatasinya dan memiliki semangat untuk memodifikasi tindakan.

Utilitarianism rational, yakni suatu keyakinan bahwa tugas dan kewajiban harus didasarkan pada atercapainya kebahagiaan bagi sebagian besar manusia. Dapat terjadi pertentangan antara kebenaran menurut hukum dan kebenaran secara moral, dalam hal ini penalar akan mempelajari cara mengatasinya.

MATERI S2

PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH

Kultur dapat diartikan sebagai kualitas internal-latar, lingkungan, suasana, rasa, sifat dan iklim yang dirasakan oleh seluruh orang. Kultur sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks persekolahan, sehingga kultur sekolah kurang lebih sama dengan kultur orgaisasi pendidikan. Kultur sekolah dapat diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai sebuah sekolah. Biasanya kultur sekolah ditampilkan dalam bentuk bagaimana kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya sehingga menjadi tradisi sekolah.

Kualitas kehidupan sebuah sekolah tergantung pada spirit dan nilai-nilai yang melandasinya. Oleh karena itu banyak pakar budya sekolah yang juga mendefinisikan kultur sekolah sebagai tradisi (bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya) yang dimiliki sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah.

Idealnya, setiap sekolah tentu memiliki spirit atau nilai-nilai tertentu, misalnya spirit dan nilai-nilai disiplin diri, tanggungjawab, kebersamaan, maupun keterbukaan. Spirit dan nilai-nilai tersebut akan mewarnai pembuatan struktur organisasi sekolah, penyusunan deskripsi tugas, sistem dan prosedur kerja sekolah, kebijakan dann aturan-aturan sekolah, dan tata tertib sekolah, hubungan vertikal maupun horizontal antar warga sekolah, acara-acara ritual. Kondisi tersebut akan membentuk kualitas kehidupan fisiologis maupun psikologis sekolah dan lebih lanjut akan membentuk perilaku, baik perilaku sekolah perilaku kelompok, maupun perilaku perorangan warga sekolah.

Kultur sekolah berpengaruh pada perilaku siswa. Perilaku siswa terbentuk pada dua faktor, pertama, karakteristik dan lingkungan siswa , baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial (masyarakat). Kualitas kehidupan atau tradisi sekolah terbentuk oleh segala kebijakan, struktur, latar fisik, suasana, hubungan formal, maupun informal, dan sistem sekolah. Secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh spirit atau nilai-nilai yang dianut oleh sekolah.    Dalam konsep psikolog perilaku tidak sekedar dalam bentuk psikomotor, melainkan juga aspek afektif dan kogntif. Secara rinci perilaku siswa mencakup, sikap, minat, persepsi, motivasi,  pemikiran, ketrampilan dan kepribadian.

Sikap, minat, persepsi, motivasi pemikiran dan kepribadian merupakan perilaku yang tidak tampak (intangible behavior) sedangkan ketrampilann secara keseluruhan disebut dengan perilaku yang tampak (tangible behavior), dan secara keseluruhan disebut dengan perilaku individu siswa. Perilaku siswa dipengaruhi oleh kultur sekolah, sehingga pembentukan perilaku siswa dapat dilakukan seara maksimal hanya melalui adanya kultur sekolah yang baik.

 

Pengembangan Kultur Sekolah

Kepala sekolah, guru dan seluruh stakeholder dituntut untuk menciptakan kultur sekolah yang betul-betul kondusif sehingga sekolah menjadi lembaga penyemayaman bagi tumbuh dan berkembangnya kecakapan hidup. Proses pengembangan kultur sekolah dapat dilakukan melalui tiga tataran yaitu (1) pengembangan pada tataran spirit dan nilai-nilai; (2) pengembangan pada tataran teknis; dan (3) pengembangan pada tataran sosial.

 

Tataran pertama, proses pengembangan kultur sekolah dapat dimulai dengan pengembangan pada tataran spirit dan nilai-nilai, yaitu dengan cara mengidentifikasi berbagai spirit dan nilai-nilai. Kultur sekolah bersumber dari spirit dan kualitas nilai-nilai yang dianut oleh sekolah. Tidak ada pengembangan kultur sekolah yang sistematik tanpa identifikasi berbagai spirit dann nilai-nilai yang dapat dijadikan landasan.

Terdapat dua belas spirit dan nilai-nilai di atas yang harus menjadi sumber kualitas kehidupan sekolahh dalam rangka menumbuhembangkan kecakapan hidup siswa, yaitu spirit dan nilai-nilai: keimanan dan ketakwaan,  kejujuran, keterbukaan, semangat hidup, menyadari diri sediri dan keberadaan orang lain, menghargai orang lain, menghargai orang lain, persatuan dan kesatuan, bersikap dan prasangka positif, disiplin diri; tanggungjawab dan kebersamaan.

 

Tatatan Kedua, proses pengembangan kultur sekolah adalah pengembangan tataran teknis. Pengembangan sekolah bersama stakeholder telah berhasil mengidentifikasi spirit dan nilai-nilai, yaitu dengan cara mengembangkan berbagai prosedur kerja manajemen, saraa manajemen, kebiasaan kerja berbasis sekolah yang betul-betul merefleksikan spirit dan nilai-nilai yang akan dibudayakan di sekolah.

 

Tataran Ketiga, proses pengembangan kultur sekolah adalah pengembangan tataran sosial. Pengembangan tataran sosial dalam konteks pengembangan kultur sekolah adalah proses implementasi dan institusional Pengembangan kultur sekolah tidak akan cukup sekedar melalui teridentifikasinya spirit dan nilai-nilai, juga tidak cukup sekedar dengan cara kepala sekolah engeluarkan berbagai kebijakan atau aturan teknis, namun lebih jauh dari itu yaitu bagaimana seluruh kebijakan dan aturan teknis yang dikembangkan berdasarkan spirit dan nilai-nilai tertentu disosialisasikan diamalkan dan secara kontinyu diinstitusionnaisasikan sehingga menjadi suatu kebiasaan di sekolah dan di luar sekolah.

 

Sumber: Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Umum. 2002. Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Umum

MATERI S2

MATERI: NARKOBA

A. Pengertian Narkoba

Narkoba (Narkotika, Psikotropika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya) adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik dan psikologis.

Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian narkoba yang bukan bertujuan untuk pengobatan atau tanpa pengawasan dokter. Penyalahgunaan narkoba juga disebabkan karena penggunaan terus menerus, menyebabkan ketergantungan, dan menimbulkan gangguan fisik, mental serta sosial.

 

B. Macam-Macam Narkoba

1.  Narkotika

Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atas perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Contohnya: Heroin, Kokain, ganja, dan sebagainya

2.  Psikotropika

Zat atau obat baik alaiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Contohnya: Ekstasi, Fenobarbital, Funitrazepam dan sebagainya.

3.  Alkohol

Minuman beralkohol yang mengandung ethanol (ethyl alcohol). Contohnya : bir, whisky, vodka, arak dan sebagainya.

4.  Zat Adiktif

Yang termasuk zat adiktif adalah inhalansia, misalnya lem, aceton, ether, premix, dan sebagainya.

