TIPS

KESALAHAN PENULISAN KARYA TULIS

karya ilmiah

HALAMAN COVER

  1. Halaman judul huruf besar semua dibuat susunannya piramida terbalik, semakin ke bawah semakin mengerucut.
  2. Isi halaman cover Judul, logo, nama, instansi

EDITING NASKAH

Dalam penulisan karya ilmiah maupun Skripsi. Kesalahan yang seling terjadi adalah:

1. Satu paragrap, minimal 2 kalimat. Panjang paragrap perlu keseimbangan.

2. Hindari penggunaan kata ganti orang. (Ia, Mereka, Kami, Saya, Dia)

3. Bila menyingkat kata, maka perlu dijabarkan dahulu singkatannya baru disingkat. Misalnya: Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

4. Hindari kata yang Ambigu, artinya kata tersebut mendua arti. (Guru sebagai ujung tombak pendidikan di Indonesia). Ujung tombak artinya: 1) ujung senjata tombak dan 2) sebagai guru yang membimbing siswa dalam pendidikan.

5. Hindari kesalahan pemakaian “di” yang disambung dan dipisah. Misalnya, di Desa, dimengerti, di lingkungan, direkayasa.

6. Semua nama tempat huruf besar. Yogyakarta, Bantul, Kelurahan Wirobrajan.

7. Hindari kata “bagaimana” (selain untuk Rumusan Masalah)

8. Hindari kata “dimana”.

9. Untuk Judul, dan sub judul, tebal.

10 Gunakan notasi yang benar dan teratur. Urutannya: I kemudian  A, kemudian 1.,  kemudian  a.; kemudian 1) dan seterusnya.

11.  Hindari kata sambung di depan paragrap, misalnya, walaupun, kemudian, dan.

12. Semua kutipan harus diberi nama pengarang, tahun, dan juga bisa diberikan halaman. Misalnya (Subarno, 2011:12)

13. Hindari kata yang berulang dalam satu kalimat. (Penggunaan “yang”, “dan” lebih baik satu kali dalam satu kalimat.

14.  Rata paragraf kanan dan kiri.

15. Jarak yang digunakan dalam menulis karya ilmiah tetap. Bila 2 spasi 2 spasi semua. Bila 1,5 spasi, 1,5 spasi semua.

16. Semua kata asing dan daerah yang belum diakui dalam bahasa Indonesia ditulis miring.

 

DAFTAR PUSTAKA

Dalam daftar pustaka juga sering terjadi kesalahan.

1. Daftar Pustaka diketik dalam satu spasi. Jarak antar judul buku 2 spasi. Baris kedua dan seterusnya menjorok 7-10 ketukan.
2. Daftar pustaka tidak usah dibalik namanya (bila tidak ada yang mengaturnya), kecuali nama marga dan nama asing. Misalnya, Retno Jaelani. Bukan Jaelani, Retno.
3. Daftar pustaka urut abjad.
4. Semua titel pendidikan tidak usah ditulis. Misalnya Drs. Johan, M.Pd, cukup ditulis Johan.
5. Daftar pustaka sebaiknya berangka tahun 2000 ke atas
6. Penulisan daftar pustaka yang berasal dari internet dapat digunakan asal terdapat nama penulis baik berwujud makalah, jurnal, maupun tulisan ilmiah.
7. Penulisan buku: Nama. Tahun. Judul (miring), Kota: Penerbit.
8. Penulisan internet: Nama. Tahun. Judul (miring). (Online) (http//www.jfjfafakfafaf, diunduh tanggal ……).

TIPS

MADING, TIPS DAN TRIK MEMENANGKAN LOMBA

Tulisan ini akan memberikan pemahaman kepada berbagai pihak yang ingin membuat Mading Standar. Banyak sekali majalah dinding yang sering dilihat di berbagai sekolah, namun kadangkala sistem pembuatannya tidak standard.

Aturan Mading Flat (Biasa):

1.   Ukuran mading bermacam-macam, namun yang sering digunakan standarisasi lomba adalah 1 meter x 1,2 meter.

2.   Agar mading rapi maka diberi alas steroform (gabus yang agak tebal)

3.   Mading untuk standarisasi lomba menggunakan kolom-kolom yang rapi dan teratur

4.   Bahan, tema, isi dan ilustrasinya disesuaikan dengan tema-tema yang ditetapkan. (Bila temanya tentang flora, banyak menggunakan tanaman. Bila teknologi banyak ilustrasi teknologi)

5.   Mading yang mempunyai skor tinggi adalah Mading yang ditulis dengan tangan.

6.   Kolom Mading disesuaikan dengan kondisi bidang garap mading, 6-10 kolom.

7.   Kolom atas berisi Pengantar Redaksi, Logo universitas, Nama, Slogan, Logo organisasi, Nama Redaksi (jangan lupa diberi nomor edisi)

8.   Kolom isinya bervariasi, namun yang perlu ada adalah Tajuk Rencana (membahas permasalahan hangat dari redaksi, berita utama, wawancara, profil, poster, peristiwa, opini (pendapat pribadi), cerpen, kartun, dan bisa dilengkapi naskah lain.

9.  Usahakan agar ilustrasi jangan menutupi tulisan, atau menggangu artikel.

10. Jangan terlalu banyak ruang kosong (space) yang tidak digunakan.

11. Bila mengambil berita sertakan sumber yang jelas.

a. Mading perlu menggunakan warna-warna yang senada. Perlu dipilih warna-warna yang dominan agar Mading dapat enak dipandang mata.

b. Sesuaikan ilustrasi gambar naskah agar sesuai dengan tulisan. Tata gambar agar enak dipandang.

Contoh layout Mading (namun masih bisa di kreasi sendiri)

Ini adalah sket mading yang standar
Ini adalah sket mading yang standar
MATERI S2

MEDIA PEMBELAJARAN

1. Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Media berasal dari kata medium yang artinya perantara atau pengantar. Media pembelajaran dapat diartikan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan belajar dari sumber pesan kepada penerima pesan, sehingga terjadi interaksi belajar mengajar (Munir, 2010: 138). Sumber pesan atau disebut juga komunikator biasanya dilakukan oleh pengajar, sedangkan penerima pesan atau komunikan biasanya peserta didik.

Media pembelajaran meliputi segala sesuatu yang dapat membantu pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi, daya pikir dan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas atau mempertahankan perhatian peserta tehadap materi yang dibahas. Kedudukan media pengajaran ada dalam komponen metode pembelajaran sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan belajarnya. Oleh sebab itu fungsi utama dari media pengajaran sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang diperlukan guru (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2009: 7).

Media pembelajaran akan mendukung keberhasilan pembelajaran karena memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:

a.       Dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas, karena dapatmenjelaskan konsep yang sulit menjadi lebih mudah.

b.      Dapat menjelaskan materi pembelajaran yang abstrak menjadi kongkrit.

c.       Membantu pengajar menyajikan materi pembelajaran menjadi lebih mudah dan cepat, sehingga peserta didik mudah memahami.

d.      Menarik dan membangkitkan perhatian, minat, motivasi, aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik, serta dapat menghibur peserta didik.

e.       Meningkatkan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran dan memberikan kesan mendalam dalam pikiran peserta didik.

f.       Materi pembelajaran yang sudah dipelajari dapat diulang kembali.

g.      Dapat membentuk persamaan pendapat dan persepsi yang benar terhadap suatu objek, karena disampaikan tidak hanya secara verbal, namun dalam bentuk nyata menggunakan media pembelajaran.

h.      Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga peserta didik dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkugnan tempat belajarnya, sehingga memberikan pengalaman nyata dan langsung.

i.        Menambah pengetahuan, membentuk sikap peserta didik dan meningkatkan ketrampilan.

j.        Peserta didik belajar sesuai dengan karakteristiknya, kebutuhan, minat dan bakat, baik belajar secara individua, kelompok atau klasikal.

k.      Menghemat waktu, tenaga dan biaya (Munir, 2010: 139).

Media pembelajaran dapat meningkatkan proses belajaran siswa dalam proses belajar mengajar yang dapat berimplikasi pada hasil belajar yang dicapai. Ada beberapa alasan mengapa media pengajaran dapat meningkatkan proses belajar siswa. Pertama, berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain: (1) pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar; (2) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh peserta didik dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan pengajaran lebih baik; (3) media pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru; (4) peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain sepertimengamati, melakukan mendemonstrasikan dan lain sebagainya.

Kedua, berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti taha perkembanga dimulai dari berpikir konkret menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut sebab melalui media pembelajaran hal-ha yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2009: 2).

Terdapat tiga kelebihan kemampuan media yaitu:

1.      Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, objek dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamai kembali seperti kejadian aslinya.

2.      Kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali objek dengan berbagai macam perubahan sesuai keperluan, misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnannya, serta dapat diulang-ulang.

3.      Kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besr jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran televisi dan radio (Daryanto, 2010: 9).

Media pembelajaran merupakan unsur yang penting dalam proses pembelajaran selain metode mengajar. Kedua unsur ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajaran tertentu akan mepengaruhi jenis media pembelajaran yang digunakan. Pemakaian media pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta didik. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaiaan pesan dan isi pembelajaran pada saat itu. Media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningatkan pemahaman, penyajian data dengan menarik dan memadatkan informasi.

Media pembelajaran terbagi menjadi beberapa macam, salah satunya menggunakan media pembelajaran berbasis multimedia. Secara etimologis multimedia berasal dari kata multi yang berarti banyak dan medium yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan atau membawa sesuatu. Kata medium juga diartikan sebagai alat untuk mendistribusikan dan mempresentasikan informasi (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010: 1). Pendapat lain tentang definisi multimedia adalah suatu penggunaan gabungan beberapa media dalam menyampaikan informasi yang berupa teks, grafis, animasi, movie, video dan audio (Winarno, dkk, 2009: 2).

Multimedia dapat didefinisikan dalam beberapa kriteria, antara lain:

a.       Kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output. Media dapat berupa audio (suara, musik) animasi, video, teks, grafik dan gambar.

b.      Alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, anmiasi, audio dan video.

c.       Multimedia dalam konteks komputer adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, dengan menggunakan alat yang memungkinkan pemakai berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010: 11).

Berdasarkan berbagai kriteria tersebut maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis multimedia merupakan alat bantu pembelajaran untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan dengan memadukan antara berbagai media yang berupa teks, gambar, grafik, sound, animasi, video, interaksi dan lain-lain yang dikemas menjadi satu file digital, digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik.

Media pembelajaran berbasis multimedia dengan menggunakan komputer lebih dikenal dengan istilah multimedia pembelajaran. Model pembelajaran berbasis komputer merupakan perkembangan pembelajaran berprogram (programed instruction). Dalam pembelajaran berbasis komputer seseorang berhadapan dan melakukan interaksi secara individu dengan multimedia yang dikembangkan. Oleh karena itu pembelajaran jenis ini memiliki ciri-ciri (1) komputer sebagai sarana mengembangkan multimedia; (2) bersifat interaktif; serta (3) pelayanan pembelajaran secara individu (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010: 113).

Penggunaan media pembelajaran dengan menggunakan multimedia (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010: 128) berpengaruh pada:

a.    Multi Bentuk Representasi

                Pengertian multi bentuk representasi adalah perpaduan antara teks, gambar nyata atau grafik berdampak informasi materi pengajaran dalam bentuk teks dapat diingat dengan baik jika disertai gambar. Teori yang melandasi anggapan ini adalah dual coding teory. Menurut teori ini, sistem kognitif manusia terdiri dari dua sub sistem yaitu sistem verbal dan sistem gambar (visual). Kata dan kalimat biasanya hanya diproses dalam sistem verbal, sedangkan gambar diproses melalui sistem gambar maupun sistem verbal. Adanya gambar dalam teks dapat meningkatkan memori oleh karena adanya dual coding dalam memori.

b.   Animasi

                      Animasi dapat digunakan untuk menarik perhatian peserta didik jika digunakan secara tepat, tetapi sebaliknya animasi juga dapat mengalihkan perhatian dari substansi materi yang disampaikan ke hiasan animatif yang justru tidak penting. Animasi dapat membantu proses belajar pembelajaran jika peserta didik hanya akan dapat melakukan proses kognitif yang dibantu dengan animasi, sedangkan tanpa animasi proses kognitif tidak dapat dilakukan. Peserta didik yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengetahuan rendah cenderung memerlukan bantuan, salah satunya animasi, untuk menangkap konsep materi yang disampaikan.

c.    Multi Saluran Sensorik

                      Penggunaan multimedia memungkinkan peserta didik mendapatkan berbagai variasi pemaparan materi. Melalui penggunaan multi saluran sensorik, dimungkinkan penggunaan bentuk-bentuk auditif dan visual. Perolehan pengetahuan melalui teks yang menggunakan gambar disertai animasi, hasil belajar peserta didik lebih baik jika teks disajikan daam bentuk auditif dari pada visual.

d.   Pembelajaran non linier

                      Pembelajaran non linier dimaksudkan sebagai proses pembelajaran yang tidak hanya mengandalkan materi dari guru, tetapi peserta didik hendaknya menambah pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai sumber eksternal seperti narasumber di lapangan, studi literatur dari berbagai perpustakaan, situs internet dan sumber-sumber yang menunjang. Berdasarkan suatu penelitian dikatakan bahwa tingkat pemahaman dengan sistem pembelajaran non linier memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan pengetahuan dari fasilitator. Jadi tugas guru untuk dapat merangsang dan menciptakan suatu kondisi semangat menambah ilmu para peserta didik dari berbagai sumber lain.

e.    Interaktivitas

                      Interaktivitas diterjemahkan sebagai tingkat interaksi dengan media pembelajaran yang digunakan yakni multimedia. Kelebihan yang dimiliki multimedia, memungkinkan bagi siapapun untuk meanfaatkan detail-detail di dalam multimedia dalam menunjang kegiatan pembelajaran.

Penguasaan teknologi komunikasi khususnya komputer memerlukan pelatihan sebagai strategi peningkatan kemampuan pengoperasional berbagai program komputer. Terdapat beberapa indikator pengguasaan teknologi bagi pengajar maupun bagi peserta pelatihan yaitu:

a.       Bagi pengajar, terdapat enam kemahiran yang diperlukan yaitu (1) operasi dan penjagaan hardware (alat); (2) pengetahuan tentang pemilihan software (program) pengajaran; (3) integrasi pengajaran dan pembelajaran teknologi informasi dalam kurikulum; (4) teknik-teknik pengajaran menggunakan komputer; serta (5) peka terhadap teknologi terkini.

b.      Bagi peserta pelatihan, kemahiran dalam menggunakan suatu paket multimedia antara lain (1) pengetahuan tentang komputer dan bagaimana mengoperasikannya; (2) kemampuan mengoperasikan software (program) yang digunakan; (3) pemahaman tentang operasi dan peraturan keselamatan; serta (4) pengetahuan tentang hal-hal yang perlu apabila timbul masalah (Munir, 2010: 124).

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam menggunakan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pertama, guru memiliki pemahaman media pnegajaran antara lain jenis dan manfaat media pengajaran, kriteria memilih dan menggunakan media pengajaran, menggunakan media sebagai alat bantu mengajar dan tindak lanjut penggunaan media dalam proses belajar mengajar. Kedua, guru terampil membuat media pembelajaran sederhana untuk keperluan pembelajaran, terutama media dua dimensi atau media grafis. Ketiga, pengetahuan dan ketrampilan dalam menilai keefektifan penggunaan media dalam proses pengajaran (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2009: 4).

DAFTAR PUSTAKA

(Hubungi fb disamping bawah: akan dikirim lewat e-mail)

MATERI S2

KEAKTIFAN BELAJAR

1. Keaktifan Siswa

Keaktifan berasal dari kata aktif yang artinya giat bekerja, giat berusaha, mampu bereaksi dan beraksi, sedangkan arti kata keaktifan adalah kesibukan atau kegiatan (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, 2004: 36). Dalam mengkategorikan keaktifan, dapat ditinjau dari dua hal yaitu keaktifan dapat digolongkan menjadi keaktifan jasmani dan keaktifan rohani. Keaktifan jasmani maupun rohani meliputi (1)  keaktifan indera yaitu  pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain; (2) keaktifan akal; serta (3) keaktifan ingatan. Keaktifan juga termasuk dalam sumber pembelajaran yang merupakan kombinasi antara suatu teknik dengan sumber lain (Mulyasa, 2008: 158).

Pembelajaran aktif bertitik tolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi, dan dapat diwujudkan apabila diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu cara memandang dan menyikapi tugas guru juga berorientasi bukan lagi sebagai seseorang yang serba tahu yang siap untuk memberi kebijaksanaan, melainkan sebagai kasalisator terjadinya proses belajar dan siswa secara terus menerus berusaha menyempurnakan diri sehingga mampu menjadi katalis yang semakin meningkat kemampuannya (Hasibuan dan Moedjiono, 2009: 12).

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan keaktifan siswa melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Aktifitas siswa menjadi hal yang penting karena kadangkala guru lebih menekankan pada aspek kognitif, dengan menekankan pada kemampuan mental yang dipelajari sehingga hanya berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan. Guru perlu menyadari bahwa pada saat mengajar, guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator.

Keaktifan siswa dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru dalam proses pembelajaran. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosi dan fisik. Siswa merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif  saat lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk perkembangan keaktifan itu (Aunurrahman, 2009: 119).

Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktifitas siswa. Aktifitas tidak terbatas pada aktifitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktifitas yang bersifat psikis seperti aktifitas mental (Wina Sanjaya, 2007: 130).

Menurut Sudjana (2001:72), keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) terlibat dalam pemecahan masalah; (3) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; (4) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah; (5) melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal; serta (6) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

Terdapat beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif, yakni (1) stimulus belajar; (2) perhatian dan motivasi, (3) respon yang dipelajari; serta (4) penguatan serta umpan balik. Berikut ini dijelakan secara umum kelima prinisp tersebut:

a.    Stimulasi Belajar

Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Proses pemberian stimulus tersebut dapat berbentuk verbal, bahasa, visual, auditif, dan lainnya. Stimulus hendaknya benar-benar mengkomunikasikan informasi yang dingin disampaikan guru kepada siswa.

b.  Perhatian dan motivasi

Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi hasil belajar yang dicapai siwa tidak akan optimal. Stimulus belajar yang diberikan guru tidak akan berarti tanpa adanya perhatian dan motivasi dari siswa. Perhatian dan motivasi belajar siswa tidak akan lama bertahan selama proses belajar mengajar berlangsung. Oleh sebab itu perlu diusahakan oleh guru untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi.

c.   Respons yang dipelajari

Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila siswa tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respons siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki. Keterlibatan siswa atau respons siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar dan sebagainya.

Keterkaitan guru dan siswa dalam kaitannya dengan stimulus dan respon didukung oleh penerapan strategi belajar yang tepat. Strategi pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa, lebih efektif daripada tanpa bantuan dari guru.

Teaching strategies in which the teacher and the students work together are generally more effective that those in which the student are expected to learn new words without the teacher’s help (Ross, Burns Roe, 1992: 195).

d.  Penguatan

Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan siswa akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali manakala diperlukan. Hal ini berarti apabila respons siswa terhadap stimulus guru memuaskan kebutuhannya, maka siswa cenderung untuk mempelajari tingkah laku tersebut. Sumber penguat belajar untuk memuaskan kebutuhan berasal dari nilai, pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, ganjaran, hadian dan lainnya.

e.   Pemakaian dan pemindahan

Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tidak terbatas jumlahya. Dalam hal penyimpanan informasi yang tidak terbatas penting sekali diperhatikan pengaturan dan penempatan informasi sehingga dapat digunakan kembali apabila diperlukan. Pengingatan kembali informasi yang telah diperoleh tersebut cenderung terjadi apabila digunakan dalam situasi yang serupa. Belajar dengan memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi lain yang serupa di masa mendatang (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 214).

Kadar pembelajaran aktif dapat diidentifikasikan dari adanya ciri sebagai berikut:

a.    Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan, proses belajar mengajar dan evaluasi.

b.    Adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa baik melalui kegiatan mengalami, menganalisa, berbuat dan pembentukan sikap.

c.    Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.

d.    Guru bertindak sebagai fasilitator dan koordinator kegiatan belajar siswa, bukan sebagai pengajar (instruktur) yang mendominasi kegiatan di kelas.

e.    Menggunakan berbagai metode secara bervariasi, alat dan media pengajaran (Muhammad Ali, 2008: 69).

Dalam pembelajaran tuntutan keaktifan siswa merupakan konsekuensi logis dari pengajaran. Hampir tidak pernah terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan siswa dalam belajar. Permasalahannya hanya terletak dalam kadar atau bobot keaktifan belajar siswa. Ada keaktifan belajar kategori rendah, sedang dan ada pula keaktifan belajar kategori tinggi. Seandainya dibuat rentangan skala keaktifan, maka dapat diskala satu sampai sepuluh (Abdu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 206).

Terdapat beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Pertama, asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki anak didik. Hakikat pendidikan pada dasarnya adalah (a) interaksi manusia; (b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia; (c) berlangsung sepanjang hayat; (d) kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa; (e) keseimbangan antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru; serta (f) peningkatan kualitas hidup manusia.

Kedua, asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan, yaitu (a) siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembangan; (b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda; (c) anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya; (d) anak didik memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek yang harus dijejali dengan infomrasi, tetapi subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiiki anak didik itu.

Ketiga, asumsi tentang guru adalah (a) bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik; (b) guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar; (c) guru mempunyai kode etik keguruan; (d) guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.

Keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah      (a) proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem;    (b) peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru; (c) proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna; (d) pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbang; (e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal (Wina Sanjaya, 2007: 134).

Guru perlu merancang kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar secara aktif, baik fisik maupun mental. Siswa akan belajar secara aktif kalau rancangan pembelajaran yang disusun guru mengharuskan siswa melakukan kegiatan belajar. Rancangan pembelajaran yang mencerminkan kegiatan belajar aktif perlu didukung oleh kemampuan guru memfasilitasi kegiatan belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung (Tim, 2010: 142).

Mengaktifkan belajar siswa dapat melatih memori siswa agar bekerja dan berkembang secara optimal. Guru perlu memberikan kesempatan siswa untuk mengoptimalisasikan memori siswa bekerja secara maksimal dengan memberikan waktu untuk mengungkapkan kreatifitasnya sendiri. Cara lain mengaktifkan siswa dengan memberikan berbagai pengalaman belajar bermakna yang bermanfaat bagi kehidupan siswa. Pemberian rangsangan tugas, tantangan, memecahkan masalah atau mengembangkan pembiasaan agar dalam dirinya tumbuh kesadaran bahwa belajar menjadi kebutuhan hidupnya.

Alasan lain  mengaktifkan siswa yaitu dengan menganalisis cara belajar siswa yang berbeda-beda. Setiap siswa perlu memperoleh layanan bimbingan belajar yang berbeda pula, sehingga seluruh siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Guru perlu menyadari bahwa siswa berlatar belakang sosial yang berbeda sehingga guru mempunyai tugas untuk menumbuhkan kesadaran agar setiap siswa merasa membutuhkan belajar.

Bentuk kegiatan belajar aktif terfokus kepada aktivitas siswa yang terlibat dalam pembelajaran.  Siswa banyak melakukan serangkaian kegiatan yang berfungsi untuk mencari pengalaman pembelajaran. Klasifikasi kegiatan pembelajaran dapat berupa; (1) kegiatan penyelidikan dengan membaca, wawancara, mendengarkan radio, maupun menonton film; (2) kegiatan penyajian misalnya membuat laporan, mempertunjukkan, maupun membuat grafik; (3) kegiatan latihan mekanis digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu diadakan latihan-latihan; (4) kegiatan apresiasi, misalnya mendengarkan musik, maupun menyaksikan gambar; (5) kegiatan observasi dan mendengarkan dengan membuat alat-alat belajar; (6) kegiatan ekspresif kreatif yaitu dengan membuat pekerjaan rumah, bercerita, bermain dan sebagainya; (7) bekerja dalam kelompok; (8) melakukan percobaan di laboratorium maupun di lingkungan; serta (9) kegiatan mengorganisasi dan menilai (Oemar Hamalik, 2004: 20).

Implikasi prinsip keaktifan dalam proses belajar terlihat dari beberapa kegiatan, yaitu:

a.    Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya.

b.    Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.

c.    Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.

d.    Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan.

e.    Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran (Aunurrahman, 2009: 121).

Dalam menganalisis tentang keaktifan terdapat beberapa indikator yang dapat menjadi pedoman dalam pengukuran keaktifan. Indikator keaktifan siswa dapat dilihat dari kriteria berikut ini (1) perhatian siswa terhadap penjelasan guru; (2) kerjasamanya dalam kelompok; (3) kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok; (4) memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok;  (5) mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat;   (6) memberi gagasan yang cemerlang; (7) membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang; (8) keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain; (9) memanfaatkan potensi anggota kelompok; serta           (10) saling membantu dan menyelesaikan masalah (Ardhana, 2009: 2).

Apabila ditinjau dari indikator belajar aktif, dapat dilihat beberapa tingkah laku yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar, berdasarkan apa yang dirancang oleh guru,  antara lain:

a.  Berdasarkan sudut pandang siswa, dapat dilihat dari:

1.    Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan, permasalahannya.

2.    Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar.

3.    Menampilkan berbagai usaha belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilan.

4.    Kebebasan melakukan berbagai aktifitas tanpa tekanan guru atau pihak lain.

b.  Ditinjau dari sudut guru, yaitu:

1.    Usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif.

2.    Peranan guru tidak mendominasi kegiatan proses belajar siswa.

3.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing.

4.    Menggunakan berbagai kegiatan metode mengajar serta pendekatan multimedia.

c.  Ditinjau dari segi program, yaitu:

1.    Tujuan instraksional serta konsep maupun isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat, serta kemampuan subjek didik.

2.    Program cukup jelas dapat dimengertin siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar.

3.    Bahan pelajaran mengandung informasi, konsep, prinsip dan ketrampilan.

d.  Ditinjau dari situasi belajar, dapat dilihat dari:

1.    Iklim hubungan antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa, guru dengan guru, serta dengan unsur pimpinan sekolah.