 

C.  Dampak Peggunaan Narkoba

1. Dimensi Kesehatan

  • Penyalahgunaan narkoba merusak kesehatan manusia baik secara jasmani, mental maupun emosional.
  • Penyalahgunaan narkoba merusak susunan syaraf pusat, hati, jantung, ginjal, paru-paru, usus dan sebagainya.
  • Penyalahgunaan narkoba menimbulkan gangguan pada daya ingat, perasaan, persepsi dan kendali diri.
  • Penyalahgunaan narkoba merusak sistem reproduksi yaitu produksi sperma menurun, penurunan hormon testosteron, kerusakan kromosom, kelainan sex, keguguran dan lain-lain.
  • Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan penyakit AIDS melalui pemakaian bersama jarum suntik, jika yang bersangkutan mengidap penyakit AIDS.

Contoh dampak penggunaan Narkoba tertentu:

  • Heroin mengakibatkan infeksi akibat penyuntikan, infeksi pada jantung, gangguan fungsi hati, hepatitis B, gangguan pencernakan, gangguan menstruasi, dan impotensi pada laki-laki.
  • Ecstasy mengakibatkan denyut nadi kencang, tekanan darah meningkat, kelainan jantung, kekurangan cairan sampai pinsan, badan panas, kejang, kurang nafsu makan.
  • Kokain menimbulkan perforasi (terjadinya lubang) pada sekat hidung, koreng pada hidung, ganggua paru, paru basah. Gangguan pada jantung dapat menyebabkan kerusakan otot jantung dan kelainan katub jantung.
  • Ganja dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, bronchitis, hipertensi, denyut jantung yang tidak teratur, kerusakan jaringan otot pada sistem limbik, dan gangguan fungsi hormonal.
  • Penggunaan Alkohol dapat menyebabkan kerusakan sel hati, gangguan pencernakan, kekurangan oksigen, hipertensi, anemia, penurunan hormon seksual, gangguan ginjal, gangguan syaraf tepi dan syaraf mata.
  • Penggunaan zat adiktif dapat mengakibatkan terjadinya kekakuan pada pembuluh paru, penekanan pernafasan, denyut jantung tidak teratur, keracunan hati, gangguan ginjal dan gangguan mata.

 

2. Dimensi Sosial

  1. Penyalahgunaan narkoba memperburuk kondisi keluarga yang pada umumnya sudah tidak harmonis. Keluarga-keluarga yang penuh masalah akan mempengaruhi kehidupan di lingkungan masyarakat.
  2. Guna membiayai ketergantungan kepada narkoba seseorang memerlukan banyak biaya untuk membeli narkoba, sehingga para pecandu mencuri, merampok, menipu, mengedarkan narkoba, bahkan bisa membunuh untuk mendapatkan uang.
  3. Para pecandu narkoba pada umumnya menjadi orang yang anti sosial dan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban pada lingkungannya serta merugikan masyarakat.
  4. Kerugian di bidang pendidikan juga akan terjadi seperti prestasi sekolah yang merosot karena sering tidak masuk sekolah dan tidak konsentrasi sewaktu belajar.
  5. Siswa yang sering menyalahgunaan narkoba sering mengajak teman lainnya untuk turut memakai narkoba, bahkan mereka juga menjadi pengedar narkoba di sekolah.

 

D.  Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

  1. Keingintahuan yang besar tanpa sadar akan akibatnya.
  2. Keinginan untuk mencoba-coba karena penasaran.
  3. Keinginan untuk bersenang-senang.
  4. Keinginan untuk mengikuti gaya.
  5. Keinginan untuk diterima oleh lingkungannya yang menjurus ke hal-hal yang negatif.
  6. Lari dari kebosanan atau kegetiran hidup.
  7. Pengertian yang salah bahwa penggunaan yang hanya yang tidak berlebihan tidak menimbulkan ketagihan.
  8. Semakin mudahnya mendapatkan narkoba, dengan harga relatif murah.
  9. Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan, sehingga tidak mampu menolak narkoba secara tegas.

 

E.  Ciri-ciri Siswa yang Menggunakan Narkoba

  1. Perubahan tingkah laku secara tiba-tiba, seperti menjadi prilaku yang kasar, tidak sopan, penuh rahasia serta mudah mencurigai orang lain.
  2. Marah yang tidak terkontrol, dan perubahan suasana hati yang tiba-tiba.
  3. Membangkang terhadap disiplin.
  4. Meminjam atau mencuri uang dari rumah, sekolah dan tempat lainnya.
  5. Mengenakan kacamata gelap pada saat yang tidak tepat untuk menyembunyikan mata bengkak dan merah.
  6. Bersembunyi di kamar mandi, gudang, di bawah tangga dalam waktu lama.
  7. Penurunan kehadiran di kelas dan prestasi belajar menurun.
  8. Lebih banyak  menyendiri, melamun dan berhalusinasi.

 

F.  Tindakan Preventif Siswa untuk Tidak Menggunakan Narkoba

1.  Bertanya

Jika ada yang menawarkan sesuatu obat yang tidak dikenal perlu ditanyakan “Apa ini ?”, dan “Darimana mendapatkannya ?”

2.  Memberi Alasan

“Saya ada kerjaan saat ini” atau “Saya tahu apa akibat narkoba bagi saya. Tidak terima kasih”, adalah contoh alasan yang dapat digunakan bagi remaja.

3.  Memberi ide untuk mengerjakan sesuatu yang lain

Jika ada teman yang menawarkan narkoba, berilah ide kepada mereka untuk mengerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat seperti olah raga, bermain dan sebagainya.

4.  Pergi

Jika semua cara sudah dicoba tindakan yang baik adalah pergi dari teman-teman yang menggunakan narkoba tersebut dan bergabung dengan yang lain yang tidak menggunakan narkoba.

5.  Menghindari dari kelompok yang sering menggunakan narkoba, agar tidak terkena tekanan sosial yang menjadikan citra kita di mata masyarakat jelek.

 


G. Strategi yang Telah Ditempuh Perintah dan Masyarakat Menekan Penyalahgunaan Narkoba

1.  Pencegahan

Upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan upaya-upaya yang berbasis masyarakat, mendorong dan menggugah kesadaran, kepedulian dan peran aktif seluruh komponen masyarakat, karena “mencegah lebih baik dari pada mengobati”.

2.  Penegakan Hukum

Upaya terpadu dalam pemberantasan narkoba secara komprehensif terhadap organisasi kejahatan narkoba dengan menerapkan undang-undang dan peraturan-peraturan secara tegas konsisten, dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, serta adanya kerjasama antar instansi dan kerjasama internasional yang saling menguntungkan.

3.  Terapi dan Rehabilitasi

Upaya yang dilakukan untuk mengobati para pengguna narkoba dengan melakukan pengobatan secara medis, sosial dan spiritual.