2.    Gairah serta kegembiraan belajar siswa sehingga siswa memiliki motivasi yang kuat serta keleluasaan mengembangkan cara belajar masing-masing.

e. Ditinjau dari sarana belajar, maka dapat dilihat dari:

1.    Sumber-sumber belajar bagi siswa

2.    Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar.

3.    Dukungan dari berbagai jenis media pengajaran.

4.    Kegiatan belajar siswa tidak terbatas di dalam kelas tapi juga di luar kelas (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 207).

DAFTAR PUSTAKA

(Hubungi FB: akan dikirim via email)

MATERI S2

MOTIVASI BELAJAR

1. Motivasi Belajar

Pengertian motivasi secara etimologis, berasal dari bahasa latin yaitu motivum  yang menunjukkan pada alasan tentang mengapa sesuatu itu bergerak (Dwiwandono, 2002: 329). Motivasi dalam arti yang lebih luas adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi maka aktivitasnya dilaksanakan sesuai dengan motivasi yang mendasarinya (Uno, 2008: 1).

Woolfolk (2004: 388) memberi definisi tentang motivasi yaitu:

Motivation is an internal state that arouses, directs, and maintains behavior. The study of motivation focuses on how and why people initiate actions directed toward specific goals, how intensively they are involved in the activity, how persistent they are in their attemps to reach these goals, and what they are thinking an feeling along the way.

Motivasi merupakan pendorong, pengarah perilaku individu. Pembelajaran tentang motivasi dicokuskan pada bagaimana siswa dapat mengidentifikasi terhadap keinginan spesifik yang menjadi tujuan hidupnya, seberapa intensif, termasuk aktivitas dan persepsi tentang kehidupan. Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam stimulasi tindakan ke arah tertentu, yang sebelumnya tidak ada gerakan menuju ke arah tersebut. Motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar atau internal serta intensif di luar diri individu (Hamalik, 2009: 173). Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh Mulyasa (2005: 174) bahwa motivasi merupakan tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi tersebut akan menumbuhkan dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan.

Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila seseorang tidak suka, maka akan berusaha meniadakan perasaan tidak suka itu (Sardiman, 2007: 75). Motivasi merupakan dorongan untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan agar tetap hidup. Dorongan inilah yang menggerakkan dalam mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku atau kegiatan seseorang. Motivasi tidak saja merupakan fungsi pemenuhan kebutuhan, tetapi dipahami sebagai kerangka pikir yang melibatkan kebutuhan, tujuan, sistem  nilai, persepsi pribadi dan pengalaman (Suciati, 2005: 34).

Berdasarkan paparan tentang pengertian motivasi dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas. Motivasi dapat diperoleh secara ekstenal dan internal. Motivasi yang diperoleh secara eksternal adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang, sedangkan motivasi internal adalah motivasi yang berasal dari diri seseorang yang lebih bersifat permanen.

Motivasi mempunyai fungsi terhadap diri siswa, yaitu:

a.    Mendorong siswa untuk berbuat, jadi sebagai penggerak yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

b.    Menentukan arah perbautan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Motivasi dapat memberikan arah da kegiatan yang harus dikerjakan sesuatu dengan rumusan masalahnya.

c.    Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sardiman, 2007: 75).

Pada perkembangan awal definisi motivasi, terjadi penggolongan motivasi yaitu motivasi yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik:

A classic distinction in motivation is between intrinsic and extrinsic. Intrinsic motivation is the natural tendency to seek out and conquear challenges as we pursue personal interests and excise capabilities. In contrast, whe we do something in order to earn a grade, avoid punishment, please the teacher, or for some other reason that has very little to do with the taks itself, we expeerience  extrinsic motivation (Wollfolk, 2004: 351).

Motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu yang bersifat instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik ditandai dengan dorongan yang berasal dari dalam diri siswa untuk berperilaku tertentu, sedangkan motivasi ekstrinsik dipengaruhi faktor dari luar siswa.  Kondisi ideal  yang  dimiliki  siswa  sebaiknya  motivasi intrinsik, karena jenis motivasi ini lebih bersifat konstan atau permanen dibanding dengan motivasi ekstrinsik.

Terdapat tiga kondisi yang mempengaruhi motivasi, antara lain:

a.   Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perubahan-perubahan tertentu di dalam sistem neurofisiologis dalam organisme manusia.

b.   Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan. Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif.

c.   Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons-repons yang tertuju ke arah suatu tujuan. Respons-respons itu berfungsi megurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya (Hamalik, 2009: 174).

Ketiga kriteria tentang motivasi, dapat dianalisis bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoala gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk bertindak. Semua itu didorong karena adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan.

Terdapat beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa, menurut Suciati (2005: 11) teori-teori yang menguatkan tentang motivasi adalah:

a.  Teori Kebutuhan Maslow

Teori Maslow berpendapat bahwa manusia tersusun dalam bentuk hierarki, terdiri dari lima tingkat. Kebutuhan tingkat yang lebih rendah harus terlebih dahulu dipenuhi sebelum kebutuhan pada tingkat yang di atasnya berfungsi. Pemahaman tentang teori Maslow dijelaskan oleh Decker (2004; 40), yang menyatakan bahwa:

Maslow, a note psychologist, believed that development is a result of meeting personal needs. His theory states all people work to fulfill basic needs and higher-level needs. Basic needs are both psysiological (related to the body) and psychological (related to feelings). Maslow divides basic needs into four categories. One category incudes all physiological needs. The other three categories are the psychological needs of safety; belonging and love; and esteem. In addition to basic needs, Maslow also created a category for higher-level needs, which he called self-actualization needs.  These are the needs to grow and feel fulfilled as a person. They include the drive to pursue talents and hobbies, gain skills, and learn more about the word.

Maslow penyatakan bahwa dalam perkembangan manusia membutuhkan pentahapan kebutuhan dasar sampai kebutuhan yang tinggi. Dalam teori Maslow kebutuhan dasar menyangkut pada fisik dan psikologis. Maslow membagi kebutuhan dasar menjadi empat kategori dari kebutuhan fisik, rasa aman, cinta maupun perasaan dihargai. Pada level yang lebih tinggi Maslow membuat kategori aktualisasi diri yang merupakan puncak dari teori kebutuhan sehingga siswa dapat mengatur dirinya untuk menyalurkan kemampuan, hobi maupun mempelajari berbagai kajian ilmu di dunia.

Penjelasan tentang teori Maslow juga dikuatkan dengan paparan dari Woolfolk (2004: 353) yaitu:

Abraham Maslow suggested that humans have a hierarchy of needs ranging from lower-level needs for survival and safety to higher-level needs for intellectual achievement and finally self-actualization. Self-actualization is Maslow’s term for self-fulfillment, the realization of personal potential. Each of the lower needs must be met before the next higher need can be addressed.

 

Abraham Maslow percaya bahwa manusia mempunyai hirarki kebutuhan dari kebutuhan dasar sampai dengan kebutuhan tinggi. Pada level dasar manusia adalah bertahan hidup dan keamanan. Pada kebutuhan tingkat tinggi  manusia sampai pada level aktualisasi diri untuk dapat mengembangkan segala potensinya.  Secara terperinci teori kebutuhan Maslow dijabarkan sebagai berikut:

1)  Kebutuhan Fisik

Manusia selalu memenuhi kebutuhan fisik yang sangat mendasar seperti pangan, sandang dan papan. Kebutuhan fisik yang mempengaruhi motivasi misalnya siswa yang lapar karena tidak sarapan pagi, atau merasa kedinginan karena tidak mempunyai sepatu, akan mempengaruhi konsentrasi belajarnya.

2)  Kebutuhan Rasa Aman

Apabila kebutuhan fisik terpenuhi, seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu rasa aman dari kegelisahan, ancaman dan kebutuhan untuk berada dalam situasi yang aman. Kebutuhan ini nampak pada siswa di dalam kelas misalnya siswa yang merasa tangan dan kakinya dingin sebelum melakukan pidato atau menyanyi di depan kelas. Hal ini dapat disebabkan rasa tidak aman, kuatirakan dinilai jelek oleh guru dan teman-temannya.

3)  Kebutuhan menjadi Bagian dari Satu Kelompok

Manusia mempunyai keinginan menjadi bagian dari suatu kelompok untuk dapat saling memberi serta menerima perhatian dan penghargaan. Hal tersebut dapat diamati dari tingkah laku siswa yang berusaha menjaga hubungan baik dengan teman-temannya, dan apabila guru juga bersikap serupa, hal ini dapat membantu siswa untuk mempunyai motivasi belajar di sekolah.

4)  Kebutuhan untuk dihargai

Seseorang mempunyai kebutuhan untuk diakui dan dihargai berdasarkan kemampuan dan kualitas yang dimilikinya. Pada dasarnya siswa ingin dihargai orang lain sebagai bukti keberagaman mereka diterima oleh siswa lainnya.

5)  Kebutuhan Aktualisasi Diri

Menurut Maslow kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang tertinggi. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan keinginan untuk mengembangkan diri semaksimal mungkin. Perwujudannya terlihat dari keinginan untuk mempelajari hal-hal baru, menikmati keindahan lukisan atau seni, atau keinginan untuk memiliki hidup yang seimbang dalam berbagai kehidupan. Seseorang yang dimotivasi oleh kebutuhan ini lebih bersikap mandiri dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Motivasi ini terlihat  dari  sikap  siswa  yang  menyenangi  belajar tanpa harus didorong dengan hasil nilai belajar, perhatian guru yang berlebihan atau berbagai peraturan untuk membuatnya belajar (Suciati, 2005: 11).

b. Kebutuhan untuk Berprestasi

Menurut McClelland dan Atkinson, motivasi yang paling penting adalah motivasi berprestasi, karena seseorang cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses (Djiwodono, 2009: 351). Kebutuhan untuk berprestasi contohnya bila siswa akan mengerjakan tugas yang sulit, cenderung untuk memilih teman kerja yang cocok dalam melakukan tugasnya. Siswa-siswa yang termotivasi untuk berprestasi akan tetap melakukan tugas lebih lama dari pada siswa-siswa yang kurang berprestasi, walaupun siswa tersebut pernah mengalami kegagalan. Siswa yang termotivasi untuk mencapai prestasi mengharap tetap sukses walaupun pernah gagal.

Kebutuhan untuk berprestasi merupakan keinginan untuk berprestasi dijelaskan sebagai motif untuk mencapai suatu standar kualitas. Seseorang yang digerakkan oleh motivasi ini, akan berusaha melakukan usahanya atau pekerjaan sebaik mungkin, tanpa memikirkan apakah hasilnya akan menungunkan atau tidak.

Terdapat sikap-sikap tertentu yang membedakan seseorang yang mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi dengan orang yang tidak mempunyai motivasi berprestasi, salah satu contohnya, siswa dengan kebutuhan berprestasi tinggi cenderung mempunyai ketahanan (persistence) yang tinggi dalam melakukan tugas, tidak cepat menyerah. Siswa tersebut cenderung mempunyai hasil kerja yang baik meskipun tidak diawasi oleh guru. Oleh karena itu dalam hal bersosialisasi dengan teman, lebih didasari kepada kemampuan yang dimiliki teman lain daripada keramahan atau rasa senang (Suciati, 2005: 12).

c.  Teori Atribusi

Teori atribusi menjelaskan bahwa faktor kognisi mempengaruhi dan pola prilaku. Seseorang akan melakukan suatu perilaku beprestasi bukan saja dipengaruhi oleh pemahamannya tentang kualitas tujuan yang akan dicapai, tetapi juga oleh bagaimana individu tersebut memandang penyebab keberhasilan. Apabila seseorang menganggap kemampuan pribadi dan usaha sebagai penyebab keberhasilan, seseorang cenderung mencoba melakukan kegiatan untuk berprestasi. Persepsi ini bisa juga terjadi sebaliknya, apabila seseorang menganggap faktor keberuntungan atau kesulitan pada tugas sebagai penyebab keberhasilan atau kegagalan, orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk melakukan kegiatan berprestasi. Faktor ini dikaitkan dengan konsep locus of control yaitu seseorang dapat bersifat “internal” yaitu menganggap faktor dari diri sendiri menentukan keberhasilan atau “eksternal” yang mengangap keberhasilan ditentukan oleh fatkor di luar dirinya sendiri (Djiwandono, 2009: 334).

d. Model ARCS

Teori motivasi model ARCS didasarkan pada teori Keller yang mengemukakan prinsip-prinsip motivasi yang didasarkan pada teori expectancy-value. Motivasi menurut teori ini dilihat dari usaha siswa, merupakan fungsi dari harapan dan penilaian. Siswa akan terdorong untuk berusaha melakukan sesuatu apabila mempunyai harapan untuk berhasil dalam usahanya, hal tersebut merupakan faktor pertama. Siapapun tidak ingin menjadi kecewa karena gagal, oleh karena itu apabila siswa mempunyai persepsi bahwa apa yang akan dilakukan sangat sulit dan di luar jangkauan kemampuannya, maka dia akan kehilangan minat untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa harapan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi.