4.  Pengembangan Sistem Informasi Narkoba

Upaya untuk menyediakan dan menyajikan data yang lengkap dan komprehensif tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, baik secara internasional maupun nasional. Hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan dan strategi dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

 

Sumber :

Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia. http://www.bnn.or.id

Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) DPD GRANAT DIY

Undang-Undang  No. 5/1997 tentang Psikotropika

Undang-Undang No. 22/1997 tentang Narkotika

MATERI S2

DOMINASI TEORI BELAJAR DALAM IPS TERPADU

Menganalisis tentang teori belajar yang dominan dalam pembelajaran efektif tentu saja perlu dianalisis terlebih dahulu kriteria karakteristik IPS dan kriteria pembelajaran yang efektif. Deskripsi tentang dua komponen tersebut menjadi dasar dari pengkajian tentang dominasi teori belajar yang relevan dalam pembelajaran IPS. Kata “dominasi” dalam kajian ini bukan dimaknai bahwa hanya salah satu teori belajar yang tepat dalam pembelajaran IPS, namun lebih diartikan bahwa teori belajar yang diuraikan nantinya merupakan teori belajar yang lebih dominan diantara teori belajar yang lainnya. Semua teori belajar dapat secara efektif diterapkan dalam pembelajaran IPS, hanya saja terjadi dominasi teori belajar melebihi teori belajar yang lainnya. Prosentasi teori belajar yang akan diuraikan melebihi teori belajar yang lain, walaupun sesungguhnya pembelajaran yang efektif merupakan kombinasi antar berbagai teori belajar.

Pembelajaran yang efektif lebih ditujukan pada kemampuan guru untuk mengelola proses belajar mengajar di sekolah. Guna melaksanakan pembelajaran yang efektif maka perlu mempertimbangkan:

a.    Penguasaan bahan pelajaran

Guru harus menguasai bahan pelajaran sebaik mungkin, sehingga dapat membuat perencanaan pembelajaran dnegan baik, memikirkan variasi metode, cara memecahkan persoalan dan membatasi bahan, membimbing siswa ke arah tujuan yang diharapkan, tanpa kehilangan kepercayaan terhadap dirinya.

b.    Cinta kepada yang diajarkan

Guru yang mencintai pembelajaran yang diberikan, akan berusaha mengajar dengan efektif, agar pelajaran itu dapat menjadi miliki siswa sehingga berguna bagi hidupnya kelak.

c.    Pengalaman pribadi dan pengetahuan yang dimiliki siswa

Pengetahuan yang dibawa siswa dari lingkungan keluarganya, dapat memberi sumbangan yang besar bagi guru untuk mengajar. Latar belakang kebudayaan, sikap dan kebiasaan minat perhatian dan kesenangan berperan pula terhadap pembelajaran yang akan diberikan.

d.    Variasi metode

Waktu guru mengajar abila hanya menggunakan salah satu metode maka akan membosankan, siswa tidak tertarik perhatiannya pada pelajaran. Variasi metode dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa.

e.    Seorang guru harus menyadari bahwa dirinya tidak mungkin menguasai dan mendalami semua bahan pelajaran. Maka seorang guru harus selalu menambah ilmunya, dan mengadakan diskusi ilmiah dengan teman agar meningkatkat kemampuan mengajarnya.

f.    Bila guru menghaar harus selalu memberikan pengetahuan yang aktual dan menarik minas siswa.

g.    Guru harus berani memberikan pujian. Pujian yang diberikan dengan tepat, dapat mengakibatkan siswa mempunyai sikap yang positif.

h.    Guru harus mampu menimbulkan semangat belajar secara individual (Slameto, 2003: 96).

Pembelajaran efektif bukan merupakan kajian teori yang hanya dapat dibaca dan dipahami, namun perlu dipraktekkan serta membutuhkan pengalaman. Kemampuan guru untuk berinstropeksi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan dan refleksi untuk memperbaiki strategi pembelajarannya, akan menjadikan guru lebih efektif dalam pembelajaran.

Lee Shulman dalam buku Educational psychology (Anita Woolfolk, 2004: 6), memberikan kriteria guru yang profesional perlu memahami tujuh kondisi yaitu:

(1) the academic subjects they teach; (2) general teaching strategies that aplly in all subjects; (3) the curriculum materials and program appropriate for their subject and grade level; (4) subject-specific knowledge for teaching; sepecial ways of teaching certain students and particular concepts, such as the bes way to explain negatif numbers to lower-ability students; (5) the characteristics and cultural backgrounds of leaners; (6) the setting in which studen learn-pairs, small groups, teams, classes, schools, and the community; (7) the goals and purposes of theaching.

Senada dengan pendapat slameto tentang pembelajaran yang efektif, Lee Shulman memberikan kriteria guru yang profesional dalam mengajar yaitu guru yang memahami tentang materi pembelajaran, strategi pembelajaran, kurikulum, pembelajaran yang spesifik, karakteristik dan latar belakang pembelajaran, setting pembelajaran, maupun tujuan akhir dari pembelajaran.

Setelah mengetahui tentang pembelajaran yang efektif untuk menganalisis teori pembelajaran yang sesuai, maka perlu juga dianalisis tentang karakteristik pembelajaran IPS. Karakteristik pembelajaran IPS mempunyai sifat yang studi integral dari berbagai kompentensi yang dimiliki oleh siswa, antara lain:

  1. IPS bertujuan untuk mempromosikan kompetensi warga negara yang mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diperlukan oleh siswa untuk dapat melakukan kewajiban sebagai warganegara yang baik.
  2. Program IPS mengintegrasikan seluruh kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang bersifat interdisipliner.
  3. IPS bertujuan membantu siswa untuk membangun pengetahuan dasar dan sikap yang bersumber pada ilmu-ilmu sosial untuk melihat realitas kehidupan.
  4. Program IPS mencerminkan perubahan alamiah dari pengetahuan, melalui pendekatan integral terbaru untuk menyelesaikan isu-isu kemanusiaan, kemiskinan, kejahatan, kesehatan), melihat isu-isu dari berbagai disiplin ilmu, penggunaan teknologi dan hubungan global (Saidiharjo, 2004: 32).

Berdasarkan dari karakteristik IPS pada karakteristik pertama dan kedua menyangkut tiga ranah belajar yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Karakteristik kedua lebih cenderungan kepada nilai keilmuan yang dikaitkan dengan realitas kehidupan. Pada karakteristik ketiga lebih cenderung progresif untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang ada pada kehidupan sosial.

Berdasarkan karakteristik pembelajaran IPS, teori pembelajaran yang lebih dominan untuk digunakan pada proses pembelajaran adalah teori belajar sosial. Latar belakang dari pemilihan teori belajar sosial, karena sifat pembelajaran lebih cenderung kepada pemberian nilai-nilai dasar sosial yang akan membentuk sikap sosial yang positif. Kemampuan guru untuk memberi makna pada nilai sosial untuk diberikan kepada siswa akan dapat membentuk kepedulian siswa terhadap realita permasalahan sosial di masyarakat.

Teori sosial dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam setting yang alami lingkungan sebenarnya. menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (Tim Pegadogig Unpad, 207: 8).

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Teori belajar sosial Albert Bandura berusa menjelaskan hal belajar dalam latar wajar. Tidak seperti halnya latar laboratorium, lingkungan sekitar memberikan kesempata yang luas kepada individu untuk memperoleh ketrampilan yang kompleks dan kemampuan melalui pengamatan terhadap tingkah laku model dan konsekuensi-konsekuensinya (Bell Gredler, 1994: 370)

Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan. Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas.

Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan) memegang peranan penting.

Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi). ebih lanjut menurut Bandura penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of self efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku (Tim Pegadogig Unpad, 207: 10).