Faktor kedua adalah persepsi siswa mengenai “nilai” dan “manfaat” yang diperoleh dari tercapainya suatu tujuan. Siswa tidak akan mau bersudah payah mengerjakan tugas yang tidak menarik dan tidak diketahui manfaatnya. Banyak mata pelajaran atau tugas yang menarik perhatian siswa, tetapi ada juga pengetahuan lain yang harus dipelajari siswa, namun bagi siswa hal tersebut kurang menarik. Hal inilah yang menyebabkan siswa kurang termotivasi untuk mempelajari pengetahuan tersebut.

Berdasarkan teori expectancy value, diidentifikasikan empat indikator pembelajaran yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa, yang disingkat dengan ARCS (Suciati, 2005: 14), yaitu:

1)  Attention atau Perhatian

Perhatian merupakan faktor indikator motivasi siswa. Sebaik apapun persiapan mengajar guru, bila siswa tidak memberi perhatian, proses belajar tidak akan berjalan. Siswa yang memasuki ruangan kelas menjadi tidak mempunyai perhatian terhadap apa yang akan diajarkan guru.

2)    Relevance atau Berhubungan

Relevance dapat diartikan juga sebagai kesesuaian dan kegunaan. Berkenaan dengan aspek ini, guru dituntut untuk mengkaitkan pembelajaran dengan kebutuhan, minat dan motivasi belajar siswa. Pertama, guru perlu menjelaskan kepada siswa tujuan, kegunaan dan strategi untuk dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Kedua mengkaitkan tujuan pembelajaran dengan kebutuhan dan motif belajar siswa. Ketiga menyajikan materi menggunakan cara yang dapat dipahami siswa dan mengusahakan apa yang telah diketahui oleh siswa, misalnya dengan memberi konsep yang dibahas dari pengalaman sendiri.

4)    Confidence atau Rasa Percaya Diri

Berkenaan dengan aspek percaya diri, guru dituntut untuk membantu siswa mengembangkan harapan keberhasilan dalam pembelajaran. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara:                    (1) menjelaskan kepada siswa persyaratan atau kriteria hasil belajar; (2) memberi tantangan dan kesempatan untuk berhasil, dan (3) membuat hubungan antara keberhasilan dengan usaha dan kemampuan.

5)    Satisfaction atau Kepuasan

Guru dituntut untuk mengusahakan penguatan motivasi instrinsik dan ekstrinsik pada siswa. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan siswa diantaranya: (1) menumbuhkan motivasi instrinsik siswa untuk belajar; (2) menumbuhkan motivasi ekstrinsik; dan (3) membeikan balikan terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan kriteria yang telah disepakati di kelas..

Motivasi belajar merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Terdapat beberapa peranan penting dalam motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar; (b) menjelaskan tujuan belajar yang hendak dicapai; (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar; serta (d) menentukan ketekunan belajar (Uno, 2008: 27).

DAFTAR PUSTAKA

(Hubungi FB: akan dikirim via email)

MATERI S2

PRESTASI BELAJAR

1.  Prestasi Belajar

Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan  hasil belajar yang berwujud kapabilitas. Setelah belajar seseorang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut berasal dari  stimulasi dari lingkungan serta proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dalam proses belajar, siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan pelajaran. Kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik yang diajarkan menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya.

Belajar adalah proses  yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai  bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, para penerimaan, dan lain sebagainya

Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi relatif lama atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya (Sugihartono, dkk, 2007: 74). Definsi belajar juga diungkapkan oleh Witherington (Aunurrahman, 2009: 35) dengan mendefinisikan belajar merupakan suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari interaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

Perubahan perilaku yang dimaksud mempunyai ciri-ciri (1) perubahan terjadi secara sadar; (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional; (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif; (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara; (5) perubahan dalam belajar bertujuan; serta (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2005: 2).

Lebih mendalam lagi tentang kriteria belajar disampaikan oleh Anita Woolfolk (2004: 198) yang memberi batasan tentang adanya perubahan yang permanen pada individu dalam belajar yaitu:

Learning occurs when experience causes a relatively permanent change in an individual’s knowledge or behavior. The change may be deliberate or unintentional, for better or for worse, correct or incorrect, and conscious or unconscious. To qualify as learning, this change must be brought about by experience – by the interaction of a person with his or her environment. Changes simply caused by maturation, such as growing taller or turning ray, do not qualify as learning. Tempory change resulting from illness, fatique, or hunger are also excluded from a general definition of  learning.  Temporary change result from illnes, fatique, or hunger are also excluded from a genereal definition of learning. Of course, learning plays a part in how we respond to hunger or illness.

Kriteria belajar lebih diarahkan kepada pengalaman yang relatif permanen untuk mengubah kemampuan individu maupun tingkah lakunya. Perubahan tersebut merupakan hasil pengalaman dan bukan karena perubahan yang sifatnya sementara seperti faktor kelelahan, kelaparan, sakit, karena perubahan tersebut hanya sementara dan merupakan dampak dari keadaan bukan pengalaman belajar.

Berdasarkan kriteria-kriteria belajar maka dapat ditemukan ciri umum dari kegiatan belajar yaitu adanya unsur kesenggajaan dalam belajar, adanya interaksi individu dengan lingkungan, serta adanya perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh hasil belajar. Belajar yang disengaja merupakan bentuk dari suatu aktivitas yang direncanakan baik secara jasmani maupun rohani. Interaksi antara individu dengan lingkungan memungkinkan individu memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru. Perubahan tingkah laku yang disyarakatkan dalam belajar adalah perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Pada dasarnya belajar tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar. Tahapan dari belajar adalah:

a.    Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi.

b.    Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi.

c.    Tahap retrieval, yaitu tahap pendekatan kembali informasi (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2010: 1).

Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa telah mampu mengerjakan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Kemampuan berprestasi tersebut dipengaruhi oleh proses-proses penerimaan, keaktifan, pra pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk membangkitkan pesan dan pengalaman (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 243).

Prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Guna memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan ketrampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampilan (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2010: 15).

Keberhasilan dalam memperoleh prestasi belajar digunakan tes untuk mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Tujuan ini membawa keharusan dalam konstruksinya untuk selalu mengacu pada perencanaan program belajar yang dituangkan dalam silabus masing-masing materi pelajaran. Tes prestasi belajar merupakan salah satu alat pengukuran di bidang pendidikan sebagai sumber informasi guna mengambil keputusan (Saifudin Azwar, 2010: 8).

Sehubungan dengan kegiatan pembelajaran di kelas, prestasi yang dicapai oleh siswa di samping dipengaruhi oleh bakat juga dipengaruhi oleh kesempatan belajar, kemampuan memahami bahan dan kualitas pembelajaran. Bakat ada kaitannya dengan kondisi dasar yang dimiliki untuk belajar. Kualitas pembelajaran sendiri bergantung pada tiga elemen yaitu kejelasan tugas-tugas belajar, ketepatan perjenjangan dan urutan bahan, serta efektifitas test yang dilaksanakan (Mulyasa, 2004: 54).

Prestasi belajar yang dicapai siswa secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar yang dicapai. Prestasi belajar siswa di sekolah 70% dipegaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan (Nana Sudjana, 2010: 39).

Prestasi belajar dapat dilakukan dengan menggunakan sistem belajar tuntas. Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan terlihat dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mulyasa, 2004: 53).

Prestasi belajar tidak saja ditentukan oleh motivasi siswa dalam mempelajari materi pembelajaran, namun terdapat beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi prestasi atau kemampuan intelektual siswa diantaranya:

a.  Keturunan

     Studi korelasi nilai-nilai tes inteligensi diantara anak dan orang tua menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.

b.  Latar belakang sosial ekonomi

     Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia tiga tahun sampai dengan remaja.

c.  Lingkungan

     Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan inteligensi adalah panti-panti asuhan serta instansi lainnya, terutama bila anak ditempatkan di tempat tersebut sejak awal kehidupannya.

d.  Kondisi fisik

     Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental anak yang rendah.

e.  Iklim emosi

     Iklim emosi saat individu dibesarkan, mempengaruhi perkembangan mental individu yang bersangkutan (Slameto, 2005: 131).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan peserta didik juga diungkap oleh Celia Anita Decker (2004:  27):

Heredity and environment influence growth and development. Heredity includes all the traits that are passed to a child from blood relatives. Environment includes all the condition and situations that affect a child.

Faktor keturunan dan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan peserta didik. Faktor keturunan  merupakan faktor yang diturunkan oleh orang tuanya berdasarkan persamaan darah. Faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan peserta yaitu semua kondisi dan situasi yang mempengaruhi peserta didik dari luar dirinya.

Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa agar memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehingga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar secara maksimal.

Guna mencapai prestasi belajar yang maksimal, perlu diperhatikan prinsip-prinsip belajar yaitu strategi belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda oleh setiap siswa. Prinsip-prinsip belajar tersebut antara lain:

a.  Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1)    Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2)    Belajar harus dapat menimbulkan penguatan (reinforcement) dan motivasi  yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3)    Belajar perlu lingkungan yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkresplorasi dan belajar dengan efektif.

b.  Sesuai dengan hakikat belajar

1)    Belajar merupakan proses yang kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangnnya.

2)    Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.

3)    Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.

c.  Berdasarkan materi yang dipelajari

1)    Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

2)    Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.

d.  Berdasarkan syarat keberhasilan belajar

1)    Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar lebih tenang.

2)    Repetisi dalam proses belajar perlu dilakukan agar pengertian, ketrampilan dan sikap itu tertanam mendalam pada diri siswa (Slameto, 2005:  28).

Prestasi belajar siswa juga dapat dikaitkan dengan tingkat kecerdasan peserta didik. Upaya untuk mengetahui tingkat kecerdasan telah dilakukan oleh para ahli psikologi, antara lain pada tahun 1905 Alfred Binet mengembangkan test intelegensi yang digunakan secara luas. Binet berhasil menemukan cara untuk menentukan usia mental seseorang. Usia mental mungkin lebih rendah, lebih tinggi atau sama dengan usia kronologis (usia yang dihitung secara kelahirannya). Anak yang cerdas akan memiliki usia mental lebih tinggi daripada usianya sendiri, karena mampu mengerjakan tugas-tugas untuk anak yang usianya lebih tinggi (Mulyasa, 2004: 121).

Alfred Binet belived that to evaluate intelligence, you must devise direct measures of complex processes such as reasioning and problem solving, the ability to use pas experience to solve present problems, you cannot simply infer complex processes from simple’ skills (Paul Mussen and Mark R.  Rosenzweig, 1973:  352).

Alfred Binet percaya bahwa untuk mengevaluasi kepandaian seseorang, perlu menggunakan pengukuran proses yang komplek seperti tingkat pemikiran dan bagaimana seseorang dapat menyelesaikan masalah. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak akan dapat terselesaikan bila seseorang tidak mempunyai kemampuan yang komplek.

Siswa yang prestasi belajarnya kurang maksimal perlu mendapatkan bimbingan dari guru maupun konselor di sekolah. Bimbingan belajar dalam hal ini adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar dalam lembaga pendidikan. Kurang berhasilnya siswa dalam memperoleh prestasi yang maksimal disebabkan karena (a) kemampuan belajar yang rendah; (b) motivasi belajar yang rendah; (c) minat belajar yang rendah; (d) tidak berbakat pada mata pelajaran tertentu; (e) kesulitan berkonsentrasi dalam belajar; (f) sikap belajar yang tidak terarah; (g) perilaku mal adaptif dalam belajar seperti suka memganggu teman ketika belajar; (h) gagal ujian; (i) tidak naik kelas dan sebagainya (Tohirin, 2007: 130).

Kadangkala pada kasus-kasus tertentu sering ditemukan bahwa siswa dengan inteligensi yang rendah, di bawah rata-rata normal, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar. Hal ini disebabkan cara berpikirnya lambat sehingga siswa mengalami kesukaran beradaptasi dengan teman-teman sekelasnya. Rendahnya prestasi belajar  siswa tersebut tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, siswa dengan inteligensi yang rendah ditempatkan di kelas-kelas khusus dengan pelayanan yang khusus pula (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 136).

Orang tua dapat membantu proses permasalahan belajar dengan berbagai cara antara lain:

a.    Berusaha membantu anak belajar, misalnya bagaimana mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas lain.

b.    Berdiskusi tentang keadaan sekolah dan kesulitan belajar pada umumnya.

c.    Melengkapi pendidikan umum di sekolah formal dengan pendidikan agama di keluarga.

d.    Memberikan kerampilan non formal.

e.    Menciptakan lingkungan keluarga yang cinta akan belajar (Sofyan S. Wilis, 2009: 175).

 DAFTAR PUSTAKA

(Hubungi FB, akan dikirim via email)

MATERI S2

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN MODEL PORTOFOLIO BERBASIS SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan mutu pendidikan secara terintegrasi, merupakan tujuan utama dalam pengelolaan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan membutuhkan kerjasama berbagai elemen pendidikan baik pimpinan, guru, administrasi, kurikulum, penentu kebijakan pendidikan, sarana, prasarana dan berbagai elemen lain yang mendukung pendidikan. Kesadaran semua pihak dalam peningkatan mutu pendidikan menjadikan lembaga pendidikan mempunyai dinamisasi yang tinggi dalam meningkatkan kualitas pendidikannya.

Berbagai materi pembelajaran yang diberikan dijenjang pendidikan dikodivikasikan dalam kurikulum agar terjadi standarisasi kualitas pendidikan diIndonesia. Materi pembelajaran yang diberikan di sekolah bersifat kontekstual dan berbasis kearifan lokal agar siswa dapat mengimplementasikan materi pembelajaran dengan kehidupannya sehari-hari. Pengalaman pembelajaran yang menjadi fokus aktivitas siswa perlu diupayakan pengembangannya oleh guru agar siswa lebih memahami penerapan pembelajaran.

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaaan yang diberikan di berbagai tingkat  pendidikan diharapkan mampu menjadikan siswa menjadi warga negara yang baik, sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa sesuai dengan konstitusi. Tujuan ideal pendidikan perlu didukung oleh berbagai kebijakan sekolah maupun peran serta guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Peranan guru untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu ditingkatkan guna mendukung hasil proses belajar mengajar. Interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembelajaran, karena apa yang diajarkan oleh guru dapat direspons oleh siswa untuk diaplikasikan dalam kehidupannya.

Guru sebagai salah satu elemen pendidikan, perlu meningkatkan kemampuan mengajarnya untuk dapat memberikan alternatif metode pengajaran yang sesuai dengan siswa. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan secara personal salah satunya dapat dilakukan dengan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Implementasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat digunakan sebagai sarana peningkatan kualitas mengajar guru dan peningkatan prestasi siswa. Penelitian tindakan kelas juga digunakan untuk membantu siswa dalam mengatasi persoalan yang dihadapi, guna membantu pencapaian tujuan pembelajaran.

SMP Negeri 2 Piyungan merupakan sebuah lembaga pendidikan formal yang senantiasa meningkatkan kualitas pembelajarannya dengan menggunakan berbagai inovasi pembelajaran. Hasil dari berbagai penerapan strategi pembelajaran tersebut kemudian dievaluasi untuk dianalisis keefektifannya dalam meningkatkan proses belajar mengajar. Kurang maksimalnya pembelajaran perlu diantiasipasi agar mutu pembelajaran meningkat.

Implementasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Piyungan, khususnya kelas VII B dalam beberapa sub pembelajaran masih menemui kendala. Guru yang berijasah Pendidikan Kewarganegaraan hanya terdapat satu orang, sehingga harus menanggani tiga rombongan belajar yaitu kelas VII, VIII dan IX. Setiap rombongan belajar terdapatlimakelas yaitu A, B, C, D, dan E. Kondisi tersebut menjadikan guru kekurangan waktu untuk menyiapkan media pembelajaran sehingga pembelajaran sering menggunakan metode konvensional. Proses pembelajaran lebih didominasi ceramah tanpa menerapkan model-model pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Piyungan perlu ditingkatkan, khususnya keaktifan siswa. Kurang aktifnya siswa terlihat dari dominasi pembelajaran pada guru, sehingga siswa kurang mempunyai andil dalam pembelajaran. Pengkaitan antara materi pembelajaran dengan kondisi masyarakat  juga dinilai kurang maksimal, sehingga segi kontekstualitas dari pembelajaran perlu ditingkatkan. Kontekstualitas pembelajaran merupakan hal penting yang perlu diterapkan dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat mengkonstruksikan pembelajaran dengan pemahaman awal pembelajaran yang didapatnya dalam lingkungan. Keterkaitan antara permasalahan di lingkungan dengan materi pembelajaran dapat meningkatkan prestasi pembelajaran, karena siswa lebih memahami tentang materi pembelajaran.

Kurang maksimalnya pembelajaran juga terindikasi dari prestasi pembelajaran siswa. Dalam evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan nilai ulangan mid semester siswa hanya mencapai 62,76 padahal ketuntasan belajar Pendidikan Kewarganegaraan SMP 2 Piyungan adalah 7. Belum terlampauinya kriteria ketuntasan minimum tersebut perlu segera diantisipasi dengan mengubah sistem pembelajaran dengan menggunakan model maupun media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi maupun psikologi siswa.

Berbagai kondisi ideal dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta kurang maksimalnya pembelajaran di kelas VII B SMP 2 Piyungan, menjadikan landasan pemikiran pentingnya penelitian tindakan kelas untuk meminimalisasi kelemahan dalam pembelajaran. Peningkatan prestasi pembelajaran ditekankan pada aspek peningkatan keaktifan menggunakan model pembelajaran. Model yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model portofolio berbasis science technology society (STS). Model ini sengaja digunakan mengingat karakteristik model pembelajaran portofolio berbasis science technology society sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan keaktifan siswa dengan mengkaitkan implementasi pembelajaran guna menganalisis kondisi masyarakat.

 

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan kajian tentang karakteristik dan kelemahaman pembelajaran yang terjadi di SMP Negeri 2 Piyungan maka rumusan masalah yang akan dijadikan kajian penelitian adalah “Bagaimana meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan dengan model portofolio berbasis science technology society siswa kelas VII B SMP 2 Piyungan Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011?”

C. Rencana Pemecahan Masalah

Kurang maksimalnya keaktifan dan prestasi belajar siswa perlu diantisipasi dengan mengubah stategi pembelajaran. Model pembelajaran portofolio berbasis science technology society menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada penelitian ini. Karakteristik model ini sesuai dengan karakteristik kelemahan siswa sehingga dirasa tepat untuk dilaksanakan.

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas yaitu dengan rangkaian tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi pada setiap siklusnya. Apabila hasil pembelajaran belum sesuai dengan target pembelajaran yaitu 75% siswa keaktifan dan nilainnya di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) maka penelitian akan dilanjutkan pada siklus berikutnya.

 

D. Tujuan Penelitian                        

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan model pembelajaran portofolio berbasis science technologi society yang dilakukan di kelas VII B SMP 2 Piyungan Bantul Yogyakarta tahun pelajaran 2010/2011.

E. Manfaat Hasil Penelitian                        

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1.   Manfaat secara Teoritik

Secara teoritik manfaat penelitian ini dapat memberi tambahan pengetahuan tentang keaktifan, prestasi dan model pembelajaran portofolio berbasis science technologyi society. Kajian mendalam dari penelitian ini akan mengkonstruksi pengetahuan agar lebih mendapatkan informasi dan data dalam kajian teorinya.

2.   Manfaat secara Praktis

a.   Manfaat bagi Guru

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat digunakan untuk mencari solusi kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan motivasi siswa dalam belajar serta meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran baru.

b.   Manfaat bagi Sekolah

      Manfaat penelitian tindakan kelas bagi sekolah antara lain dapat memberikan masukan kepada sekolah tentang proses dan hasil penerapan model portofolio berbasis science technology society dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk dikembangkan.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian tentang karakteristik dan kelemahaman pembelajaran yang terjadi di SMP Negeri 2 Piyungan maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini bahwa keaktifan dan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan dapat ditingkatkan dengan penerapan model portofolio berbasis science technology society siswa di kelas VII B SMP Negeri 2 Piyungan tahun ajaran 2010/2011.

 (NASKAH LENGKAP ADA DI PENULIS)

DAFTAR PUSTAKA

 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. (2004). Psikologi belajar. Jakarta: Alfabeta.

Abdul Aziz Wahab. (2007). Metode dan model-model pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Ardhana. (2009). Indikator keaktifan siswa yang dapat dijadikan penilaian dalam PTK. Diambil pada tanggal 20 November 2010, dari  http://www.ardhana12.wordpress.com.

Arnie Fajar. (2009). Portofolio dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Asep Jihad dan Abdul Haris. (2010). Evaluasi pembelajaran.Yogyakarta: Multi Pressindo.

Aunnurahman. (2009). Belajar dan pembelajaran.Bandung: Alfabeta.

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Rineka Cipta.

Bennett, William J. (1999). The educated child. New York: The Free Press.

BNSP. (2006). Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas.

Buchory Muhammad Sukemi. (2006). Peningkatan partisipasi siswa dengan model CTL pada pembelajaran Kewarganegaraan Kelas XI SMA Negeri 1 Jetis, Bantul Yogyakarta. Laporan Penelitian Tindakan Kelas tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas PGRIYogyakarta.

———. (2007). Penilaian portofolio dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Kewarganegaan. Volume 1 Nomor 1, Januari 2007, halaman 29-43.

Dasim Budimansyah. (2003). Model pembelajaran berbasis portofolio. Bandung: Genesindo.

Decker, Celia Anita. (2004). Children the early years.Illinois: The Goodhead-Willcox Company, Inc.

Depdiknas. (2005). Penelitian tindakan kelas.Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta.

Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. (2004). Kamus lengkap bahasa Indonesia. Jakarta: Difa Publiser.

Enrica Yulia Nugrahaeni. (2007). Penggunaan model portofolio sebagai upaya meningkatkan daya kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas VIII SMP Negeri 3 Unggaran. Skripsi tidak diterbitkan.Semarang: Universitas NegeriSemarang.

Glatthorn, Allan A. (1995). Content of the curriculum.Virginia: Association For Supervision and Curriculum Development.

Hamzah B. Uno. (2009).  Model pembelajaran menciptakan proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif.  Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan dan Moedjiono. (2009). Proses belajar mengajar. Bandung: Rosdakarya.

Irawan Soehartono. (2008). Metode penelitian sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kaelan dan Achmad Zubaidi. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.

Kardiyat Wiharyanto. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Ardana Media.

Muhammad Ali. (2008). Guru dalam proses mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Mulyasa. (2004). Kurikulum berbasis kompetensi.Bandung: Remaja Rosdakarya.

———–. (2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

————. (2008). Standar kompetensi dan sertifikasi guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mussen, Paul and Rosenzweig, Mark R. (1973). Psychology an introduction.MassachusettsToronto: D.C. Heath and Company.

Nana Sudjana. (2010). Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Oemar Hamalik. (2004). Pendekatan baru strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA.Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Rochiati Wiriaatmadja. (2005). Metode penelitian tindakan kelas. Bandung: Rosdakarya.

Ross, Burns Roe. (1992). Teaching reading. Boston:  Houghton Mifflin Company.

Ryan, Kevin and Cooper, James M. (1995). Those who can, teach. Bostom Toronto: Houghton Mifflin Company.

Saifuddin Azwar. (2010). Tes prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saifudin Zuhri. (2008). Pembelajaran Model Portofolio pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA “Al-Husain” Salam Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Slameto. (2005). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Jakarta: Rineka Cipta.

Sofyan S. Wilis. (2009). Konseling keluarga.Bandung: Alfabeta.

Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Suharsimi Arikunto, dkk. (2007). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi. (2004). Metode penelitian pendidikan, kompetensi dan praktiknya.Jakarta: PT. Bumi Aksara

Sumaji. (2004). Studi tentang efektifitas pembelajaran Matematika dengan model portofolio. Dalam Jurnal MIPA Volume. 14 Nomor 1, Januari 2004, Halaman 32-39.

Suwarsih Madya. (2007). Teori dan praktik penelitian tindakan (action research). Bandung: Alfabeta.

Syaiful Bahri Djamarah. (2008). Psikologi belajar. Bandung: Rineka Cipta.

Tim. 2010. Ketrampilan daar mengajar. Malang: Ketrampian dasar mengajar. Malang: Ar-Ruzz Media.

Tohirin. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Triyanto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik.Jakarta: Prestasi Pustaka.

———-. (2009). Mendesain model pembelajaran inovatif dan progresif.Jakarta: Kencana.

Udin S. Winataputra. (2009). Materi dan pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

 Undang-Undang. (2003).  No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Walfarianto. (2008). Strategi belajar mengajar. Yogyakarta: Universitas PGRIYogyakarta.

Wina Sanjaya. (2007). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.Jakarta: Kecana.

Woolfolk, Anita. (2004). Educational psychology.Boston: Pearson Education, Inc.

 Yuliani Nurani Sujiono. (2010).  Mengajar dengan portofolio.Jakarta: Indeks.

Zaenal Arifin. (2010). Evaluasi pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zainal Aqib. (2008). Penelitian tindakan kelas.Bandung: Yrama Widya.

TIPS

UJIAN BUKU PENDIDIKAN HUMANISTIK

MENINGKATKAN TAHAP PERKEMBAGAN MORAL

[]   Guna meningkatkan perkembangan moral pada peserta didik maka perlu diciptakan konflik kognitif untuk dapat merangsang peserta didik mengambil keputusan-keputusan secara mandiri. Hal tersebut dapat memacu peserta didik untuk mempunyai respons terhadap permasalahan moral di sekitarnya baik dalam pendidikan maupun dalam lingkungan.

     Langkah-langkah yang dapat ditempuh dengan mengembangkan kesadaran moral, meningkatkan kondisi agar peserta didik mengembangkan seni bertanya, serta menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang kondusif bagi tumbuh kembangnya perkembangan moral.

 

MANFAAT PENINGKATAN TAHAP PERKEMBANGAN MORAL

[]   Manfaat dari peningkatan perkembangan moral antara lain sikap saling mempercayai, menghargai, mau bekerja sama dan mempunyai kapasitas yang luas dalam menerima berbagai perbedaan. Apabila sikap tersebut dapat tertanam pada diri siswa maka siswa tersebut akan mandiri dalam menentukan sikap dan tidak dapat terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan moral, karena telah memahami akan hakekat moral, terbiasa, dan selalu melakukan tindakan moral.