Teori tersebut lebih dominan dalam pembelajaran IPS, karena lebih menekankan pada sinergi antara sosial dengan pembelajaran. Keterkaitan antara kondisi sosial di masyarakat dengan IPS akan menjadikan siswa mempunyai sikap hidup yang perduli dengan lingkungan sosial yang ada di sekitarnya. Keperdulian yang ditanamkan dalam sikap siswa tersebut tidak mengesampingkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Keilmuan IPS secara teoritik tetap menjadi landasan awal pemahaman siswa terhadap kondisi masyarakat.

Teori belajar sosial yang menjadi landasan dari pembelajaran IPS, kemudian dimodifikasi dan dijabarkan dalam bentuk rencana pembelajaran, penyiapan media, dan mengelola strategi pembelajaran agar pembelajaran lebih efektif. Teori belajar sosial akan lebih dapat dimunculkan dalam pembelajaran IPS tanpa mengesampingkan teori pembelajaran yang lainnya. Mengkaitkan antara kehidupan sosial dengan pembelajaran secara kontekstual, akan menambah wawasan siswa terhadap pembentukan nilai sikap yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosialnya.

Seperti yang telah diungkapkan pada awal analisis, bahwa teori belajar sosial tidak dapat berdiri sendiri untuk menjadi dasar dari proses belajar mengajar, namun juga dipengaruhi oleh teori pembelajaran yang lainnya walaupun prosentasenya tidak begitu dominan. Dalam evaluasi pembelajaran IPS dipengaruhi oleh teori behavioristik, karena lebih cenderung dengan test-test akademik. Dalam pembelajaran IPS juga harus mempertimbangkan teori humanistik dalam proses belajar mengajarnya, serta memperhatikan kawasan kognitif. Pembelajaran yang kontekstual yang diajarkan melalui pembelajaran IPS juga perlu diarahkan pada teori cybernetik agar pengetahuan siswa berada pada kawasan LTM (long term memory).

Pada dasarnya sebagai wacana akhir dalam analisis ini adalah berdasrkan dari sifat pembelajaran yang efektif dan karakteristik pembelajaran IPS, teori belajar yang lebih dominan adalah teori belajar sosial, dan disempurnakan dengan teori-teori pembelajaran yang lainnya sebagai kolaborasi yang sinergi dalam proses belajar mengajar.  Seperti yang dikatakan oleh Anita Woolfolk “Expert teachers not only know the content of subject they teach, they also know how to relate this content to world outside the classroom and how to keep students involved in learning.”

Pustaka :

Asri Budiningsih. (2005). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Bell Gredler, Margaret. (1994). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Rustatiningsih. (2009).  Implikasi pendidikan, pembelajaran dan pengajaran. Diambil pada tanggal 6 Oktober 2009, dari: http://re-searchengines.com/ rustanti30708.html

Saidihardjo. (2004). Pengembangan kurikulum IPS. Yogyakarta: Universitas PGRI Yogyakarta.

Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Suciati. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tim Pedagogig Unpad. (2007). Teori belajar. Diambil pada tanggal 6 Oktober 2009, dari: http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=4

Utami Puji Lestari. (2008). Teori Belajar Kognitif.  Diambil pada tanggal 6 Oktober 2009, dari: http://teoripembelajaran.blogspot.com/2008 /04/teori-belajar-kognitif.html

Woolforlk, Anita. (2004). Educational psychology (ninth edition). United State of America: The Ohio State Universit

MATERI S2

TEORI BELAJAR KOGNITIF

Teori belajar kognitif menekankan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, namun tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dnegan tujuan pembelajarannya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak (Asri Budiningsih, 2005: 34).

Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologI kognitif memandang beljar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi (Utami Puji Lestari, 2008: 2).

Teori kognitif menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berinteraksi dengan seluruh konteks situasi. Memisah-misahkan materi pelajaran menjadi komponen yang kecil-kecil dan mempelajari secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat luas yang diterima dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di daam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Teori Piaget menyatakan perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya (Utami Puji Lestari, 2008: 2).

Lebih lanjut lagi Piaget berpendapat dalam bukunya Anita Woolfolk (2004: 41) ”Knowledge is not a copy of reality. To know an object, to know an evenent, is not simply to look at it and make a mental copy or image of it. To know an object is to act on it. To know is to modify, to transform the object, and to understand the process of this transformation, and as a consequence to understand the way the object is constructed.

Ilmu pengetahuan tidak hanya didasarkan pada melihat realita, namun untuk memahami akan objek, dan memahami tentang suatu keadaan memerlukan proses mental. Proses ini memerlukan modifikasi, transformasi objek, dan mengetahui proses transformasi tersebut sebagai konsekuensi untuk memahami tentang objek

Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dialami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Apabila individu menerima informasi atau pegalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyai. Proses ini disebut asimilasi. Apabila struktur kognitif yagn sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi (Suciati, 2005: 31).

Sebagaimana dijelaskan di atas, proses asimiliasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-taap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tetentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.

Piarget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat (Suciati, 2005: 33) yaitu:

a.  Tahap sensori motor (0-2 tahun)

Pertumbuhan kemampuan anak tempat dari eaitan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasaran tindakan, dan dilakukan angkah demi langkah.

b.  Tahap pra operasional (2-8 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan simbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.

c.   Tahap opeasional (8-11 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah aak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis dan ditandai adanya kekekalan. Anak sudah meiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bearsifat kongkret.

d.  Tahap oprasional formal (11-18 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini aadlah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dan menggunaan pola berpikir

Proses belajar yang dialami seorang anank pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses beajar yang dialami oeh seorang anak pada tahap pra operasional, dan aka berbeda pula degan anak yang sudah berada pada tahap operasional, kongkret, maupun operasional formal. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.

Bruner mempunyai padangan bahwa belajar menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah aku seseorang. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya (Teori free discovery learning). Apabila Piaget mengatakan bahwa perkembangan kognitif sangat besar pengaruhnya tehadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif (Asri Budiningsih, 2005: 40).

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang dikemukakan oleh cara melihat lingkungan (Utami Puji Lestari, 2008: 9), yaitu: enactive, iconic dan symbolic.

a.  Tahap enaktif, apabila seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitar. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

b.  Tahap ikonik, apabila seseorang memahami objek-objek atau duianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan.

c.   Tahap simbolik, apabila seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan absrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya daam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematia dan sebagainya menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam berpirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Penggunaan media daam egiatan pembelajarannya merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikoni dalam belajar (Asri Budiningsih, 2005: 42).

Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dnegan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari pengajarkan materi secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yan saa dalam cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembagan kognitif orang yang belajar.

Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupaan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.

Struktur kognitif merupakan struktur organisasi yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatian pada onsepsi bahwa perolehan retensi pengetahua baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang dimiliki siswa (Asri Budiningsih, 2005: 44).

Pengetahuan diorganisasikan dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkis. Hal ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif dan abstrak membawahahi pengetahuan yang lebih spesifik dan kongkret. Pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu seseorang, akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut dengan subsumtive sequence menjadikan beajar lebih bermakna bagi siswa (Asri Budiningsih, 2005: 44).

Advance organizer yang juga dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advace organizer sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa daam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Apabila ditata dengan baik advance organizers akan memudahkan siswa mempeajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya (Asri Budiningsih, 2005: 44).

Aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran lebih menekankan bahwa suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual dan proses internal. Dalam merumustkan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.

 

Pustaka :

Asri Budiningsih. (2005). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Bell Gredler, Margaret. (1994). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Rustatiningsih. (2009).  Implikasi pendidikan, pembelajaran dan pengajaran. Diambil pada tanggal 6 Oktober 2009, dari: http://re-searchengines.com/ rustanti30708.html

Saidihardjo. (2004). Pengembangan kurikulum IPS. Yogyakarta: Universitas PGRI Yogyakarta.

Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Suciati. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tim Pedagogig Unpad. (2007). Teori belajar. Diambil pada tanggal 6 Oktober 2009, dari: http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=4

Utami Puji Lestari. (2008). Teori Belajar Kognitif.  Diambil pada tanggal 6 Oktober 2009, dari: http://teoripembelajaran.blogspot.com/2008 /04/teori-belajar-kognitif.html

Woolforlk, Anita. (2004). Educational psychology (ninth edition). United State of America: The Ohio State University.

MAKALAH

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR DISIPLIN MENTAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

BAB I

PENDAHULULAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar secara hakiki merupakan perubahan perilaku seorang individu baik secara kognitif, afektif dan psikomotor, secara menetap, dan bukan merupakan proses pertumbuhan. Pemahaman tentang belajar tersebut mensyaratkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam menguasai berbagai materi dan ketrampilan. Pembelajaran dikategorikan berhasil apabila siswa mendapatkan serangkaian tambahan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pembelajaran.

Banyak strategi, metode dan implementasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa. Teori-teori belajar banyak diterapkan dalam pembelajaran untuk memberikan landasan kepada guru menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan sifat mata pelajarannya. Teori belajar yang beragam tentu saja menjadika guru perlu cermat dalam memilih teori pembelajaran yanga tepat dalam mengembangkan metode, strategi dan materi pembelajaran. Kesalahan dalam pemilihan penerapan teori pembelajaran menjadikan hasil yang diperoleh siswa dalam menyerap pembelajaran menjadi tidak maksimal.

Teori belajar yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran salah satunya adalah teori disiplin mental. Teori yang tergolong dalam teori klasik ini memang pada awalnya tidak berdasarkan pada eksperimen, namun hanya berdasar pada pemikiran saja. Teori disiplin mental ternyata sampai saat ini masih diterapkan dalam pembelajaran modern, walaupun merupakan teori pembelajaran yang sudah lama ditemukan.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tidak terlepas dari penerapan pembelajaran yang berbasis disiplin mental. Materi-materi pembelajaran disusun secara hirarki untuk dapat diberikan siswa secara bertahap dan terus-menerus. Karakteristik pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang lebih dominan dalam penguasaan materi, menjadikan teori disiplin mental mempengaruhi pengaruh untuk diterapkan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Pemikiran tentang perlunya dikaji tentang pengaruh teori disiplin mental dalam pembelajaran mendasari penulisan makalah ini yang terfokus pada implementasi teori belajar mental dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

 

B. Batasan Masalah

Luasnya cakupan tentang permasalahan teori disiplin mental dalam  pembelajaran, menjadikan perlunya pembatasan permasalahan. Dalam makalah ini hanya akan dibahas tentang dekripsi teori disiplin mental dan implementasinya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

 

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah: ”Bagaimana implementasi teori disiplin mental dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial?”

 

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi teori belajar disiplin mental dalam kaitannya dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

 

E. Manfaat Penulisan

Manfaat teoritik dalam penulisan makalah ini adalah untuk memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman tentang teori belajar disiplin mental, sedangkan manfaat secara praktis memberikan gambaran tentang implementasi dari teori disiplin mental untuk dapat dilaksanakan dalam proses belajar mengajar di sekolah.


BAB II

IMPLEMENTASI TEORI DISIPLIN MENTAL DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

A. Teori Belajar Disiplin Mental

Teori belajar disiplin mental berkembang sebelum abad ke-20. Teori ini tanpa dilandasi eksperimen, dan hanya berdasar pada filosofis atau spekulatif. Walaupun berkembang sebelum abad ke-20, namun teori disiplin mental sampai sekarang masih ada pengaruhnya, terutama dalam pelaksanaan pengajaran di sekolah-sekolah. Teori ini menganggap bahwa secara psikologi individu memiliki kekuatan, kemampuan atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan, kemampuan dan potensi-potensi tersebut.

Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal dari idea yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebagai pengembangan olah fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaa ini kemudian dikenal sebagai konsep “disiplin mental” (Bell Gredler, 1994: 21).

Penganut belajar disiplin mental contohnya Jean Jacgues Rousseau yang menggangap anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar, anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak memiliki kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri (Andi, 2009: 1).

Teori disiplin mental menekankan pada latihan mental yang diberikan dalam bentuk studi. Disiplin mental juga dikenal dengan ungkapan disiplin formal. Gagasan utama disiplin mental adalah pada otak atau pikiran, yang dianggap sebagai benda nonfisik, terbaring tidak aktif  hingga ia dilatih. Kecakapan pikiran atau otak seperti ingatan, kemauan, akal budi, dan ketekunan, merupakan “otot-ototnya” pikiran atau otak tadi. Otak dipersepsikan seperti otot-otot fisiologis yang bisa kuat jika dilatih secara bertahap dan terus menerus serta dengan porsi yang memadai, maka otot-otot pikiran atau otak pun demikian halnya. Otak manusia  bisa kuat dalam arti lebih tinggi kemampuannya jika dilatih secara bertahap dan memadai (Asri Trianti, 2008: 1).

Apabila belajar ditinjau dari teori disiplin mental maka belajar lebih ditekankan pada masalah penguatan, atau pendisiplinan kecakapan berpikir otak, yang pada akhirnya menghasilkan perilaku kecerdasan. Contohnya, dalam konteks komunikasi, kecakapan berkomunikasi seseorang pun bisa dilatih sejak dini supaya berhasil dengan baik. Tampaknya memang benar bahwa ahli-ahli komunikasi praktis seperti ahli pidato, ahli kampanye, ahli seminar, dsb. Semuanya merupakan hasil dari proses latihan. Latihan dalam hal keahlian ini identik dengan pengalaman. Semakin lama pengalaman seseorang di bidangnya maka semakin ahli orang yang bersangkutan.

Menurut teori disiplin mental, orang dianggap sebagai paduan dari dua jenis zat dasar, atau dua jenis realitas, yaitu pikiran rasional dan organisme biologis. Dengan begitu maka konsep animal rasional digunakan untuk mengenali manusia, sedangkan yang didisiplinkan atau dilatih melalui pendidikan adalah pikiran (Asri Trianti, 2008: 2).

Menurut konsep ini pada dasarnya manusia terbentuk dari dua zat yakni mental dan fisik secara berpadu. Bagaimana pun juga, pikiran dan badan atau zat rohaniah dan zat badaniah tidak mempunyai karakteristik umum (yang sama). Pemikiran akan konsep pikiran atau rohani sampai sekarang masih berlangsung, baik yang datangnya dari orang-orang primitif (yang mengatakan bahwa nyawa berpindah ketika sedang bermimpi), maupun konsep orang-orang sekarang yang lebih kompleks. Dalam hal ini orang melihat belajar sebagai proses perkembangan akibat dari adanya pelatihan pikiran atau otak. Dengan demikian maka belajar menjadi suatu proses yang terjadi di dalam di mana berbagai kekuatan seperti imajinasi, memori, kemauan, dan pikiran, diolah. Dan dari sana pendidikan pada umumnya dan belajar pada khususnya menjadi suatu proses disiplin mental.