 

PENDEKATAN KOMPREHENSIF DALAM PENDIDIKAN NILAI

[]   Pendekatan komprehensif dalam pendidikan dilatarbelakangi oleh adanya ketidaktepatan penggunaan pendidikan moral yang bersifat indoktrinasi untuk membendung terjadinya perilaku moral yang yang menyimpang dari norma-norma masyarakat. Subjek didik tidak dapat mengambil keputusan secara mandiri dalam memiih nilai-nilai yang bertentangan dalam era globalisasi. Keteladanan juga kadang tidak dapat menjadi patokan karena tidak jelas sosok teladan yang seperti apa yang menjadi panutan.

[]   Pendekatan tunggal tidak lagi dapat diandalkan dalam pendidikan nilai, maka diperlukan model pendekatan komprehensif yang diharapkan dapat memberikan pemecahan masalah yang lebih baik.

[]   Pendidikan komprehensif bersifat multidimensional yang bertujuan menolong subjek didik memperoleh pengetahuan, kerampilan, sikap dan nilai yang membantu subjek didik mengalami kehidupan yang secara pribadi dan sosial lebih menyenangkan

[]   Melalui pendekatan komprehensif diharapkan pendidikan nilai dapat lebih maksimal diperoleh siswa agar setelah lulus dari sekolah siswa dapat mempunyai kemantapan untuk dapat mengambil kebijakan dalam keputusan moral dan mempunyai sifat-sifat yagn luhur untuk dapat diterapkan dalam kehidupannya.

 

[]   LINGKUNGAN PENDIDIKAN KOMPREHENSIF

     Lingkungan pendidikan yang komprehensif tidak hanya terjadi pada hubungan antara subjek didik dengan teman-temannya, namun lebih luas dari hal itu yakni pada keseluruhan proses belajar mengajar, dalam berbagai kegiatan ekstrakulikuler, dalam proses bimbingan dan konseling, upaara, pergaulan di sekolah maupun dalam berbagai aspek.

     Lingkungan pendidikan yang komprehensif banyak memfasilitasi siswa untuk dapat mandiri mengembangkan nilai-nilai moral dengan penyediaan literatur yang bertemakan dilema moral, anti korupsi, berempati, keteladanan, contoh kasih sayang, mengenali diri, harga diri, kerapilan berpikir, membuat keputusan, berkomunikasi, kerampilan sosial dan sebagainya.

 

    

[]   METODE PENDIDIKAN KOMPREHENSIF

     Metode yang digunakan dengan menggabungan berbagai metode yang saling mengkualifikasi diantaranya adalah inkulkasi nilai, pemberian teladan dan penyiapan generasi muda agar dapat mandiri  dengan mengajarkan dan memfasiitasi pembuatan keputsuan moral secara bertanggungjawab dan ketrampilan hidup lainnya.

     Pendidikan nilai membutuhkan teladan dari orang-orang di sekelingnya sehingga dapat diaktualisi dalam dirinya. Kemampuan untuk mengambil keputusan dalam permasalahan yang dilematis juga menjadi bagian dari pendidikan komprehensif agar lebih bersikap mandiri.

     Metode pembelajaran dapat dilakukan dengan inkulkasi nilai, keteladanan nilai dari orang tua dan guru, fasilitasi (meningkatkan hubungan, memahami, menerima, menyadari kebaikan), dan pengemangan ketrampilan akademik dan sosial (berpikir kritis  dan mengatasi masalah).

 

[]   EVALUASI KOMPREHENSIF

Evaluasi komprehensif dilakukan dengan menggabungkan berbagai evaluasi seperti evaluasi penalaran moral, evaluasi karakteristik afektif maupun evaluasi perilaku.

Evaluasi penalaran moral didasarkan pada penilaian pemahaman kemampuan penalaran moral, perasaan moral sampai dengan mengambil keputusan moral. Konsep dasar yang menjadi patokan adaah penelitian tahap perkembangan moral dari Piaget dan Kolhberg. Tahapan tersebut dilalui dari heteronomi ke otonomi.

Evaluasi karakteristik afektif yaitu dengan cara pengukuran secara berjenjang dengan skala Lingkert, Guttman atau semantif differential (Nuci). Caranya dengan mengukur afek atau perasaan seseroang secara langsung dan dapat diprediksi ada tidaknya afek, arah maupun intensitasnya.

Evaluasi perilaku yaitu dengan cara melakukan observasi atau pengamaan dalam jangka waktu yang relatif lama dan terus menerus. Dengan pengamatan maka dapat disimpulkan tentang watak, dan perilaku seseorang.

 

    

MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN INTRA PRIBADI

[]   Ketrampilan intrapribadi merupakan kemampuan dalam pengembangan kemampuan untuk mengelola dirinya sendiri. Ketrampilan intrapribadi berwujud sikap-sikap positif untuk menghargai orang lain, banyak menemukan aternatif pemecahan masalah, sabar  dan mandiri.

     Cara mengembangkannya yaitu dengan kebiasaan untuk menggunakan berbagai unsur dari dirinya misalnya dengan menggunakan unsur material (tubuh), aspek sosial dalam memperlakukan orang lain, maupun aspek spiritual seperti emosi, intelektual dan kemauan.

     Meningkatkan kesadaran diri dengan menghilangkan kepura-puraan.

     Dengan pengembangan intrapribadi seseorang dapat mengontrol tindakannya.

 

MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN ANTAR PRIBADI

[]   Ketrampilan pengembangan ketrampilan diri untuk berhubungan dengan antarpribadi (orang lain).

     Cara yang dapat dikembangkan adalah menggunakan ekspresi yang gembira kepada semua orang, menggunakan komunikasi lisan maupun tertulis sebagai cerminan peningkatan hubungan antar pribadi. Mencoba untuk memahami orang lain, menggunakan wawasan, mnegatasi konflik, serta keobjektifan dalam melihat orang lain.

     Robert Baltom dalam People Skills membagi empat bidang ketrampilan antar pribadi yaitu

1.  Kemampuan menyimak (mendengarkan secara aktif, penuh pemahaman dan daya kritis)

     Menyimak memungkinkan seseorang benar-benar memahami apa yang dikatakan orang lain

2.  Ketrampilan asertif

     Perilaku verbal dan non verbal yang membuat kita dapat menjaga rasa hormat kita terhadap orang lain. Rasa puas dapat mengungkapkan maksud kita, dan mempertahankan hak-hak kita tanpa mendominasi, memanipualasi menyakiti perasaan atau mengawasi orang lain.

3.  Kemampuan mengatasi konflik

     Menghadapi pergolakan perasaan yang biasanya menyertai konflik

4.  Kemampuan mengatasi masalah bersama

     Cara mengatasi situasi ketika kita dihadapkan pada asanya pertentangan antara kepentingan kita dengan kepentingan pihak lain dengan memuaskan semua pihak.

     Mengembangkan sikap tenggang rasa terhadap orang lain dengan membayangkan sesuatu keadaan dipandang dari sudutpadangorang lain.

Meningkatkan empati dengan instropeksi diri. Keiklasan, cinta danpa ingin memilik dan empati.

 

MENGINTEGRASKKAN NILAI KETAATAN BERIBADAH, KEJUJURAN, KEDISIPLINAN, TANGGUNGJAWAB, KEJSAMA DAN HORMAT PADA ORANG LAIN

 

[]   Guna mengintegrasikan berbagai karakter baik beribadah, kejujuran, kedisiplinan, tanggungjawab, kerjasama dan hormat kepada orang lain perlu dilakukan dengan menggabungkan berbagai metode pembelajaran yang komprehensif. Metode-metode tersebut semaksimal mungkin digunakan untuk memaksimalisasi dari dampak positif pendidikan nilai seperti metode inkulkasi, keteladanan, fasilitasi dan ketrampilan akademik dan sosial.

[]   Sebagai seorang guru dapat secara maksimal menerapkan metode tersebut dengan memberikan tauladan yang baik kepada siswa, menggali dan menasehati siswa tentang arti pentingnya pendidikan nilai, berempati dan berusaha memasukkan ketrampilan sosial.

[]   Misalnya dalam pembelajaran PKn, guru memberikan contoh-contoh tauladan misalnya Perjuangan Kemerdekaan. Siswa agar dapat mencontoh para pahlawan yang  rela berkorban, kemudian diadakan diskusi kelompok agar siswa mengembangkan kedisiplinan, tanggungjawab kelompok dan apabila waktu telah sampai pada waktu sholat maka siswa diingatkan untuk melakukan ibadah sholat.

 

 

 

PERBEDAAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF

[]   Berpikir kritis  dengan cara mencari kejelasan pernyataan, mencari alasan, mencoba memperoleh informasi yang benar, menggunakan sumber yang dipercaya, mempertimbangkan keseluruhan situasi, mencari alternatif, terbuka, membuka pandangan, mencari ketepatan, sensitif terhadap perasaan tingkat pengetahuan dan kecanggihan.

[]   Berpikir kritis dapat membentuk kepribadian yang lebih bijaksana untuk tidak dapat diprovokatori dan melakukan tindakan-tindakan yang kontroversial.

[]   Berpikir kreatif adalah suatu ketrampilan dari individu dalam menggunakan proses berpikirnya sehingga menghasilkan suatu ide yang baru, konstruktif, baik berdasarkan konsep-konsep yang rasional, persepsi dan intuisi individu.

 

 

MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN KRITIS DAN KREATIF

[]   Cara mengembangkan ketrampilaan kritis

     – Meningkatkan kepekaan terhadap masalah yang timbul dalam masyarakat dan jeli untuk mengidentifikasi  masalahserta merumuskannya secara tepat.

     – Meningkatkan pengetahuan yang relevan dengan permasalahan yang ada sehingga permasalahan dapat diatasi dengan cepat dan tepat dengan kritis dan kreatif.

     – Latihan mengemukakan konsep-konsep untuk berpikir secara mendalam (kritis dan analitis) sehingga dapat menguasainya dengan baik.      

     – Membaca banyak literatur dan obsevasi kondisi sosial dan berusaha untuk mengkritisi berbagai permasalahan benar.

     – Mencermati rekan-rekan saat presentasi makalah dan berusaha bertanya secara kritis tentang berbagai hal yang mengandung dilematisasi dan perlu penjabaran.

 

[]   Cara mengembangkan berpikir kreatif

     – Mencari banyak ide dari perubahan jaman dan menganalisisnya menjadi sesuatu yang baru dalam mengantisipasi permasalahan.

     – Mengembangkan berpikir positif dan menganggap masalah merupakan tantangan, menganggap sebagai pengalaman bau dan meningkatkan cara berpikir untuk terus masu belajar dan belajar.

 

 

MEMBANGUN KEMITRAAN ANTARA SEKOLAH DAN KELUARGA DALAM MENCAPAI KEBERHASILAN PENDIDIKAN NILAI

[]   Membangun kemitraan anatara sekolah dan keluarga dengan cara menciptakan suasana kondusif di sekolah maupun dalam keluarga.

     Di sekolah murid-murid perlu di dukung sepenuhnya dengan mengaktualisasi kemampuannya, murid diberikan pengaruh positif, mencipttakan pembelajaran yang menyenangkan, adanya peraturan sekolah yang dilaksanakan dengan tertib, komunikasi antar warga yang tearbuka, adanya kerjasama dalam pembelajaran.

[]   Suasana dalam keluarga juga diupayakan agar sesuai dengan situasi sekolah dengan memberikan kasih sayang, komunikasi yang terbuka, kesempatan bekerja dengna ikhlas, pembiasaan keluarga yang positif, mengembangkan nilai-nilai moral dalam keluarga.

1.  Meningkatkan partisipasi siswa untuk dilibatkan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan

2.  Memberikan dasar-dasar kepemimpinan dengan memberikan nasehat dan tanggungjawab secara nyata kepada siswa untuk mengaktualisasi sifat kepemimpinannya.

3.  Pengelolaan siswa untuk dapat berinteraksi membangun persahabatan agar berperilaku konstruktif dan produktif

4.  Menegakkan norma atau aturan yang bersifat fleksibel karena terdapat banyak perbedaan. Sikap sportifitas dalam melaksanakan norma dan aturan akan menjadikan anak bearperilaku toleran.

4.  Menciptakan kesenangan anggota kelompok untuk tetap berada dlam kelompoknya (kekohesifan). Hal ini dapat diciptakan melalui kekompakan, saling memperhatikan, dan saling mendukung

MENGATASI TAWURAN YANG EFEKTIF

 

[]   Budaya kekerasan dapat diantisipasi dengan meningkatkan budaya perdamaian. Budaya perdamaian dapat ditanamkan pada jalur-jalur formal pendidikan agar siswa mempunyai ketrampilan untuk mengatasi berbagai konflik yang muncul.

[]   Metode yang bagus adalah bukan dengan indoktrinasi namun menggunakan inkuri bersama untuk memahami hakikat amsalah yang dihadapi dan menemukan kemungkinan pemecahan masalah.

[]   Siswa perlu dibei kesempaan untuk memahami berbagai bentuk resolusi konflik yaitu dengan meningkatkan pemahaman terhadap siswa lain baik secara individu maupun kelompok.

[]   Memberian dorongan kepada siswa untuk membayangkan suatu dunia yang damai, tanpa kekerasan.