B. Dua Aliran Teori Disiplin Mental

Teori disiplin mental setidaknya mempunyai dua versi pokok, yakni humanisme klasik dan psikologi kecakapan (faculty psychology). Masing-masing merupakan hasil dari perkembangan tradisi budaya yang berbeda. Humanisme klasik berasal dari Yunani kuno. Humanisme Klasik mempunyai dasar asumsi asumsi bahwa otak manusia merupakan satu pusat atau sentral yang aktif dalam berhubungan dengan lingkungannya, dan secara moral ia netral saat lahir. Humanisme adalah suatu pandangan dan jalan hidup yang berpusat pada kepentingan dan nilai-nilai manusia. Humanisme klasik itu hanya satu dari bentuk-bentuknya yang ada (Asri Trianti, 2008: 5).

Bentuk yang berlainan dari humanisme klasik adalah humanisme psikedelik (psychedelic humanism) dan humanisme saintifik (scientific humanism). Humanisme psikedelik menekankan kepada sifat-sifat keotonomian dan sifat-sifat aktif manusia dengan ciri “manusia melakukan dirinya sendiri”. Jenis humanisme ini meliputi psikologi belajar aktualisasi diri, yang memandang manusia sebagai individu yang baik dan aktif di dalam dirinya. Penekanan dalam belajarnya adalah pada pelatihan kekuatan mental secara internal. Jika seseorang ingin memiliki kecakapan atau keahlian di bidang tertentu, maka ia harus secara internal dan intensif, melatih dirinya di bidang tersebut, hingga mampu menguasainya. Jika Anda ingin menguasai bagaimana menyetir mobil, tentu harus berlatih sendiri secara intensif oleh Anda sendiri sampai bisa.

Humanisme Saintifik lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan dengan jalan menerapkan proses pemecahan masalah secara ilmiah. Jenis humanisme ini sesuai juga dengan psikologi bidang Gestalt. Dengan berlatih menyelesaikan atau memecahkan masalah-masalah sosial, ujian, atau bidang permasalahan apapun, maka seseorang akan sampai kepada penguasaan atas permasalahannya tadi. Permasalahan yang lain pun pada akhirnya akan dapat dengan mudah diselesaikan.

Otak atau pikiran manusia dianggap sedemikian rupa sehingga dengan pengolahan yang memadai, otak dapat mengetahui dunia seperti pada kenyataannya. Manusia mempunyai kebebasan memilih dalam keterbatasan bertindak dilihat dari segi apa yang dipahaminya. Sebagai makhluk yang tidak hanya memiliki instink saja, orang lebih suka berusaha memahami sesuatu yang kompleks dan sulit-sulit, karena mempunyai dasar akal budi. Orang mampu berpikir rasa dan berpikir rasional. orang bertindak karena mereka paham akan apa yang dilakukannya. Dengan kata lain mereka menyadari akan perbuatannya, atau setidaknya mereka tahu dan berkeinginan untuk melakukan apa yang dikehendakinya.

Di dalam kerangka rujukan humanisme klasik, pengetahuan dianggap sebagai ciri bangun prinsip kebenaran yang pasti atau tetap, yang diteruskan sebagai warisan budaya atau sukunya. Prinsip prinsip ini telah ditemukan oleh para pemikir besar sepanjang sejarah manusia yang kemudian disusun ke dalam buku-buku besar. Menurut teori ini, kurikulum sekolah itu berdasar pada falsafah dan buku-buku klasik. Dan dalam hal ini, mempelajari buku-buku besar menjadi sesuatu yang penting. Contohnya misalnya di lembaga-lembaga pendidikan tradisional kita yang lebih menekankan kepada mempelajari buku-buku besar karangan para ahli di jaman lampau. Di lembaga-lembaga pesantren di Indonesia, sampai sekarang banyak yang mendasarkan diri pada buku atau kitab-kitab “kuning” sebagai bahan kajiannya.

Christian Wolff (1679-1754), seorang ahli filsafat Jerman, berpendapat bahwa pikiran atau otak manusia mempunyai kecakapan yang jelas dan berbeda-beda. Pada saat tertentu pikiran berada pada satu kegiatan khusus, dan pada saat lain terkadang sebagai bagian dari satu aspek dari kegiatan tertentu lain. Menurut Wolff, kecakapan dasar yang umum adalah: pengetahuan, perasaan, ingatan, dan akal budi inti. Sedangkan kecakapan akal budi meliputi kemampuan menggambarkan perbedaan-perbedaan dan menafsirkan atau menilai bentuk. Kecakapan kemauan dipercaya sebagai hasil perkembangan ide atau gagasan pikiran bahwa sifat manusia bisa dijelaskan melalui melihat dari segi prinsip ketidakbaikan (Asri Trianti, 2008: 7).

Sebenarnya disiplin mental telah ada sejak jaman kuno, dan pengaruhnya masih tampak dalam kegiatan komunikasi praktis, seperti di lingkungan pendidikan atau sekolahan, di lembaga lembaga non pendidikan, dan bahkan di organisasi-organisasi kemasyarakatan, sampai sekarang. Manusia mempunyai kelebihan dengan adanya kemampuan berpikir dan berakal budi, hal ini yang menyebabkan perkembangan yang berbeda. Sejak dahulu, semua binatang hanya mengandalkan instinknya saja dalam bergerak. Mereka tidak pernah ingin merubah kondisi kehidupannya untuk ditingkatkan sesuai dengan tuntutan jaman. Sedangkan pada manusia, karena mempunyai nafsu dan kemauan yang dibarengi dengan kemampuan akalnya, maka dunia dikuasainya untuk dibentuk sesuai dengan seleranya.

Semua perubahan-perubahan itu terjadi karena manusia selalu mengalami belajar, mengalamami perubahan perilaku ke arah yang lebih berkualitas, dalam rangka meningkatkan kemampuannya,  terutama kemampuan akal dan budinya. Kita bisa mengembangkan konsep ini secara aplikatif.  Disiplin mental yang sebenarnya disebut juga dengan disiplin formal yang selalu tampak dalam hampir semua aspek pembelajaran manusia. Artinya, ketika manusia melakukan belajar, ia selalu mengalami pelatihan secara displin, baik internal maupun eksternal. Contoh dalam tataran praktis keseharian. Olahragawan terkemuka biasanya hasil latihan yang disiplin. Ilmuwan terkemuka juga merupakan hasil kerja keras belajar secara disiplin. Tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli dalam bidang tertentu.

 

C. Penerapan Teori Belajar Mental dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Teori belajar disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya strategi dan model pembelajaran untuk diterapkan bagi siswa. Model pembelajaran yang dimaksud adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang menggunakan pembelajara di kelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran (Triyanto, 2007: 1).

Dalam kalangan anak-anak, baik di lingkungan keluarga ataupun di sekolah, hampir semua aspek pembelajaran bisa dilakukan dengan cara disiplin, seperti pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan, latihan tetap terhadap suatu keterampilan, disiplin diri dalam bertindak, displin mengendalikan diri, bekerja keras dengan disiplin tetap, serta adanya arahan-arahan motivasi dari pihak lain. Semua itu jika dilakukan akan menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan unggul di bidang yang dikerjakannya atau dilatihnya secara disiplin tadi. Memang, pada asalnya disiplin dilakukan oleh adanya aturan-aturan eksternal, namun secara tidak langsung, jika hal itu dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama, akan menghasilkan perilaku disiplin internal.

Suatu pekerjaan jika dikerjakan secara terus  menerus dengan frekuensi yang relatif tetap, akan menjadikannya seseorang menjadi terbiasa dengan pekerjaannya itu.  Disiplin juga tidak hanya untuk hal-hal yang bersifat praktis, namun juga dapat bersifat mental. Sebagai contohnya, dengan telah melakukan ‘hafalan’ secara disiplin terhadap perkalian angka 1 x 1, sampai dengan perkalian 10 x 10, maka kita sekarang tidak perlu berpikir lagi jika ditanya, 6 x 7, 8 x 9, atau 7 x 7. Kita bisa langsung menjawab hasilnya dengan benar. Itu semua akibat dari hasil belajar melalui pola disiplin mental ketika kita di SD dulu. Disiplin mental dikenal juga dengan disiplin formal.

Teori disiplin mental relevan apabila diterapkan dalam sistem pembelajaran, karena kriteria belajar bagi siswa adalah adanya perubahan perilaku pada diri individu, perubahan perilaku yang terjadi hasil dari pengalaman, dan perubahan tersebut relatif menetap (Suciati, 2005: 13). Berdasarkan kriteria tersebut tentu saja teori belajar disiplin mental dapat diterapkan sebagai media untuk menambah pengetahuan untuk perubahan perilaku individu secara menetap dan berdasarkan hasil pengalaman dalam proses belajar mengajar.

Dalam ranah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, teori disiplin mental menjadi dasar dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan strategi guru memberikan buku-buku yang relevan kepada siswa untuk dipelajari secara terus-menerus. Pembelajaran dengan teori ini, mengakselerasi siswa untuk selalu meningkatkan kemampuannya dan ketrampilannya dengan senantiasa belajar setiap hari, mempelajari materi-materi setiap hari, sehingga semua kompetensi yang distandarkan dapat dikuasai.

Standar kompetesi bahan kajian Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial dan Kewarganegaraan (Arnie Fajar, 2009: 105), adalah:

1.  Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem sosial dan budaya dan menerapkannya untuk:

a.  Mengembangkan sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul sebagai akibat perbedaan yang ada di masyarakat;

b.  Menentukan sikap terhadap proses perkembangan dan perubahan sosial budaya;

c.   Menghargai keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat multikultural.

2.  Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang manusia, tempat dan lingkungan serta menerapkannya untuk:

a.  Meganalisis proses kejadian, interaksi dan saling ketergantungan antara gejala alam dan kehidupan di muka bumi dalam dimensi ruang dan waktu;

b.  Terampil dalam memperoleh, mengolah dan menyajikan informasi geografis.

3.  Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang perilaku ekonom da kesejahteraan serta menerapkanya untuk:

a.  Berperilaku yang rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi;

b.  Menumbuhkan jiwa, sikap dan perilaku kewirausahaa;

c.   Menganalisis sistem informasi keuangan lembaga-lembaga ekonomi;

d.  Terampil dalam praktik usaha ekonomi sendiri.

4.  Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang waktu, keberlanjuta dan perubahan serta menerapkannya untuk:

a.  Meganalisis keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian;

b.  Merekonstruksi masa lalu, memaknai masa kini, dan memprediksi masa depan;

c.   Menghargai berbagai perbedaan serta keragaman sosial, kultural, agama, etnis dan politik dalam masyarakat dari pengalaman belajar peristiwa sejarah.

5.  Kemampuan memahami dan meninternalisasi sistem berbansa dan bernegara serta menerapkannya untuk:

a.  Mewujudkan persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945;

b.  Membiasakan untuk mematuhi norma, menegakkan hukum, dan menjalankan peraturan;

c.   Berpartisipasi dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis; menjunjung tinggi, melaksanakan dan menghargai HAM.

Berdasarkan karakteristik pembelajaran ilmu-ilmu sosial dan kewarganegaraan tersebut tentu saja teori disiplin mental sangat dominan dipergunakan dalam pembelajaran terutama permasalahan pengetahuan tentang masalah konsep-konsep. Pengertian, definisi, kriteria dan materi-materi pembelajaran yang perlu dikuasai tentu saja diperlukan penerapan teori disiplin mental dalam proses pembelajarannya.

Penerapan secara nyata dalam proses belajar mengajar yang berhubungan dengan disiplin mental dalam setiap mata pelajaran (misalnya pembelajaran tingkat SMP) sebagai berikut:

1.  Pembelajaran Ekonomi

Guru memberikan materi pembelajaran tentang sistem perilaku ekonomi dan kesejahteraan dengan memberikan pengertian tentang sistem berekonomi, ketergantungan, sesialisasi dan pemberian kerja, perkoperasian, kewirausahaan, dan pengelolaan keuangan perusahaan. Materi-materi tersebut dapat disampaikan siswa dengan menerangkan atau mengunakan buku dan diakhir pembelajaran siswa mengerjakan LKS sebagai tes hasil evaluasi.

2.  Pembelajaran Sejarah

Guru dapat menggunakan gambar dan media lain dengan memberikan materi tentang dasar-dasar ilmu sejarah, fakta, peristiwa dan proses sejarah. Siswa diakhir pembelajaran diminta untuk menerangkan kembali tentang pembelajan tersebut agar lebih memperdalam materi pembelajaran bagi siswa lainnya.

3.  Pembelajaran Geografi

Guru dapat menggunakan peta dan diskusi tentang materi sistem informasi geografi, interaksi gejala fisik dan sosial, struktur internal suatu temat, interaksi keruangan dan persepsi lingkungan dan kewilayahan. Guru dapat memberikan tugas dengan mempelajari materi lain untuk memerdalam materi.

4.  Pembelajaran PKn

Guru dapat mengunakan strategi belajar kelompok, untuk membahas tentang persatuan bangsa, nilai dan norma, hak asasi mausia, kebutuhan hidup, kekuasaan dan politik, masyarakat demokratis, Pancasila da konstitusi negara serta globalisasi. Guru kemudian dapat bertanya kepada siswa satu persatu untuk menjawab pertanyaa dari guru untuk mengukur kedalaman pemahama materi.

Teori disiplin mental juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran dengan strategi eksositori. Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan yang terpusat pada guru. Guru aktif membeerikan penjelasan atau informasi tererinci tentang bahan pengajaran. Tujuan utama pengajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, ketrampila dan ilai-nilai kepada siswa. Hal yang esensial pada bahan pengajaran harus dijelaskan kepada siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 172).