[]   Mengajarkan pada siswa nilai-nilai inkulkasi, permodelan, fasilitasi, pengembangan keptrampilan sosial dalam berbagai mata pelajaran untuk dapat mengurangi tawuran

 

Disamping Altenatif itu jugad apat ditempuh dengan tahapan pendekatan preventif, pendekatan ketrampilan dan pendekatan akademik.

[]   Pendekan preventif dengan cara menciptakan suasana kelas yang kooperatif, mempelajari dan menghargai perbedaan dan mengelola kemarahan.

[]   Pendekatan ketrampilan yaitu mengatasi permasalahan sehingga salah satu pihak tidak dirugikan, terpuaskan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertemukan keduapihak untuk saling menyatakan permasalahan awal, menyatakan alasan, memahami posisi lainnya, menemukan solusi yang tidak merugikan pihak lain, menghargai pihak lain, maupun bernegosiasi.

[]   Pendekatan akademik, dengan melakukan berbagai kajian imiah dengan wujud diskusi debat dan penyelesaian masalah yang kontroversial (pendekatan kontroversi akademik) maupun melalui membentukan kurikulum akademik yang membei kesempatan kepada siswa untuk belajar tentang perdamaian.

TIPS

UJIAN POLA PERILAKU ALAM DAN LINGKUNGAN

1. Perubahan lingkungan dan implikasinya pada aktivitas sosial – ekonomi dalam masyarakat Adannya perubahan lingkungan dapat membawa perubahan juga pada aktivitas sosial ekonomi di masyarakat. Perubahan lingkungan yang terjadi secara lamban kemungkinan tidak berdampak luas kepada masyarakat (misalnya cuaca), namun apabila perubahan lingkungan terjadi secara mendadak dan berskala besar, maka akan menimbulkan pengaruh bagi aktivitas sosial ekonomi dalam masyarakat. Contoh kongkrit perubahan lingkungan seperti perisiwa Tsunami di Aceh, gempa di Bantul, maupun kasus lumpur Lapindo. Kondisi alam yang merubah lingkungan (banjir, gempa, tanah longsor dll) menyebabkan aktivitas ekonomi dalam masyarakat tidak berjalan. Hal ini dikarenakan perekonomian terabaikan karena masyarakat memilih untuk mengurusi permasalahan lingkungan. Kasus-kasus besar seperti Tsunami dan Gempa di Bantul dapat melumpuhkan semua sektor ekonomi. Masyarakat tidak beraktivitas, transaksi ekonomi hampir tidak terjadi, infrastruktur, sarana dan prasaranyapun tidak ada. Aktivitas sosial kemasyarakatan juga tidak banyak dilakukan seperti biasanya, karena masyarakat lebih banyak mengungsi, atau memikirkan permasalahan keluarganya daripada berpikir tentang kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Perubahan lingkungan yang berskala besar, menjadikan masyarakat tidak dapat beraktivitas secara ekonomi maupun sosial dalam jangka waktu yang lama. Bahkan, untuk memulihkan kondisi seperti biasanya memerlukan biaya dan waktu yang tidak dapat diprediksikan. Perubahan lingkungan juga dapat mengubah struktur masyarakat dan ekologi masyarakat di suatu tempat. Kasus Tsunami yang terjadi di Aceh mampir merusak berbagai bangunan di berbagai desa sehingga banyak masyarakat yang meninggal. Komunitas masyarakatpun menjadi berubah. Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan karena sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan lingkungan dapat terjadi karena campur tangan manusia dan dapat pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belum tentu sama, namun akhirnya manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya. Perubahan lingkungan dapat terjadi karena campur tangan manusia. Perubahan ini terjadi karena penebangan hutan, pembangunan pemukiman, dan penerapan intensifikasi pertanian. Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat lain adalah munculnya harimau, babi hutan, dan ular di tengah pemukiman manusia karena semakin sempitnya habitat hewan-hewan tersebut. Pembangungan pemukiman pada daerah-daerah yang subur merupakan salah satu tuntutan kebutuhan akan pagan. Semakin padat populasi manusia, lahan yang semula produktif menjadi tidak atau kurang produktif. Pembangunan jalan kampung dan desa dengan cara betonisasi mengakibatkan air sulit meresap ke dalam tanah. Sebagai akibatnya, bila hujan lebat memudahkan terjadinya banjir. Selain itu, tumbuhan di sekitamya menjadi kekurangan air sehingga tumbuhan tidak efektif melakukan fotosintesis. Akibat lebih lanjut, kita merasakan pangs akibat tumbuhan tidak secara optimal memanfaatkan CO2, peran tumbuhan sebagai produsen terhambat. Perubahan lingkungan juga disebabkan karena faktor alam. Perubahan lingkungan secara alami disebabkan oleh bencana alam. Bencana alam seperti kebakaran hutan di musim kemarau menyebabkan kerusakan dan matinya organisme di hutan tersebut. Selain itu, terjadinya letusan gunung menjadikan kawasan di sekitarnya rusak. Sumber: Hari Poerwanto. 2008. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropogi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hans. J. Daeng. 2008. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar http://beritamanado.com/2009/06/06/pariwisata-dan-perubahan-lingkungan/ 2. Pengaruh keadaan lingkungan hidup terhadap berbagai aspek perkembangan kebudayaan Kebudayaan dan lingkungan mempunyai keterkaitan yang erat. Kebudayaan muncul karena adanya adaptasi dengan lingkungan sekitar. Unsur-unsur kebudayaan yang diambil dari kondisi lingkungan, menghasilkan kebudayaan yang spesifik sehingga berpengaruh pada berbagai kebudayaan dan seni (seni suara, seni tari, seni arsitektur, bentuk bangunan dan sebagainya). Masyarakat yang hidup dalam lingkungan hidup yang dingin pasti membangun rumahnya sesuai dengan kondisi lingkungan dan memanafaat apa yang ada di lingkungannya untuk membangun rumah yang mempunyai arsitektur yang khas. Tari-tarian, lagu, alat musik dan sebagainya, merupakan wujud dari penyelarasan kebudayaan dengan lingkungan. Bagi daerah-daerah yang banyak menghasilkan bambu, maka akan timbul musik kulintang, bagi daerah yang banyak menghasilkan tembaga maka di situ akan timbul kebudayaan ukir tembaga, alat musik dan sebagainya. Kebudayaan yang diciptakan dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar masyarakat. Kebudayaan sebagai ciptaan atau warisan hidup bermasyarakat adalah hasil dari daya cipta atau kreasi para pendukungnya dalam rangka berinteraksi dengan lingkungan, yaitu untuk memenuhi keperluan biologi dan kelangsungan hidupnya sehingga ia mampu tetap survive. Perubahan suatu lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan, dan perubahaan kebudayaan dapat pula terjadi karena mekanisme lain seperti munculnya penemuan baru atau invention, difusi dan akulturasi. Dengan kebudayaan yang dimilikinya, suatu masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungannya dengan lingkungan, demikian pula dalam interaksi sosial maupun dengan dunia supernatural mereka. Manusia kemudian mempergunakan segala sumber yang ada di sekitarnya secara teratur dan tersusun, menciptakan peralatan dan teknik-teknik untuk membantu menghasilkan berbagai bahan berguna bagi keperuluan hidupnya. Berdasarkan sifat manusia untuk memanfaatkan alam maka timbul gagasan (ide), peralatan, dan kelembagaan dalam masyarakat yang pada awalnya dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu dasar dan perkembangan suatu kebudayaan terkait dengan identitas alamnya. Faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan dipengaruhi juga oleh pelaku kebudayaan sendiri. Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepada anak cucu mereka melainkan dapat pula secara horizontal yaitu manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya. Pewarisan kebudayaan tersebut tentu saja harus juga didukung oleh lingkungan. Terdapat banyak sekali kebudayaan yang mati karena adanya modernisasi lingkungan maupun karena sudah punahnya berbagai bahan yang dapat mendukung kebudayaan. Dalam kaitannya dengan kebudayaan, suatu perubahan ekologis juga akan dapat sekaligus membuat manusia menyesuaikan bebagai gagasan mereka, misalnya tentang kosmologi, suksesi politik, kesenian dan sebagainya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa teknologi, produksi subsistem dan organisasi sosial dalam rangka menghasilkan bahan pangan, juga dapat disebarkanluaskan dan dikendalikan oleh sistem sosial-budaya yang dimiikinya. J.H. Steward, lebih menekankan hubungan antara kebudayaan dengan alam lingkungan, dengan memberikan pula gambaran akan adanya perbedaan kebudayaan suatu kelompok. Terdapat keanekaragaman kebudayaan tersebut dinilai lebih sebagai akibat perbedaan lingkungan sekitar mereka. Tetapi perbedan alam sekitar bukan merupakan satu-satunya yang menyebabkan timbulnya perbedaan kebudayaan. Kebudayaan berkembang secara akumulatif, dan semakin lama bertambah banyak serta kompleks. Untuk meneruskan dari generasi ke generasi, diperlukan suatu sitem komunikasi yang jauh lebih kompleks daripada yang dimiliki binatang, ialah bahasa, baik lisan, tetulis maupun dalam bentuk bahasa isyarat. Agar suatu kebudayaan dapat merespon berbagai masalah kelangsungan hidup makhluk manusia dan tetap dipelajari oleh generasi berikutnya, maka suatu kebudayaan harus mampu mengembangkan berbagai sarana yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pokok para individu. Pustaka: Hari Poerwanto. 2008. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropogi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hans. J. Daeng. 2008. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 3. Lingkungan dan pembangunan berkelanjutan (sustainable) di pedesaan di Indonesia Dalam perencanaan pembangunan perlu diadakannya pembangunan yang berkelanjutan yang tidak merugikan lingkungan. Adanya keseimbangan antara pembangunan dan lingkungan maka menjadikan lingkungan tidak rusak dan pada akhirnya dapat membayakan masyarakat itu sendiri. Proses perusakan alam yang berdalih untuk pembangunan harus dipikirkan juga proses rehabilitasi berbagai tempat yang dapat mengganti fungsi lingkungan yang telah didirikan bangunan. Konsep pembangunan perlu ditata dari awal, sehingga konsep pembangunan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum tentang lingkungan serta tidak mengganggu lingkungan. Kawasan-kawasan yang memang digunakan untuk mempertahankan ekosistem alam, diupayakan jangan sampai dirusak atau dialihkan untuk pembangunan. Hilangnya komunitas lingkungan akan menjadikan terjadinya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, maupun yang lainnya. Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan terhadap sumber daya alam yang ada dengan memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, sebagai komponen yang penting pada sistem penyangga kehidupan untuk penyerasi dan penyimbang lingkungan global, sehingga keterkaitan dunia internasional menjadi hal penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Melalui konsep pembangunan berkelanjutan, diupayakan agar tercapai keselarasan antara pembangunan ekonomi dengan aspek lingkungan, sementara itu antara lingkungan dengan kebudayaan terdapat saling keterkaitan. Konsepsi pembangunan berkelanjutan yang dicetuskan oleh Komisi Sedunia tentang Lingkungan dan Pembangunan, menunjukkan semakin pentingnya pendekatan inter dan multidisipliner untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan kemerosotan sumberdaya alam sebagai akibat pembangunan. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya. Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri. Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur : • Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara. • Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah. Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup : 1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah. 2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif 3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. 4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten. 5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Pustaka: Baiquni, M dan Susilawardani. 2002. Pembangunan yang tidak Berkelanjutan, Refleksi Kritis Pembangunan Indonesia. Yogyakarta: Transmedia Global Wacana. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Hari Poerwanto. 2008. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropogi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hans. J. Daeng. 2008. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 4 Ekologi dan pengembangan program pariwisata di perkotaan pedesaan di Indonesia Ekologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan makhluk hidup khususnya manusia dalam hubungannya dengan kondisi lingkungan hidupnya dimana manusia itu berada dan memanfaatkan lingkunngan itu memenuhi keperluan hidupnya. Manusia harus merawatnya dengan tindakan-tindakan yang di pertimbangkan untuk mendapatkan keseimbangan dalam kelangsungan lebih lajut hidupnya. Dalam mengembangkan pariwisata, terdapat berbagai pertimbangan yang perlu diperhitungkan. Pariwisata-pariwisata alam yang dikembangkan di Indonesia tentu saja akan menjadikan lingkungan semakin terata rapi dan terkelola dengan baik. Namun pengembangan pariwisata yang harus mengorbankan faktor lingkungan dalam pembangunannya akan menjadikan bencana bagi masyarakat, karena dapat juga lingkungan menjadi lebih ganas karena dapat menimbulkan bencana. Pengelolaan lingkungan hidup manusia tidak lepas dari ekologi manusia, yaitu hubungan timbal balik antara prilaku manusia dengan lingkungan hidupnya. Perilaku manusia terikat dengan tingkat nilai-nilai budaya yang melatar belakanginya dalam mengelola. Di Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya tercatat adanya tipifikasi lingkungan ekosistem gunung, ekosistem sungai, ekosistem urban, ekosistem bukit karst, ekosistem pantai. Ekosistem ini spesifik dan terpadu, fokus kepada alam dan budaya didalamnya, diapit secara cross section dari utara ke selatan : gunung merapi sampai Laut Hindia, dari barat ke timur : bukit menoreh sampai dengan bukit-bukkit kurst, luasnya kira-kira 3.150 km2, dengan jumlah penduduk 3,5 juta jiwa, kepadatan penduduk 1 km2 : 111,1 rata-rata dialiri S. Opak, S. Oya, S. Kuning, S. Gajahwong,S. Winongo, S. Bedog,S. Progo, terdapat 4 kabupaten dan kota. Masing-masing wilayah ini punya karakter kewilayahan sendiri-sendiri; bagi pariwisata memiliki daya tarik dari segi lokasi, sejarah, budaya, kesejahteraan masyarakat, dan keamanan yang mampu meninggalkan kesan positip bagi wisatawan. Masyarakat sudah mengenal hubungan-hubungan multikultural yang belum sepenuhnya dihubungkan untuk pariwisata berbasis budaya tradisional yang masih kuat, meski dilindungi oleh derap globalitas moderisme. Letak pariwisata yang cocok adalah pengembangan pariwisata berbasis alam (natural environment) dan berbasis budaya (built environment) dengan pendekatan ekologi budaya: 1. Budaya nilai-nilai direfleksikan dalam lingkungan pariwisata yang berkarakter eksistem setempat 2. Proritas budaya sebagai regulator – monitor dan evaluasi bagi bobot progress pengembangan pariwisata berbasis budaya (budaya di mengerti sebagai norma-norma keyakinan praktek cultural dan simbol-simbol) Tapi sebaiknya diperlukan manajemen untuk : 1. Pengembangkan design budaya yang standart, dinamis tervitalisasi 2. Pengembangan program design pariwisata budaya supaya dinamis sesuai segmen wisatawan dimaksud dengan perda dan pembentukan lembaga budaya lokal untuk memobilisir masyarakat 3. Pengembangan hubungan multiteral (host dan guest) yang dinamis yang saling menguntungkan (proporsional) 4. Pengembangan tool (alat) manajemen : manajemen global pariwisata untuk K.I.S manajemen-manajemen diatas. Perencanaan pengembangan suatu kawasan wisata memerlukan tahapan-tahapan pelaksanaan seperti: Marketing Research, Situational Analysis, Marketing Target, Tourism Promotion, pemberdayaan masyarakat dan swasta dalam promosi dan Marketing. Lebih lanjut dijelaskan, untuk menjadikan suatu kawasan menjadi objek wisata yang berhasil haruslah memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut. (1) Faktor kelangkaan yakni: sifat objek/atraksi wisata yang tidak dapat dijumpai di tempat lain, termasuk kelangkaan alami maupun kelangkaan ciptaan. (2) Faktor kealamiahan (Naturalism) yakni: sifat dari objek/atraksi wisata yang belum tersentuh oleh perubahan akibat perilaku manusia. Atraksi wisata bisa berwujud suatu warisan budaya, atraksi alam yang belum mengalami banyak perubahan oleh perilaku manusia. (3) Faktor Keunikan (Uniqueness) yakni sifat objek/atraksi wisata yang memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan objek lain yang ada di sekitarnya. (4) Faktor pemberdayaan masyarakat (Community empowerment). Faktor ini menghimbau agar masyarakat lokal benar-benar dapat diberdayakan dengan keberadaan suatu objek wisata di daerahnya, sehingga masyarakat akan memiliki rasa memiliki agar menimbulkan keramahtamahan bagi wisatawan yang berkunjung. (5) Faktor Optimalisasi lahan (Area optimalsation) maksudnya adalah lahan yang dipakai sebagai kawasan wisata alam digunakan berdasarkan pertimbangan optimalisasi sesuai dengan mekanisme pasar. Tanpa melupakan pertimbangan konservasi, preservasi, dan proteksi. (6) Faktor Pemerataan harus diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat terbesar untuk kelompok mnasyarakat yang paling tidak beruntung serta memberikan kesempatan yang sama kepada individu sehingga tercipta ketertiban masyarakat tuan rumah menjadi utuh dan padu dengan pengelola kawasan wisata. Pusaka: Ariyanto, 2005. Ekonomi Pariwisata Jakarta: Pada http://www.geocities.com/ariyanto eks79/home.htm Spillane, James.1985. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.Yogyakarta: Kanisius. Syamsu, Yoharman. 2001. “Penerapan Etika Perencanaan pada kawasan wisata, studi kasus di kawasan Agrowisata Salak Pondoh, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jakarta: LP3M STP Tri Sakti, Jurnal Ilmiah, Vol 5. No. 3 Maret 2001. Hari Poerwanto. 2008. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropogi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hans. J. Daeng. 2008. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar http://www.scribd.com/doc/21677433/Ekologi-Budaya-Untuk-Pariwisata

MATERI S2

GENERAL BUSINESS ENVIRONMENT (CULTULTURAL ENVIRONMENT)

Review:  Buku Prof. Dr. Djoko Suryo, MA
Master of Management Universitas Gadjah Mada (2009)

INTERAKSI SOSIAL BUDAYA DAN KERJA SUATU DALAM KAJIAN SOSIAL
Budaya lingkungan berpengaruh pada etos kerja dan bisnis di suatu kawasan. Budaya lingkungan yang menganut berbagai nilai-nilai yang tergali dari masyarakat menjadikan progresivitas bersinergi dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Interaksi antara sosial budaya dan bisnis dalam masyarakat telah lama dianalisis oleh berbagai tokoh. Salah satunya adalah Max Weber dalam bukunya tentang The Protestant ethnics and the spirit of capitalism, yang mencoba menjelaskan bahwa semangat kapitalisme yang lahir di masyarakat barat (Eroba Barat) pada abad ke 19 dipengaruhi oleh ajaran etika (Etos Kerja), Kristen (Calvinist). Ajaran ini menganjurkan agar para pengikutnya dalam menjalankan ajaran keagamaannya perlu lebih melakukan asketisme keduniawaan (worldly asceticism) yaitu mengamalkan ibabah keagaman dengan kerja keras, hemat, dan boleh mengejar keuntungan demi kehidupan dunia.
Robert Bellah dalam bukunya Tokugawa Religion, The Cultural Roots of the Modern Japan (1957) juga berpendapat bahwa salah satu faktor yang menyebabkan keberhasilan modernisasi Jepang adalah adanya Etika Bushido (semangat berani mati) yang ada dalam diri masyarakat Jepang untuk melakukan kerja keras demi mencapai sukses, yang berasal dari akar budaya kaum samurai yang diadopsi oleh kaum bisnismen Jepang pada masa modern.
Clifford Geertz, juga mencoba mengkaji tentang faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran kaum wirastastawan di Indoensia, dengan merujuk pada kelahiran kaum saudagar atau pedagang Islam (santri) yang memiliki semagnat kerja bisnis yang terkemukan. Selain dari kalangan santri, semangat kerja bisnis ada yang lahir dari kalangan bekas kaum bangsawan (The princes and the paddlers, and the history of town).
Berbagai kajian yang telah diungkapkan oleh para peneliti tersebut memberikan gambaran bahwa terdapat interaksi antara budaya lingkungan dan etos kerja yang didorong oleh kondisi budaya di suatu daerah. Etos kerja dari masyarakat dipengaruhi oleh komunitas budaya yang sebenarnya secara terintegrasi mempengaruhi semua elemen dalam kebudayaan tersebut. Budaya tersebut melekat dalam etos kerja yang terbangun karena kebiasaan lingkungan dan proses budaya dalam masyarakat yang bersangkutan.

KEBUDAYAAN (CULTURE) DAN NILAI (VALUE) DALAM KONSEP TEORITIS
Goodenough menyatakan bahwa kebudayaan adalah suatu sistem pengetahuan dan gagasan (cultural knowledge) yang secara sadar atau tidak menjadi milik masyarakat (society). Pengetahuan dan gagasan itu diterimanya secara akumulatif, dan dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai pengarah dan pemandu bagi sikap dan perilaku masyarakat pendukungnya.
Kebudayaan juga dapat dipahami sebagai olah pikir (parterned way of thingking), olah rasa (felling), dan olah berbuat (reacting) dan olah berkepercayaan (believing) yang diterima atau disebarkan teruama dengan simbol-simbol yang bermakna bagi pendukungnnya. Kebudayaan juga didefinisikan sebagai keseluruhan cara hidup mansuia dalam masyarakat (total way of live of a people). Kebudayaan juga merupakan gudang pembelajaran bagi manusia (a store house of pooled learning).
Definisi nilai merupakan esensi kebudayaan berupa gagasan atau prefernsi konseptual tentang apa yang dilasifikan sebagai yang bermakna, penting, baik dan berguna bagi kehidupan manusia. Nilai juga dapat dibedakan atas nilai yang dibutuhkan (desired) dan yang diinginkan (desirable).
Nilai budaya tersebut kemudian berinteraksi dnegan sikap dan perilaku manusia yang diimplementasikan dalam kehidupannya. Lima orientasi yang dapat terbangun adalah orientasi terhadap hubungan antara manusia dan hidup; orientasi terhadap hubungan antara manusia dan lingkungan alam; orientasi terhadap waktu; orientasi terhadap kerja; orientasi terhadap hubungan antar sesama.
Perubahan sosial budaya, dapat dipengaruhi oleh banyak perubahan antara lain perubahan demografis, inovasi teknologis, inovasi sosial pergeseran nilai kultural, perubahan ekologi, pergeseran informasi dan difusi kebudayaan.

BUDAYA BISNIS DALAM LINGKUP BUDAYA LINGKUNGAN
Budaya bisnis merupakan fenomena yang mendorong perkembangaan dan peluasan komersialisme. Budaya bisnis merupakan hasil pencampuran antara komersialisme dan unsur-unsur budaya (etika, estetika, nilai dan spiritual) yang diciptakan oleh pengusaha atau pedagang dalam aktivitas bisnisnya. Budaya bisnis pada hekekatnya telah ada semenjak manusia memiliki kegiatan perdagnagna dan peradaban.
Budaya bisnis pada dasarnya dapat dibedakan dengan empat segi, antara lain (1) budaya komoditi sebagai basis budaya bisnis; (2) sistem administrasi/sistem bisnis; (3) budaya pemasaran, merupakan inti budaya bisnis; dan (4) Ideologi bisnis dalam perdagangan merupakan jiwa budaya bisnis yang menjadi pegangan perusahaan.
Dalam budaya bisnis terdapat prinsip moral yang secara umum menjadi pegangan pergaulan dalam kehidupan bisnis antara lain kejujuran, kesetiaan, kebebasan, kebajikan, kesonpanan, ketekunan, hemat.

BUDAYA BISNIS DALAM MASYARAKAT ASIA
Tradisi agama dan kemasyarakatan yang berakar dari ajaran Hinduisme, Buddhisme, Konfusianisme dan Islam dalam masyarakt di Asia, Asia Tenggara dan Indonesia banyak mendasari perilau dan kepercayaan yang mendalam pada jiwa mereka sehingga mempengaruhi budaya kewirasusahaan.
Lima faktor yang mempengaruhi perilaku dalam kehidupan bisnis di Indonesia antara lain kebudayaan, sejarah bangsa dan negara Indonesia, pola otoritas dan kekuasaan, masyarakat Indonesia dalam perspektif dunia industri, Kebhinekaan/pluralitas penduduk Indonesia
Beberapa segi persoalan yang mempengaruhi perilaku bisnis di Indonesia yang perlu diperhatikan antara lain segi kebhinekaan, pandangan hidup orang Indonesia, rasa dan perasaan, hubungan sosial yang didasarkan kepada prinsip kepatuhan dan pertemanan kepercayaan dan saling menguntungkan, menghormati sesama, wanita dalam pemerintahan dan bisnis, Islam, etnisitas, pengaruh budaya jawa, etika tradisi dan sikap hidup yang berpangkal pada prinsip (gotong royong, unggah ungguh, semangat dawuh, alon-alon asal kelakon, tuna satak bathi sanak, gemi nastiti ngati-ati), konflik dengan praktek bisnis modern, kedamaian dan harmoni, orientasi diri dan pribadi, sikap diam, pertemanan, muka dan kehilangan muka, humor, nasib dan kesungguhan, tempat kerja, paternalisme dan pembagian kerja, pengaruh desa, perubahan sikap dan perubahan sosial di Indonesia, perubahan sosial

AKHIR DARI ANALISIS INTERAKSI BUDAYA LINGKUNGAN DAN BISNIS
Budaya lingkungan yang telah mengakar dalam diri masyarakat di suatu daerah yang berhubungan nilai-nilai budaya lokal, berpengaruh pada etos kerja serta bisnis. Hubungan antara budaya lingkungan tersebut dapat mendorong terciptanya budaya kerja secara nasional. Perbedaan antara budaya kerja satu daerah dengan daerah lain, dapat dianalisis dari bagaimana budaya lingkungan dari suatu kawasan. Kondisi tersebut menjadikan pemahaman bahwa perkembangan suatu negara yang pesat kadangkala dipengaruhi oleh budaya lingkungan. Oleh karena itu apabila dalam suatu kawasan negara mempunyai perkembangan yang sangat pesat hal tersebut dapat dimaklumi karena masyarakatnya mempunyai etos kerja dan bisnis yang kuat karena dipengaruhi oleh budaya lingkungannya.