Guru juga dapat menggunakan strategi evaluasi dengan sistem menanyakan terus menerus pembelajaran yang dikuasai siswa secara lisan, sehingga guru dapat mengukur seberapa jauh siswa menguasai pembelajaran yang diberikan. Aplikasi pembelajaran dengan teori disiplin mental memang mengedepankan aspek penguasaan materi dan ketrampilan berdasarkan pada pengasahan otak dan penambahan materi  pembelajaran kepada siswa.

Teori disiplin mental dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sesungguhnya banyak sekali sistem penerapannya. Fokus dari disiplin mental adalah memberikan peningkatan pengetahuan setiap waktu agar semakin lama siswa semakin memahami tentang materi pembelajaran. Peningkatan pengetahuan yang dilaksanakan secara bertahap penting dilaksaakan dalam teori disiplin mental. Tambahan pemahaman dan materi tersebut merupakan indikasi keberhasilan dari teori disiplin mental.

Teori disiplin mental apabila diimplementasikan dampak positifnya menjadikan siswa semakin hari-semakin meningkat kemampuannya dalam menguasai materi dan ketrampilan. Siswa menjadi disiplin untuk mempelajari materi pembelajaran setahap-demi setahap, dan semakin lama akan semakin banyak. Dampak negatif dari penerapan disiplin mental apabila dilaksanakan secara dominan dan tidak memperhatikan faktor-faktor psikologi akan menjadi siswa menjadi tegang, dan proses belajar mengajar tidak bervariatif. Segi kognitif siswa yang kadang-kadang tidak cocok dengan metode pembelajaran berbasis disiplin mental menjadi terbebani dengan pembelajaran tersebut.

 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan tentang implementasi disiplin mental dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial antara lain:

1.     Teori disiplin mental adalah teori pembelajaran yang berasumsi bahwa otak manusia perlu senantiasa dilatih secara terus menerus dengan cara memberikan materi secara terus-menerus. Strategi pembelajaran disiplin mental dengan memberikan buku-buku literatur untuk dipelajari, melatih disiplin belajar, senantiasa terdapat pemantauan terhadap hasil belajar, disiplin kerja dan semua hal yang menyangkut kesiplinan dalam belajar.

2.     Implementasi teori disiplin mental dalam pembelajaran, khususnya dalam Ilmu Pengetahuan Sosial dilaksanakan dengan cara merancang materi-materi pembelajaran secara bertahap, kemudian memberikan materi-materi kepada anak, dan memberikan evaluasi berbasis disiplin mental. Materi-materi pembelajaran IPS dan Kewarganegaraan senantiasa diberikan kepada siswa agar siswa dapat menguasai semua materi pembelajaran.

3.     Kelebihan dari teori disiplin mental yang diimplementasikan kepada siswa antara lain siswa dapat  menguasai materi pembelajaran secara bertahap dan terus menerus, namun apabila teori belajar disiplin mental dilaksanakan secara dominan tanpa memperhitungan unsur psikologi menjadikan siswa terbeban pikirannya dan tidak mampu mengikuti pembelajaran secara maksimal.


B. Saran

Teori belajar disiplin mental memang tidak dapat terpisahkan dari proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Materi-materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa, mengimplementasikan teori pelajar disiplin mental. Guna memperoleh hasil belajar yang maksimal teori disiplin mental dalam pembelajaran tidak dilaksanakan secara murni dan mutlak. Teori disiplin mental dipadukan dengan teori disiplin lain, dan senantiasa mempertimbangkan segi-segi psikologi, strategi, metode, dan karakteristik pembelajaran yang sedang diajarkan.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Andi. (2009). Teori Belajar. Diambil pada tanggal 12 Oktober 2009, dari http://www.http://andi1988.wordpress.com/2009/01/28/teori-teori-belajar-2.

Arnie Fajar. (2009). Portofolio dalam pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Asri Buduningsih. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asri Trianti. (2008). Teori disiplin mental. Diambil pada tanggal 12 Oktober 2009, dari: http://www.candilaras.co.cc/2008/05/teori-disiplin-mental.html

Bell Gredler, Margaret E. (1994). Belajar dan membelajarkan. (Terjemahan Munandir). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Made Pidarta. (2000). Landasan pendidikan stimulus ilmu pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Slameto. (2003). Belajar dan fakto-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

 

Suciati. (2005). Belajar dan Pembelajaran I. Jakarta: Universitas Terbuka.

 

Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

MATERI S2

SOCIAL STUDIES

Pendidikan IPS yang di Indonesia baru diperkenalkan di tingkat sekolah pada awal tahun 1970-an kini semakin berkemcang sejalan dengan perkembangan pemikiran tentang social studies di negara-negara maju dan tingkat permasalahan sosial. Istilah IPS merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah. Nama IPS yang lebih dikenal dengan social studies (di negara lain) merupakan istilah hasil kesepakatan dari para ahli atau pakar di Indonesia dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu, Solo. IPS sebagai mata pelajaran di sekolah, pertama kali digunakan dalam kurikulum 1975.

Guna memahami alasan IPS dipilih menjadi program studi di Pendidikan Dasar dan Menengah perlu menurut sejarah dari social studies karena perkembangan social studies menjadi cikal bakal kurikulum IPS di Indonesia. Pengertian social studies sejak kelahirannya terdapat dalam buku karya Saxe berjudul Social Studies in Schools: A History of A Early Years. Menurut Saxe pengertian IPS menegaskan bahwa sosial studies sebagai upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk penggunaan secara pedagogik. Selanjutnya pengertian ini menjadi dasar dalam dokumen “Statement of the Chairman of Committeeo on Social Studies” yang dikeluarkan oleh Committee on Social Studies (CSS) tahun 1913. Dalam dokumen tersebut IPS merupakan bidanga khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia).

Pada tahun 1921, berdirilah National Council for the Social Studies (NCSS), sebuah organisasi profesional yang secara khusus membina dan mengembangkan Social Studies pada tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan. Pada perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya NCSS, pengertian social studies menjadi bidang kajian yang terintegrasi sehingga mencakup disiplin ilmu yang semakin meluas. Pada tahun 1993 NCSS merumuskan social studies sebagai berikut:

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as antrhopology, archaelogy, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help youg people develop the ability to make informed and reasoned dicisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic socety in an interpedent world.

Pendidikan IPS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari dokumen kurikuluml 1975 yang memuat IPS sebagai mata peljaran untuk pendidikan di sekolah dasar dan menengah. Gagasan IPS di Indonesia pun banyak megadopsi dari sejumlah pemikiran perkembangan social studies yang terjadi di luar negeri terutama perkembangan NCSS sebagai organisasi profesional yang cukup besra pengaruhnya dalam memajukan social studies bahkan sudah mampu mempengaruhi pemerintah dalam menentukan kebijakan kurikulum persekolahan.

Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis untuk tujuan pendidikan. Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan p edagosis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat diguakan seagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

Dengan mempertimbangkan semakin kompleksnya permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, maka pada tahun 1970-an mulai diperkenalkan Pendidikan IPS (PIPS) sebagai pendidikan disiplin ilmu. Gagasan tentang PIPS ini membawa implikasi bahwa PIPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross disipliner. Karakteristik ini terlihat dari perekmbangan PIPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas seiring dengan semakin kompleksnya dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi  dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial,k yaitu ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan bahkan sistem kepercayaan.

 

Sumber:

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya